Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Selasa, 17 September 2019

Daerah Konflik - Masa VOC

Saat keraton Kasunanan pindah ke kota Surakarta / Solo pada tahun 1746, kondisi memang belum dianggap stabil. Meski perlawanan yang dilakukan oleh Mas Garendi alias Sunan Kuning berhasil dipatahkan pada tahun 1742 oleh bantuan VOC, akan tetapi perlawanan dari Raden Mas Said setahun sebelumnya belumlah usai. Pakubuwana II yang melihat perlawanan Mas Said semakin meluas dimana dukungan yang didapat juga dari internal keraton, mengadakan sayembara seperti halnya salah satu leluhurnya yaitu Hadiwijaya. Kali ini hadiah 3000 cacah tanah akan diberikan kepada siapa yang berhasil mengalahkan Mas Said. Pada akhirnya Pangeran Mangkubumi berhasil mengalahkan Mas Said di Sukowati pada tahun 1746.
Van Imhoff.
Sumber
Akan tetapi Sang Sunan menolak memberi hadiahnya. Ini juga diperparah dengan campur tangan VOC melalui gouverneur generaal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Kekecewaan Mangkubumi memuncak dan akhirnya dia bergabung dengan Mas Said, alhasil pecah Perang Suksesi Jawa III. Pasukan Kasunanan terlihat tidak berkutik dalam perang ini, terlihat dari kalahnya mereka dari Mangkubumi pada tahun 1748 yang berakibat dengan jatuhnya Benteng Juana. Wafatnya Pakubuwana II pada tahun 1749 juga tidak membantu situasi. Bahkan bantuan dari VOC juga tidak bisa menghentikan laju kedua tokoh Jawa yang nantinya terkenal tersebut. Parahnya para petinggi keraton mulai meninggalkan Pakubuwana III yang terkulminasi dengan bergabungnya Putra Mahkota yaitu Pangeran Buminoto dengan Mas Said yang saat itu menjadi Patih bagi Mangkubumi. Bahkan pada 28 Juli 1750, Solo diserbu oleh koalisi Mas Said dan Pangeran Singasari. Banyak prajurit pasukan Kasunanan dan 25 orang prajurit VOC gugur. Meski serbuan berhasil dipukul mundur akan tetapi kota Solo dikepung. Di bulan yang sama, pasukan gabungan VOC, Kasunanan dan Madura pimpinan Johan Andries Baron von Hohendorff berhasil mengalahkan Mangkubumi di Prambanan.
Namun konsolidasi kedua tokoh tersebut pada akhirnya retak pada tahun 1752 dikarenakan rivalitas jika perang nanti usai. VOC langsung memanfaatkan hal tersebut dengan mencari penyelesaian diplomatik. VOC langsung mendekati Mangkubumi yang akhirnya pada tahun 1755 terkulminasi dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (Perjanjian Palihan Nagari). Mangkubumi yang sekarang bernama Hamengkubuwana I bergelar Sultan dan mempunyai keraton Kasultanan Yogyakarta, bergabung dengan VOC untuk melawan Mas Said. Tapi tetap saja, Mas Said masih terlalu kuat bagi koalisi VOC. Bahkan pasukan Kasunanan bersama Kasultanan dan VOC dikalahkan pada Oktober 1755. Parahnya pada bulan Februari 1756, Mas Said hampir membakar keraton Kasultanan yang baru saja dibangun.
Namun perlawanan Mas Said tidak dapat bertahan lama karena perang yang berkepanjangan. Bahkan front perang mulai menyempit. Pada akhirnya pasukan koalisi berhasil menggiring Mas Said ke meja perundingan saat yang bersangkutan sudah kehilangan ruang manuver gerilya. Alhasil ditandatangani perjanjian Salatiga (Perjanjian Sigar Semangka) pada 17 Maret 1757. Seperti halnya Palihan Nagari, perjanjian ini mengukuhkan berdirinya sebuah negara baru yaitu Kadipaten Mangkunegara dan Mas Said berubah nama menjadi Mangkunegara I.
"... Maka Soesoehoenan beridla membehagikan karadjaan dengan Mangkoe Boemi, sebab itoe satelah berapa lamanja Soesoehoenan dan Mangkoe Boemi berdamei2-an; maka Mangkoe Boemi menghadap Soesoehoenan, laloe baginda berdoewa itoe berdekap2an. Maka samendjak itoe ada doewa karadjaan ijaitoe Sjerokerto atau Solo dan Djoegjakerto atau Djoegja. Maka baginda, jang memerintahkan di Solo itoe, diseboet Soesoehoenan dan baginda, jang memerintahkan di Djoegja, diseboet Sultan 1755. 
Hata, maka doewa tahoen kemoedian dari pada itoe, Mas-Said datang djoega menghadap Soesoehoenan mendjoendjoeng doeli, laloe di perolihnja tanah di Goenoengan Kidoel dengan nama pangkatnja Pangeran Adipati Arjo Mangkoe Negoro. Maka tanggal 17, boelan Maart, tahoen 1757 perdameian itoe ditetapkan." 
Hikajat kompeni orang Wolanda di Hindia Timoer ini 
Karajaan Solo dan Djoegja
["... Sunan rela membagi kerajaannya dengan Mangkubumi, alhasil setelah berapa lama Sunan dan Mangkubumi berdamai. Maka Mangkubumi menghadap Sunan, lalu kedua baginda tersebut berpelukan. Semenjak saat itu, ada dua kerajaan yaitu Surakarta atau Solo dan Yogyakarta atau Yogya. Baginda yang memerintah di Solo disebut Sunan dan baginda yang memerintah di Yogya disebut Sultan di tahun 1755. 
Dua tahun kemudian Mas Said datang juga menghadap Sunan memberi hormat. Kemudian diperolehnya tanah di pegunungan Selatan dengan gelar Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara. Maka tanggal 17 bulan Maret tahun 1757, perjanjian tersebut ditetapkan."]

Vorstenlanden tahun 1757
Harap diperhatikan bahwa masing - masing daerah monarki vorstenlanden disini tidaklah tetap.
Daerah tersebut akan mengalami perubahan hingga pasca Perang Jawa / Perang Diponegoro pada tahun 1830.
Sumber

Pakubuwana III.
Pada saat VOC mengadakan operasi militer ke oosthoek (Jawa ujung timur) melawan Praboyoko (Prabujaka) di Antang pada 20 Februari 1767, Kasunanan sempat memberi bantuan. Salah satunya diberikan oleh Tumenggung Wirasaba yang mendukung kapitein Haunod saat menghadapi Bupati Lumajang dan Bupati Malang. Pasukan Kasunanan dengan Haunod menutup jalan keluar Malang dan menduduki sebelah Utara Antang. Bantuan dari Kasunanan tersebut memberi VOC kesempatan untuk membagi lebih besar pasukannya kepada kapitein Casper Lodewijck Troponegro dan luitenant Jan Daniel Gondelag pada medio September 1767. Kedua perwira VOC tersebut akhirnya bergerak menuju Malang. Akan tetapi tempat tersebut sudah kosong dan daerah di sekitarnya sudah dibumihanguskan oleh lawan. Prabujaka beserta pasukannya sudah lari ke Wulu Laras. Troponegro langsung mengincar mereka ke Antang.
Meski jarak kedua tempat hanya dua hari perjalanan, akan tetapi serangan gerilya dan jalur gunung menyebabkan Troponegro menghabiskan 10 hari perjalanan. Pada akhirnya dia tiba di Antang dan seperti halnya Malang, tempat tersebut sudah kosong dievakuasi. Personel VOC saat itu sudah sangat menderita dan pengejaran Prabujaka akhirnya dihentikan saat pasukan bantuan dari Kasunanan dibawah pimpinan Adipati Ponorogo tiba. Pasukan gabungan berikutnya mencoba menyerang Lodalim di Kediri namun gagal. Akhirnya karena musim yang baik sudah lewat, diambil keputusan untuk istirahat. Kasunanan mendirikan bivak di Seringat untuk pasukan VOC dan Kasultanan menyediakan suplai.
Pada akhirnya Prabujaka semakin terdesak oleh operasi militer gabungan VOC dan Kasunanan pada tahun 1768. Usaha Bupati Malang yaitu Malayukusuma untuk merebut kembali daerahnya, berhasil dipukul mundur oleh Gondelag. Meski Prabujaka berhasil meloloskan diri dari tiap kejaran pasukan Seringat akan tetapi dia dibayangi oleh pasukan Kasunanan. Tempat persembunyian lamanya di Wulu Laras yang terjal berhasil diserang oleh personel Kasunanan pilihan yang terlatih.
Prabujaka pada akhirnya berhasil ditangkap dan tewas karena lukanya sebelum mencapai tempat pengasingan. Sedangkan para anak buahnya yang ditangkap oleh pasukan Kasunanan, keraton menyerahkan nasib mereka ke gouverneur Java Noordoostkust Johannes Hester Vos. Entah mereka akan diekstradisi kepada kompeni atau bertarung melawan harimau.
Pasca operasi militer VOC melawan Blambangan pada tahun 1771 (Perang Bayu), pasukan Kasunanan diperintahkan untuk bersiap siaga. Saat itu VOC menganggap pemberontakan yang terjadi juga berasal dari Bali. Alhasil pasukan Kasunanan dengan sigap menangkap para pelarian Bali yang terlihat di daerah Kasunanan. Selanjutnya para pelarian tersebut dibawa ke Solo. Di sana, keraton menyerahkan nasib mereka kepada Batavia.
Pada tahun 1777, pasukan Kasunanan sempat ikut serta dalam operasi militer VOC dalam melawan Sindo Bromo. Setelah bersusah payah mendarat di markas Sindo Bromo yaitu pulau Nusa Barung di Jember, komandan garnisun Pasuruan yang juga veteran Perang Suksesi Jawa yaitu luitenant Adriaan van Rijck sadar bahwa pulau tersebut sudah ditinggalkan. Meski sebelumnya personel Sindo Bromo sempat melakukan perlawanan. Lawan yang terdiri dari mayoritas orang Bugis, Bali, dan beberapa orang Nusa Barung sudah melakukan evakuasi ke Pulau Sempu di Malang. Kapal pasukan Sindo Bromo yang dinahkodai oleh Sabak, sebelumnya berhasil mengusir pasukan di pos penjaga pulau tersebut.
Melihat situasi yang darurat, VOC langsung mengirim pemberitahuan ke Pasuruan, Solo, Yogyakarta, dan Cirebon agar lawan jangan sampai lolos kembali. VOC kemudian membangun pos darurat di Nusa Kambangan untuk mencegah jika saja Sindo Bromo mendarat. Pos yang dibangun secara kilat tersebut dibangun dan dijaga oleh 100 orang pasukan Kasunanan beserta 20 orang pasukan VOC yang dikomandoi seorang perwira dan ditambah 30 atau lebih personel Parnakan (orang Cina, Bali, Bugis, dan orang oosterling lainnya yang tinggal di Hindia Belanda) yang berangkat dari Cirebon. Sedangkan para pimpinan daerah pantai Kasunanan diperintahkan berjaga dari serangan Sindo Bromo.
Pada akhirnya VOC mendarat di Pulau Sempu dan mengalahkan pasukan Sindo Bromo yang memang sebelumnya akan mengevakuasi pulau tersebut. Meski personel Sindo Bromo yang gugur sedikit akan tetapi sebagian besar dari mereka melarikan diri ke Jawa. Pada akhirnya mereka yang terpergok di daerah Kasunanan maupun Kasultanan berhasil ditangkap. Seperti halnya tawanan perang Perang Bayu, nasib mereka diserahkan kepada VOC. Pulau Nusa Barung berikutnya didepopulasi, bangunan diratakan serta pepohonan dibabat oleh VOC.
Saat Belanda berperang melawan Inggris untuk keempat kalinya, ditakutkan Inggris akan menyerang bahkan menginvasi Jawa. Pada bulan September 1781 Pakubuwana bersama gouverneur Java Westkust yaitu Johannes Siberg, resident Surakarta Friedrich Christoph von Stralendorff dan Mangkunegara bertemu. Sang penguasa pribumi menyanggah pernyataan VOC bahwa kondisi masyarakat pulau Jawa sudah siap perang. Alhasil mereka menawarkan bantuan dalam perang ini.
Meski Siberg menolak, akan tetapi dia menghargai tawaran mereka. Siberg juga menyatakan VOC siap menerima bantuan namun saat lawan sudah akan mendarat dan disaat waktu yang tepat. Dilain pihak penguasa pribumi lebih menginginkan pasukan yang siap sedia dan dapat dikirim secepatnya ke pantai. Penolakan Siberg dikarenakan dana pemeliharaan pasukan yang dapat ditekan dan jika terjadi insiden maka hal tersebut dapat dihindari. Pada akhirnya sang penguasa pribumi setuju. Kemudian mereka mengalah dengan menyiapkan para bupatinya untuk siap sedia jika VOC memanggil. Rakyat Kasunanan juga rela berlatih perang untuk persiapan perang menghadapi Inggris.
Siberg dijanjikan lebih dari 5000 orang siap perang yang terlatih dan dianggap setara dengan kompi pasukan Eropa. Ini terdiri dari 48 kompi pasukan infanteri dan 2 kompi dragonder. Semuanya adalah pasukan model Eropa dan berseragam Eropa pula. Sebagian besar bersenjatakan senapan lantak sistem snaphance dan karabin.
Pasukan VOC pada tahun 1783.
Sumber

Saat dikirim, pasukan ini akan dipimpin oleh Mangkunegara. Akan tetapi Sunan menyerahkan kontrol penuh pasukan kepada Siberg. Alhasil nafsu Mangkunegara yang dianggap terlalu ingin berperang melawan Inggris dapat diredam. Diwaktu yang sama, Hamengkubuwana siap menyediakan lebih dari 5000 orang untuk membantu usaha perang ini.
Siberg juga melihat kondisi kedua benteng yang menjadi basis pasukan pribumi tersebut. Akomodasi dalam benteng termasuk baik. Akan tetapi beberapa pengerjaan untuk di Surakarta telat dari jadwal karena alat bangunan yang rusak. Alhasil Siberg memerintahkan penyelesaian secepatnya.
Berikutnya pada bulan November para personel pasukan Kasunanan yang diperbantukan ke VOC disumpah setia. Perjanjian ini sendiri dibacakan oleh masing - masing abdi terpilih di hadapan Sunan. Upacara tersebut dilaksanakan pada 19 Oktober 1781 di Pagelaran keraton Kasunanan. Poin - poin perjanjian tersebut adalah:
  • Kasunanan merelakan pasukannya untuk kepentingan VOC. 
  • Jika dikerahkan ke Batavia, mereka sebelumnya diberitahu akan menjalani perjalanan melalui darat. Pemberitahuan dikarenakan perjalanan melalui darat lebih lama dibanding memakai kapal.
  • Mereka digaji tiap bulannya oleh VOC dan diberi beras, garam, dan arak. Kaptin akan mendapat  24 real, lutnan 14 1/2 real, luweres 10 real, sareyan 7 1/2, kurpral 6, seldhadhut 4 1/2. Mereka juga mendapat beras 40 pon, garam 3 pon serta arak 3 kan.
  • Personel menyanggupi untuk memelihara persenjataan dan perlengkapan yang disuplai oleh VOC.
  • Para personel sebelumnya harus lulus dari pelatihan militer sebelum dikerahkan VOC.
  • Perjanjian sudah jelas disepakati oleh Sunan dan von Stralendorff. Para bawahan sudah dianggap paham.  

Saat perang usai pada tahun 1784, operasi militer Inggris tidak mencapai pulau Jawa, meski kekuasaan Belanda di Afrika diluluh lantakkan oleh Inggris. Akan tetapi Inggris meraih hasil strategis dari perang ini. Mereka mendapatkan akses bebas berlayar di Hindia Belanda pada tahun 1783. Hal tersebut akan menghantui Belanda nantinya.
Pada tahun 1788, Pakubuwana III mangkat. Dia digantikan oleh Pakubuwana IV yang ambisius. Sang Sunan yang baru ini berencana akan merebut beberapa daerah milik Kasultanan. Bahkan dia sudah menyiapkan pasukan. Hal ini dikarenakan keinginan sang Sunan untuk merubah keseimbangan kekuatan di Jawa bagian tengah. Dimana dia ingin memaksakan VOC untuk mengakui Kasunanan sebagai keraton senior dengan cara klaim Mangkunegara I atas tahta Kasultanan. Hal tersebut dikarenakan sang Sunan yang berhasil dibujuk oleh penasihat penting agamanya.
Menurut buku harian milik saya, terdapat catatan pasukan Kasunanan yang akan dikirim ke Kasultanan. Meski tidak bertahun akan tetapi ada kemungkinan, ada hubungannya dengan Peristiwa Pakepung. Ini dikarenakan entry buku harian terletak pada masa kekuasaan gouverneur generaal Willem Arnold Alting. Berikut rincian pasukan yang akan dikirim:
  1. Kamangkuyudan:           116 infanteri, 22 kavaleri
  2. Karumbinangan:             120 infanteri, 24 kavaleri
  3. Sumadiningratan:           116 infanteri, 22 kavaleri
  4. Martapuran:                    126 infanteri, 28 kavaleri
  5. Kaparak Kiwa Tengen:   153 infanteri, 22 kavaleri
  6. Gedhong Kiwa Tengen:  125 infanteri, 27 kavaleri
  7. Mancanagari:                  270 infanteri, 66 kavaleri
  8. Banyumasan:                   118 infanteri, 27 kavaleri
  9. Kadipaten:                       140 infanteri, 8 kavaleri
  10. Gadhingtawis:                   72 infanteri, 15 kavaleri
  11. Kriyasadaya:                     16 infanteri, 3 kavaleri
Total pasukan 1372 infanteri, 264 kavaleri

Tindakan sang Sunan mengakibatkan krisis politik yang dinamakan Peristiwa Pakepung. Hal tersebut juga diperparah oleh Belanda sendiri dengan kelicikan resident Solo yaitu Andries Hartsinck. Akan tetapi Hamengkubuwana berhasil membujuk VOC untuk mendukungnya. VOC mengirim pasukan dari Batavia menuju Surakarta pada tahun 1789. Setelah mendekati Mangkunegara, ketiga pihak tersebut mulai mengepung Surakarta.
Pakubuwana IV.
Sumber
VOC mengerahkan sebagian awak dari (fregat / salup) de Valk dan fregat Scipio dari Semarang serta pasukan Madura. Benteng di Solo sudah ditempati oleh awak kapal VOC pada tanggal 4 November 1790. Pasukan tersebut sekaligus pasukan Madura yang dipimpin oleh kapitein ter zee Hartman. Nanti datang juga elemen pasukan gabungan VOC lainnya beberapa hari kedepan.
Pasukan VOC yang terdiri dari pasukan Eropa, Sumenep dan Sepoy yang dipimpin oleh van Rijck (saat ini sudah menjadi majoor), mendirikan bivak di Salatiga. Pasukan Kasultanan menempati posisi Utara dan Timur kota Surakarta. Hamengkubuwana mengumpulkan lebih dari 2000 orang jauh diluar daerah monconagoro-nya. Sedangkan pasukannya yang mengepung sebelah Timur kota, berjumlah 2000 orang. Terdapat kontingen Kasultanan lainnya yang dipimpin oleh Pangeran Notokusumo (kelak Paku Alam I) dan Pangeran Hangabehi yang berangkat dari Delanggu. Mereka kemudian menempatkan diri di Mangkuyudan setelah melalui Laweyan. Garnisun VOC Yogyakarta pimpinan kapitein der dragonder Burgemeester sudah bergerak menuju Tangkisan.
Berikutnya gouverneur Java Nordoostkust yaitu Jan Greeve yang ditemani kapitein ter zee Antoni Hendricus Christian Staringh dari fregat Thetis dan Hendrik Conrad Aalbers dari brig Zwaluw serta pasukan pribumi dan awak kapal VOC, datang menemui Pakubuwana. Sang Sunan yang sejatinya mempunyai pasukan yang besar yaitu hampir 7000 orang, terkepung di keratonnya. Pada akhirnya dia menerima delegasi VOC pada tanggal 6 November. Pengepungan tetap dilakukan sembari VOC mengirimkan misi diplomatik agar Sunan menyerahkan para penasihat agamanya.
Dalam pengepungan ini sendiri, sebenarnya Kasunanan tidak tinggal diam. Sempat ada usaha untuk memberi tekanan kepada kepungan pasukan gabungan. Pada tanggal 16 November, para Bupati sudah dipanggil untuk membawa pasukan mereka. Bahkan pasukan dari Banyumas sudah tiba di kota Surakarta.
Akan tetapi pengepungan semakin bertambah lama. Hal tersebut juga diperburuk dengan meningkatnya jumlah pasukan pengepung. Pada akhirnya Sunan menyerah dan membatalkan rencananya. Kemudian dia mencopot penasihatnya pada tanggal 26 November serta menyerahkannya kepada VOC.
Pasukan VOC Resimen de Meuron yang eksis dari tahun 1781 - 1795.
Sumber

Meski kondisi politik tidak berubah sama sekali bagi Kasultanan maupun Mangkunegara, akan tetapi warisan dari peristiwa ini adalah kebencian Kasunanan kepada Kasultanan. Hal tersebut sudah terlihat saat mangkatnya Hamengkubuwana I pada tahun 1792, saudara Pakubuwana yaitu Pangeran Mangkubumi langsung mengerahkan 260 orang kavaleri ke Adilanggu. Dari sana mereka akan menyerang daerah Kasultanan serta menaklukannya. Meski niat Mangkubumi disini adalah membalas dendam kepada Kasultanan. Tidak lama kemudian, saudara Mangkubumi yaitu Pangeran Buminoto ikut serta dengan mengerahkan beberapa pasukannya. Akan tetapi VOC saat mendengar kabar tersebut langsung mengirim utusan ke Pakubuwana agar menarik pasukan tersebut. Untuk Pakubuwana IV sendiri salah seorang petinggi Belanda yaitu Nicolaus Engelhard menyebut bahwa dia lebih ditakuti jika terjadi perang.
Sejatinya meski hubungan masing - masing negara vorstenlanden sudah tidak sama seperti dahulu lagi, namun VOC masih bermimpi untuk mengerahkan mereka dalam pertahanan Jawa. Seperti  pada tahun 1797 saat Hindia Belanda dijamah Perang Revolusi Perancis antara Inggris dengan Perancis. Inggris saat itu sudah mulai menyerang dan menaklukan koloni Republik Bataaf (termasuk VOC) yang merupakan sekutu Perancis. Maka saat kontingen royal navy pimpinan rear admiral Peter Rainier terlihat mengejar skadron Perancis pimpinan contre amiral Pierre Cesar Charles de Sercey di Laut Jawa, pulau Jawa sekali lagi waspada menghadapi lawan.
VOC mengkhawatirkan tentang invasi Rainier. Bukan tidak mungkin Batavia akan diserang karena de Sercey sebelumnya sempat berlabuh disitu. Sekali lagi pasukan vorstenlanden dimintai bantuan sekaligus VOC menginginkan mereka untuk mempertahankan pulau Jawa seperti halnya tahun 1781. Bahkan beberapa minister menyatakan jika Cirebon diserbu maka pasukan vorstenlanden akan diminta datang membantu. Akan tetapi VOC menolak tawaran Sunan dan Sultan untuk mengirim 2000 orang pasukan ke Batavia. Meski begitu pasukan dilaporkan terlatih dan berdisiplin dalam peperangan dengan senjata api.
Rainier sendiri gagal bertemu dengan de Sercey. Akan tetapi kedua elemen skadron sempat bersua di Selat Bali yang berakhir dengan kemenangan Inggris. Jawa aman tidak dijamah oleh royal navy, akan tetapi ini hanyalah hidangan pembuka dari ancaman Inggris ....
Serdadu Swiss VOC.
Kemungkinan dari Resimen de Meuron pada tahun 1795.
Sumber: Alamy.com


<--- Seragam                                                                  Daerah Konflik - Bataaf hingga Inggris --->

Minggu, 01 September 2019

Singgah di Jeddah

Setelah singgah di Port Said dan melewati Suez, kali ini sang penulis singgah di Jeddah. Catatan yang saya tampilkan disini sedikit. Ini karena sebagian besar catatan asli lebih mengenai hubungan personal yang kurang elok ditampilkan disini.

Sabtu Pahing, 652-69/29. Februari 21, 1959 D.13 
Barges di London dekade 1950an.
Sumber
Tinyku yang aku kangeni banget. 
Seusai dua hari dan dua malam menyeberangi Laut Tengah, pagi ini jam 7 sudah tiba di Jeddah. Pelabuhan Jeddah itu tidak seperti Tanjung Priok, tetapi pelabuhan yang blak - blakan. Maksudnya kapal yang berlabuh harus ditengah saat menurunkan jangkar. Dari daratan dikirim perahu besar yang disebut "barges". Disitu barang yang akan dibongkar, diterima dan ditumpuk kemudian dikirim ke daratan. Orang - orang buruh di Jeddah bekerjanya cepat, tapi ya terlihat kasar. Aku sampai khawatir banyak barang yang rusak. 
Jam 2 siang, semua barang sudah selesai dibongkar. Katanya total 300 ton. Akan tetapi kira - kira jam 4 sore, kapal bisa menarik jangkar dan berangkat kembali. Sekarang menuju ke Port Sudan, jika saja besok pagi sudah tiba disana.


Usia: 1959