Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Sabtu, 15 Desember 2018

Pemakaman Pakubuwana X

Untuk post ulang tahun kali ini, seperti biasanya saya akan memperlihatkan sesuatu yang spesial tiap tahunnya. Dari sejarah Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta atau sejarah medali Ereteken voor Belangrijke Krijgsbedrijven, untuk ulang tahun ke-4 ini saya akan memperlihatkan koleksi saya tentang pemakaman Sunan Pakubuwana X!
Pakubuwana X sendiri adalah Raja Kasunanan yang bertahta sejak 30 Maret 1893. Lahir pada tanggal 29 November 1866 dia dipandang sebagai Raja terbesar dalam sejarah Kasunanan dengan meninggalkan banyak jejak seperti berbagai bangunan di wilayahnya. Saat dia meninggal pada 20 Februari 1939, upacara pemakamannya juga tidak kalah megah.  Upacara yang saya kira menempati salah satu kejadian terpenting dalam sejarah kota Surakarta / Solo. Selain memang terjadi disitu, Pakubuwana X sendiri memang dipandang sebagai Raja Jawa terbesar terakhir. Dimana tidak ada Raja lain lagi bisa menyaingi kemegahannya.
Sebelum masuk ke foto, pertama kita akan melihat selebaran yang dicetak pada saat meninggalnya Pakubuwana X. Yang pertama adalah selebaran pemberitahuan bahwa Sunan telah mangkat.

Flyer atau selebaran diatas sungguhlah unik. Isi dari selebaran ini seperti halnya pengumuman duka cita lainnya.
Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun ingkang Minulya saha ingkang Wicaksana, Seda.Miturut wartos ing dinten senen tanggal 20 Pebruwari 1939 punika wanci jam 7.30 Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun ingkang Minulya saha ingkang Wicaksana, Kangjeng Susuhunan Pakubuwana X seda. Jalaran gerah sampun yuswa. Innalillahhi Wainnailaiji Rajingun.

Yang Mulia Sunan yang Bijaksana, mangkat.
Menurut kabar pada hari Senin tanggal 20 Februari 1939 pada jam 07.30. Yang Mulia Sunan yang Bijaksana, Pakubuwana X mangkat. Karena sakit sudah tua. 

Selain pengumuman tidak ketinggalan gambar sang Sunan saat masih sehat. Ini mungkin agar tiap orang tahu siapa Pakubuwana X itu seperti apa.
Selebaran kedua lebih rumit daripada versi pertama.

Selebaran ini menampilkan semacam puisi dalam bahasa Jawa.
Nanggapi surud dalem Nata. Liyering Kaprabon. 
Kambang kambang anglesing raos nerusi, dupi hamiyarsa, surud dalem jeng sri mulki, yayah koncatan mustika.Sirep suremtah yaning karajan jawi, kedadak kadayan koncatan pakuning bumi, sri narendra surakarta.Kararan tan angrestu mung tuming tangis kawula sapraja, samrambah wratangeni, mring sadaya nira.Hing wasana tan lyan amung muji, roh dalem sri nata, kang murut mring tepet suci, sinembuha kasampurnan.Tinampen ing pamorireng maha sukci, lulus tan sang daya, kamulyan agung ngayomi, mring sampurneng dalem nata.Sinambetan tuwuhing raos pamuji, kang hingantya antya, tumuruning wahyu jati, wahyu prajeng surakarta.Dhumawuha tumanem tetep tumuli, gunging kang nugraha, nerahana maratani, ngayemi sadaya nira.Titiningkang panitya linuding tangis kawasanan nira, hantuk kapangi murluwih, jumenenging nata mulya.


Jika diperhatikan secara seksama, kedua selebaran ini kemungkinan diambil dari sebuah majalah. Entah itu Kajawen, Panji Poestaka, ataupun Pawarti Soerakarta. Masih belum diketahui apakah selebaran ini asli. Karena saya juga mendapatkan versi pertama selebaran namun menggunakan kertas yang lebih tebal. Jika asli mungkin selebaran ini adalah bukti bahwa keraton ingin memberitahukan tiap orang bahwa junjungan mereka telah wafat. Mungkin selebaran ini ditempel di papan pengumuman.
Setelah flyer, akhirnya kita terjun ke ranah foto.
Keranda Disemayamkan
Perhatikan medali dan orders yang diterima oleh Pakubuwana X.
Uniknya tidak semua tanda penghargaan dipasang pada keranda

Keranda Sudah Diangkat
Perhatikan abdi dalem di latar depan. Dia masih membawa balok penyangga keranda

Keranda diarak di dalam Kompleks Keraton




Keranda dimasukkan ke Kereta Jenazah

Kereta Jenazah Bergerak dari Alun - Alun Kidul
Terlihat beberapa prajurit Infanteri keraton memberi hormat senjata.
Perhatikan tulisan pada kanan foto.
P.B.X

1-1-40.
20-2-9
20-2-9 mengacu pada tanggal wafatnya Pakubuwana X yaitu 20 Februari 1939.
Namun masih belum diketahui apa arti dari 1-1-40 yang mungkin adalah 1 Januari 1940
Alun - alun kidul saat ini

Kereta Berada di Luar Kompleks Keraton

Rombongan Bergerak Melewati Kota
Perhatikan gardu SRI (Siaran Radio Indonesia) yang sudah pasti sedang meliput acara pemakaman

Kereta Kyai Garuda Putra 
Kereta ini dikenal sebagai kereta yang dipakai oleh Pakubuwana XI

Kereta Dalam Perjalanan

Kereta Melalui Daerah Mangkunegara

Arak - Arakan Melewati Pagar Masjid Al Wustho Mangkunegara


Arak - Arakan Pembawa Medali Terlihat dari Kejauhan

Rombongan Tiba di Stasiun Kereta Api Balapan
Perhatikan jam pada Stasiun. Jarum jam menunjukkan pukul 11 siang.
Perhatikan pula gardu SRV (Solosche Radio Vereniging)

Keranda dibawa Masuk ke dalam Stasiun

Suasana Gerbong Jenazah

Keranda dikeluarkan dari Mobil Jenazah

Keranda diangkat Menuju Puncak Imogiri

Keranda Tiba di Puncak Kompleks Pemakaman

Keranda dimasukkan ke Liang Lahat

Selain foto - foto milik saya, ada juga foto pemakaman Pakubuwana X milik koleksi eks KITLV yang sekarang dikelola oleh Universitas Leiden:

Situs Wereldculturen juga terdapat beberapa koleksi foto:

Di situs Gahetna memiliki dua buah foto.

Ada pula foto dan gambar dari situs.
Gambar Pemakaman dari Majalah Belanda 
Ada beberapa hal yang unik disini.
Selain gambar gerbong jenazah yang berhenti di Stasiun Yogya dan Sultan serta Bijleveld, ada pula penjelasan gambar arak - arakan yang akan masuk ke dalam Masjid milik Kasunanan di Imogiri sebelum dimakamkan.
Terlihat pula mobil jenazah melewati "Pasar Gede" (Sargedhe / Pasar Legi Kota Gede) Yogyakarta.
Sumber

Gerbong Jenazah

Sumber

Sayang saya belum menemukan artikel tentang pemakaman Pakubuwana X. Namun melihat dari semua foto yang ada, diambil kesimpulan bahwa rute pemakaman di Solo adalah:

  • Keraton
  • Alun - alun Kidul
  • Masjid Al Wustha Mangkunegara
  • Stasiun kereta api Balapan


Saya masih belum bisa menemukan rute pasti arak - arakan. Apakah melalui rute pasar Singosaren atau melewati Coyudan dan dilanjutkan melalui Slamet Riyadi
Rute A
Rute ini melalui rute Singosaren

Rute B
Untuk rute ini melalui Coyudan dan Slamet Riyadi

Beberapa petunjuk perjalanan pemakaman adalah bangunan dengan gardu radio SRI, toko buku dan perpustakaan A. Damai, dan Handelschool. Jika salah satu bangunan tersebut berhasil diidentifikasi, misteri rute akan menjadi lebih jelas.
Saat di Yogyakarta, dari bukti yang ada rute pemakaman adalah

  • Kereta api tiba di Stasiun Tugu
  • Keranda dimasukkan kedalam mobil jenazah
  • Mobil jenazah bergerak pelan - pelan melewati Pasar Legi Kota Gede
  • Mobil jenazah tiba di Imogiri dan keranda diturunkan
  • Keranda dinaikkan sebentar di tangga Imogiri
  • Keranda dikerek naik hingga tiba diatas
  • Keranda diantar hingga ke kompleks makam

Di Imogiri sendiri, lokasi makam Pakubuwana X berada di kompleks Girimulya Surakarta.
Kompleks Girimulya Surakarta berada di pojok kiri atas makam.
Sumber

Dari semua petunjuk yang ada alhasil upacara pemakaman adalah sebagai berikut:
Saat Pakubuwana X wafat, jenazah langsung dimasukkan ke keranda. Awalnya keranda dihiasi dengan medali dan tanda penghargaan. Setelah disemayamkan, keranda yang sudah dicopot medalinya diarak ke Alun - Alun Kidul. Tiba disana, keranda dimasukkan ke kereta jenazah. Untuk medali dan tanda penghargaan dimasukkan ke tandu.
Arak - arakkan mempunyai urutan yaitu:
  • Kereta jenazah yang dikawal oleh pasukan KNIL (kemungkinan Lijfwachten Dragonder) dan beberapa perwira.
  • Abdi dalem pembawa bunga duka.
  • Pasukan keraton.
  • Kereta Garuda Kencana.
  • Kereta Garuda Putra.
  • Abdi dalem pembawa pusaka.
  • Abdi dalem pembawa medali - tanda penghargaan.
  • Barisan petinggi keraton seperti Bupati atau Wedono hingga pejabat keraton lainnya.
  • Kuda tanpa penunggang.

Arak - arakan berangkat dari Alun - Alun Kidul melewati gapura berbelok menuju arah Mangkunegara. Saat mencapai Mangkunegara mereka melewati Pura Mangkunegara dengan melalui Masjid Al Wustho. Didalam perjalanan, rombongan melewati Toko Buku dan Perpustakaan A. Damai dan Handelschool. Rombongan tiba di stasiun kereta api Balapan pada jam 11 siang.
Keranda kemudian diturunkan dari kereta jenazah dan dimasukkan ke dalam gerbong jenazah. Gerbong tidak langsung diberangkatkan dan untuk sementara disemayamkan hingga tiba waktu keberangkatan. Kemudian kereta api pembawa gerbong jenazah berangkat ke Yogyakarta.
Saat kereta api akan tiba di Stasiun Tugu, Sultan Hamengkubuwana VIII beserta Gouverneur J. Bijleveld dan komandan garnisun KNIL Yogyakarta terlebih dahulu mempersiapkan diri. Saat kereta api tiba, yang bersangkutan melakukan hormat. Tiba di Yogyakarta, keranda dimasukkan ke mobil jenazah. Kemudian mobil tersebut melakukan perjalanan dengan lamban ke Imogiri melewati Pasar Legi Kota Gede.
Tiba di Imogiri, keranda dikeluarkan dan diangkat menuju tangga. Namun keranda hanya dinaikkan di sebagian tangga sebelum dikerek naik di plafon bambu. Tiba di atas kompleks pemakaman, keranda dibawa ke ujung kiri kompleks makam di bagian Girimulya Surakarta. Tiba disitu keranda dimasukkan dan diiringi dengan musik yang dilakukan oleh korps muziek pasukan keraton.
Uniknya di Universitas Leiden, ada beberapa foto yang diklaim adalah foto pemakaman Pakubuwana X. Itu kurang tepat. Sebenarnya foto yang dimaksud adalah foto pemakaman anak Pakubuwana X. Meskipun kereta jenazah yang dipakai sama namun perbedaan ditandai dengan koetsir (kusir) kereta yang memakai pakaian serba putih dan bukannya memakai seragam upacara koetsir. Uniknya saya memiliki salah satu foto pemakaman tersebut.


Untuk pembanding saja, saya tampilkan link foto - foto yang dimaksud:

Jika anda lihat meskipun serupa namun foto - foto pemakaman anak Pakubuwana X ini terdapat perbedaan signifikan. Salah satunya adalah absennya pasukan KNIL dalam pengawalan. Untuk pengawalan sendiri, dilakukan sepenuhnya oleh pasukan keraton. Uniknya seragam yang mereka pakai berbeda sekali dengan yang mereka kenakan saat pemakaman Pakubuwana X. Seakan seragam yang dikenakan disini tinggalan abad ke-19. Seperti helmhoed ataupun kain putih pada topi.
Jadi inilah pemakaman Pakubuwana X. Dilihat dari bukti foto dan gambar yang ada, pemakaman ini bisa dibilang yang terbesar di kota Solo. Pemakaman ini juga sesuai saat Pakubuwana X masih hidup yaitu penonjolan kemegahan. Upacara ini seakan dia ingin meninggalkan kemegahan untuk yang terakhir kalinya. Efek dari kemegahan itu juga terasa bagi masyarakat Surakarta. Terlihat dari animo masyarakat baik dari negeri Kasunanan maupun Mangkunegara yang sangat tinggi dalam menyaksikan pemakaman tersebut. Seakan Sunan kesepuluh tersebut berpesan bahwa tidak akan ada lagi seseorang yang bisa menyamainya baik saat hidup maupun saat wafat terutama dalam soal kemegahan ...


Usia: 20 Februari 1939