Label

agfa (4) amerika (61) belanda (217) buku (79) bulu tangkis (6) calm before storm (1919-1938) (83) canteen (6) cina (25) diary (22) dongeng (2) filateli (30) film (7) foto (64) gaji (3) gevaert (3) happy birthday (8) helm (22) hukum (2) indonesia (256) inggris (53) italia (15) jepang (60) jerman (69) kanji (10) kapal (36) kartun (1) kenang-kenangan invaliden (4) kepala negara (68) knil (93) komik (1) koos allemany (18) koran (5) liner (2) lukisan (3) m1 (11) majalah (15) manual (10) medali (31) misteri (20) muara-buku (12) museum goes to campus (8) musik (6) named collection (24) olah raga (9) once upon a time (3) paper work (45) paska soviet (19) pengumuman (8) perang dingin (158) perang dunia I (32) perang dunia II (162) personal tale (4) perwira (73) peta (9) polisi (18) post-napoleonic (6) prajurit (80) propaganda (57) repro (4) rusia (14) sekolah (7) senjata (18) seragam (32) sipil (107) Story Behind Letter (5) surakarta (70) tentara (137) tni (91) ulang tahun blog (17) unik (72) update (49) veteran (10) victorian-edwardian (41) video (18) voc (11) Wij Strijden Met De Teekenstift (52)

Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Tampilkan postingan dengan label olah raga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label olah raga. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Maret 2017

Intermezzo - APRA, Sultan, dan Bulu Tangkis

Halo kali ini saya akan memperkenalkan jenis post yang baru. Intermezzo, post ini akan berisi informasi - informasi ringan yang saya rangkum dalam 1 post. Informasi yang saya tulis disini baik itu dari koleksi saya ataupun dari koleksi yang belum saya punya.

Jadi berikut adalah post Intermezzo pertama. :)
Informasi pertama berasal dari buku milik teman saya yaitu muara-buku. Buku disini adalah "Negaraku Sepuluh Tahun revolusi Indonesia dalam lukisan" cetakan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada tahun 1955 yang disusun oleh Samawi.
Di buku ini terdapat informasi yang sangat menarik. Yang pertama adalah helm yang dipakai oleh pasukan TNI saat masa Revolusi Kemerdekaan. Pada buku ini terlihat gambar seorang prajurit TNI yang memakai helm Belanda (kemungkinan buatan Amerika yaitu milsco) lengkap dengan gambar bintang sudut 5 di bagian depannya. Ada kemungkinan ini sebagai penanda bahwa sang prajurit berasal dari cabang kemiliteran Angkatan Darat. Praktek yang mirip dan bukan tidak mungkin diturunkan dari Jepang.
Sumber

Informasi yang kedua adalah gambar kartun atau lebih tepatnya karikatur. Karikatur yang digambar disini adalah Konferensi Malino. Konferensi tersebut saat itu membahas rencana pembentukan federasi yang meliputi daerah - daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan De Groote Oost pada tahun 1946. 

Seperti yang kartunis gambarkan, konferensi tersebut dikepalai oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Hubertus van Mook dan hasilnya pembentukan Negara Indonesia Timur. Uniknya sang kartunis menggambar semua peserta konferensi dengan wajah van Mook. Ada kemungkinan karena sang kartunis menganggap konferensi tersebut merugikan Indonesia dan pertemuan tersebut tidak lain adalah usaha van Mook untuk memecah Indonesia. Alhasil digambarkanlah van Mook untuk seluruh peserta disini ... kecuali untuk patung Ratu Wilhelmina.
Gambar karikatur diatas mengingatkan saya dengan gambar karikatur serupa namun mengambil tokoh yaitu Kanselir Jerman Otto von Bismarck.

Karikatur yang berasal dari majalah Kladderadatsch pada tahun 1878 tersebut menggambarkan posisi Bismarck di parlemen yang semakin diktatorial. Serupa dengan van Mook di atas, sangat unik memang melihat Bismarck dengan berbagai keunikan. Hebatnya lagi, sang pelayan juga digambarkan sebagai Bismarck pula!
Informasi dari buku yang ketiga adalah A.P.R.A. Anda mungkin pernah bertanya - tanya, apakah A.P.R.A. pernah mempunyai logo atau benderanya sendiri. Jawabannya adalah ada! Di buku tersebut tercantum gambar A.P.R.A. yang unik.
Yang pertama adalah logo:

Logo A.P.R.A. disini unik karena sesuai dengan kepanjangan namanya yaitu "Angkatan Perang Ratu Adil", dipilihlah timbangan sebagai lambang yang juga lambang keadilan. Raymond Westerling sebagai pemimpin A.P.R.A. sendiri dapat dibilang pintar selain memanfaatkan kepercayaan Jawa yaitu "Ratu Adil" dalam gerakannya, menurut saya, dia juga memilih obyek yang tepat agar masyarakat awam bisa langsung mengambil kesimpulan terhadap gerakannya. Namun kita tidak akan pernah tahu efek jangka panjang dari pemilihan simbol tersebut, karena A.P.R.A. langsung dikalahkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kembali lagi ke logo, terdapat pula tulisan "A.P.R.A." dan inisial "D.B". Belum diketahui kepanjangan dari D.B. disini namun ada kemungkinan inisial tersebut adalah "Detasemen Bandung". Bandung disini tidak lain adalah salah satu target serangan Westerling saat pemberontakan dilancarkan.
Terdapat pula inisial "M.J.M.K.", namun saya masih belum bisa mengetahui arti kepanjangannya pula. Ada kemungkinan inisial tersebut adalah singkatan dari ideologi A.P.R.A.
Ada pula bintang sudut 5 berjumlah 4 buah. Sekali lagi, saya belum bisa mengartikannya. Namun ada kemungkinan bahwa bintang tersebut menandakan sila atau lambang ideologi A.P.R.A.
Yang kedua adalah stempel yang digunakan baik dalam hal militer maupun mungkin pemerintahan.

Untuk stempel pemerintahan terlihat lambang timbangan dan tulisan A.P.R.A. dan R.B.N. Untuk R.B.N. masih belum diketahui apa kepanjangannya. Namun ada yang menarik dari stempel tersebut, yaitu adanya tulisan "Persatuan Indonesia". Apakah tulisan tersebut adalah semboyan A.P.R.A.?
Untuk stempel militer ada berbagai jenis. Untuk tulisan "KOM", kemungkinan kependekan dari Komando atau Komandan. Sedangkan "BAT" kemungkinan berasal dari kata Batalion. Untuk "XO" atau "KO" belum bisa diketahui. Untuk angka kemungkinan besar adalah nomor unit.
Yang terakhir dari A.P.R.A. dan the best one adalah bendera.

Seperti yang anda lihat, bendera A.P.R.A. serupa dengan bendera Indonesia yaitu merah - putih. Namun terdapat bintang sudut 5 yang berjumlah 5 buah. Uniknya jumlah bintang tersebut berbeda dengan jumlah bintang pada logo yang digunakan oleh A.P.R.A.. Selain bintang ada pula hiasan pda tengah bendera, kemungkinan hiasan tersebut adalah untaian padi atau mungkin untaian laurel.
Berikut adalah penggambaran ulang bendera A.P.R.A. Harap diperhatikan penggambaran ini belum tentu benar karena saya tidak mempunyai data selain contoh diatas.

Sumber
Setelah buku, informasi berikutnya adalah medali. Medali buatan lokal di masa kolonial Belanda tepatnya. Bagi anda yang sudah membaca post saya tentang Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta, anda pasti bertemu dengan medali Mendhali kang minongka kapengetaning pahargyan tingalan dalem tumbuk yuswa 64 tahun bukan? Kali ini saya akan memperlihatkan medali yang serupa bentuknya namun dari Keraton Kasultanan Yogyakarta!
Sumber

Medali di atas bernama Draagmedaille van Sultan Djokjakarta. Sayang selain belum pernah mendapatkan medali tersebut, saya juga belum pernah mendapatkan data lengkapnya pula. Namun dari informasi yang ada, medali tersebut diberikan kepada baik keluarga keraton dan pegawai keraton Yogyakarta yang setia dalam mengabdi dan bekerja. Medali yang pertama kali ditetapkan pada tahun 1933 tersebut berukuran 32,7 mm dan disepuh emas. Pada bagian muka terdapat relief Sultan Hamengkubuwono VIII dan di sebalik medali terdapat lambang Kasultanan dan angka jawa 8 yang berarti Kasultanan dibawah pemerintahan Hamengkubuwono VIII. 
Tercatat pula, selain menggunakan ribbon berwarna hijau muda, juga ada ribbon berwarna putih - merah - putih. Warna medali juga berwarna perak. Kemungkinan medali Hamengkubuwono VIII ini dibagi menjadi beberapa kelas. Seperti yang tertera pada gambar dibawah, Draagmedaille van Sultan Djokjakarta ini diatur dalam Peraturan Sultan Yogyakarta tanggal 20 Maret 1933 No. 2/H (Rijksblad No. 2).
Sumber

Lukisan Patih Danureja VIII.
Terlihat dia memakai Draagmedaille van Sultan Djokjakarta.
Uniknya medali berwarna emas bukannya perak.
Sumber

Untuk informasi terakhir hanyalah 2 foto kontingen bulu tangkis Piala Thomas Indonesia sebelum pelaksanaan Piala Thomas tahun 1961.
Beberapa anggota Tim Piala Thomas tahun 1958 atau tahun 1961.
Mereka berfoto bersama Menteri Olah Raga R. Maladi dan entah Perdana Menteri / Menteri Keuangan Ir. Djuanda atau Ketua PBSI periode 1952 - 1963 & 1967 - 1981 Dick Sudirman.
Di barisan belakang terlihat Ketua PBSI periode 1965 - 1967 Padmo Sumasto, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bie, Tan Djoe Hok, Ferry Sonneville, Eddy Jusuf, dan kemungkinan Lie Poo Djian, serta kemungkinan Olich Solihin

Foto ini serupa dengan foto di atas
Terdapat Maladi, Padmo Sumasto, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bie, Eddy Jusuf, Tan Djoe Hok, Ferry Sonneville, dan kemungkinan Lie Poo Djian


Usia: 1933 - 1961

Minggu, 18 Desember 2016

Thomas Cup 1964 - We're the Champion !

Akhirnya kita sampai pada tujuan akhir kita di Thomas Cup tahun 1964 ini. Setelah partai final, mari kita lihat perayaan juara di tanah air!
Yang pertama saat kontingen sampai di Indonesia dan Piala Thomas diturunkan. Kemungkinan ini terjadi di bandara Kemayoran.

Kita asumsikan tujuan kontingen setelah dari bandara adalah ke Istana Merdeka. 
Setibanya di Istana Merdeka, kontingen disambut oleh Presiden Soekarno. Kita bisa lihat para kontingen mendengar dengan seksama pidato yang dibacakan olehnya.
Disini kita bisa melihat Ketua PBSI saat itu yaitu Sukamto Sayidiman.
Selain itu juga terlihat Tan King Gwan, Tutang Djamaluddin, Ang Tjin Siang, Ferry Sonneville, Tan Djoe Hok, Eddy Jusuf dan Liem Cheng Kiang.

Dalam waktu yang bersamaan, Soekarno menganugerahkan tanda jasa kepada para atlet badminton kita ini. 
Bintang Jasa Nararya diserahkan kepada:
  • Ferry Sonneville
  • Tan Djoe Hok
  • Eddy Jusuf
  • Tan King Gwan

Satyalancana Kebudayaan diserahkan kepada:
  • Ang Tjin Siang
  • Liem Cheng Kiang
  • Abdul Patah Unang
  • Tutang Djamaluddin
  • Wong Pek Sen

Berikutnya Piala Thomas beserta seluruh kontingen diarak. Terbukti dari para atlet yang sudah mengenakan tanda penghargaan pada kerah jas mereka. Kita bisa melihat prosesi pawai sampai di Bundaran H.I. (Hotel Indonesia). Di latar belakang terlihat Patung Selamat Datang.



Kita bisa saksikan antusiasme masyarakat Jakarta sangatlah tinggi. Prosesi tersebut sudah pasti dikawal aparat keamanan, salah satunya oleh Polantas. Kita bisa lihat beberapa wartawan ikut mengabadikan momen penting tersebut.
Bukti tambahan dari antusiasme masyarakat adalah iring - iringan sepeda motor yang mengikuti dari belakang.


Berikutnya acara dilanjutkan dengan ramah tamah. Tamu di acara tersebut memang tidak sembarangan. Salah satunya adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.

Kita bisa lihat Nasution menyalami salah satu kontingen. Kemungkinan adalah Tutang Djamaluddin. Di sebelah kiri Nasution terlihat Ang Tjin Siang tersenyum.
Selain Nasution, salah satu tamu yang ikut datang adalah Gubernur Jakarta saat itu.

Gubernur yang dimaksud adalah Sumarno Sosroatmojo yang duduk di paling kanan.
Setelah acara resmi berakhir, saatnya acara yang lebih santai. Terlihat para kontingen sampai di kemungkinan Markas PBSI di Cipayung.

Kita bisa melihat para kontingen berfoto bersma orang - orang tercinta mereka. Terlihat Sukamto Sayidiman, Padmo Soemasto, Ferry Sonneville, Tutang Djamaluddin, dan Ang Tjin Siang. Jika kita perhatikan pada dada Ang Tjin Siang sudah tersemat medali. 
Berikutnya kemungkinan di dalam gedung tersebut, Tan Djoe Hok dan Olich Solichin berfoto bersama Piala Thomas serta para tamu yang datang.  

Siapakah tamu disini? Apakah dari instansi yang sama jika melihat dari gaya pakaiannya yang sama? Apakah orang - orang tersebut adalah atlet PBSI?
Setelah acara tersebut bukan berarti kontingen sudah bisa beristirahat. Karena masih ada acara yang menunggu mereka. Yang pertama saat kontingen menerima kenang - kenangan berupa vandel.
Dari kiri ke kanan: Tan King Gwan, Liem Cheng Kiang, Wong Pek Sen, Ang Tjin Siang, Tan Djoe Hok, tidak diketahui, Ferry Sonneville, tidak diketahui, Eddy Jusuf, Abdul Patah Unang, Tutang Djamaluddin

Sayang tidak diketahui siapa yang memberikan vandel tersebut. Selain itu pula kita bisa melihat para kontingen memakai medali - medali mereka. Bintang Jasa yang dikenakan oleh Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville terlihat lebih terang dibandingkan Satyalancana Kebudayaan yang tersemat pada Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang, dan Tutang Djamaluddin. Perbedaan pemberian tanda jasa ini ini kemungkinan karena baik Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville sudah memenangi Piala Thomas sebelumnya. Berbeda dengan Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang dan Tutang Djamaluddin yang baru kali ini memenanginya. Hipotesis ini berdasarkan dari informasi yang saya pernah singgung di post berikut ini. Jika seseorang pernah mendapatkan sebuah medali yang tidak mempunyai kelas dan jika dia berjasa kembali, maka dia akan dianugerahi dengan tanda penghargaan diatasnya. Dalam hal ini, Bintang Jasa.
Acara berikutnya masih tidak diketahui. Dimana Sukamto Sayidiman menerima sebuah bingkisan.

Acara lainnya adalah acara yang diadakan oleh BNI. Ya, bank terkenal itu Bank Negara Indonesia  (saat itu masih bernama BNI 46). Acara ini dihadiri oleh para petinggi bank tersebut seperti Presiden Direktur Dr. Soeharto, Wakil Presiden Direktur R.M.S. Kertopati beserta istri, Direktur S. Parmopranoto dan Hasan Satir S.H.
Padmo Soemasto menerima kenang - kenangan dari (kemungkinan) Nyonya Kertopati.
Pada latar belakang terdapat papan tulis yang memuat jadwal acara dan tercantum nama para pejabat BNI

Padmo Sumasto menerima pemberian dari entah Wakil Presiden Direktur Kertopati atau Direktur Parmopranoto 

Kemudian beberapa perwakilan PBSI di antaranya Olich Solichin berpose dengan kenang - kenangan yang mereka terima.

Perhatikan vandel BNI yang diterima oleh salah seorang perwakilan PBSI, logo yang dipakai pada vandel tersebut adalah logo BNI lama.
Foto berikutnya adalah foto bersama dengan perwakilan PBSI lainnya. Terlihat Ferry Sonneville dan Tan King Gwan.
Di sebelah kiri Ferry Sonnevile terlihat Presiden Direktur BNI Dr. Soeharto

Jika kita perhatikan, Tan king Gwan memakai 2 medali pada jasnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedua medali tersebut adalah Bintang Jasa dan Satyalancana Kebudayaan. Satyalancana Kebudayaan disini kemungkinan adalah tanda penghargaan pertama yang didapat oleh Tan King Gwan. Namun uniknya, Ferry Sonneville tidak memakai medalinya.
Jadi beginilah sejarah kecil Piala Thomas pada tahun 1964 melalui hasil bidikan juru foto PBSI yang tidak dikenal ini. Semoga bisa menambah wawasan sejarah olah raga Indonesia anda semua.


Usia: 1964


<--                                                                                                                                                 
Final


NB: Mohon koreksinya perihal para pejabat BNI disini jika saya melakukan kesalahan. šŸ™

Minggu, 11 Desember 2016

Batavia oh Batavia

Akhir - akhir ini saya mendapatkan beberapa foto menarik. Foto - foto ini memperlihatkan beberapa anak muda pribumi pada masa Belanda yang berdomisili di Batavia (Jakarta).
Perjalanan foto kita awali dari salah satu monumen yang terlupakan yaitu Monumen Jenderal van Heutsz.

Monumen tersebut diresmikan pada tahun 1932 untuk mengenang jasa Jenderal dan nantinya Gubernur Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz. Sayang foto dalam kondisi tidak sempurna lagi, namun kita masih bisa memperhatikan patung gajah yang terlihat sangat unik.
Berikutnya kita ke Het museum van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kelak bernama Museum Nasional) atau lebih dikenal sebagai Gedung Gajah atau Gedung Arca.

Perhatikan tulisan "Museum" pada gedung serta beberapa meriam yang terpajang di sekitar patung gajah pemberian Raja Siam Chulalongkorn pada tahun 1871.
Tempat berikutnya adalah sebuah stadion sepak bola.

Saya masih belum bisa mengidentifikasi secara pasti stadion ini. Namun ada kemungkinan stadion ini adalah Stadion Viosveld atau Stadion Menteng.
Jika kita lihat, sang juru foto sempat melakukan perjalanan keluar kota. Dan jurusan perjalanan dia adalah ke pelabuhan Tanjung Priok. Namun sebelumnya dia mengambil foto di Stasiun Tanjung Priok.

Ada kemungkinan sang juru foto mengambil foto ini saat dia tiba.
Perhatikan kondisi stasiun yang tidak banyak berubah dengan kondisi masa kini.
Sumber

Berikutnya adalah teman - teman sang juru foto sedang berpose di ruang tunggu.

Ada kemungkinan ruang tunggu tersebut berada di pelabuhan Tanjung Priok.
Setelah dari ruang tunggu, para pemuda tersebut langsung bersantai di area sekitar pelabuhan.

Ada kemungkinan kapal di latar belakang adalah kapal Jepang atau Cina. Ini terlihat dari tulisan kanji pada bagian samping kapal.
Berikutnya foto dengan rasa humor.

"Alweer Tarzan tjari oedang".
"Tarzan sekali lagi mencari udang", itulah arti tulisan pada album foto. Kurang diketahui apakah orang pada foto tersebut adalah teman sang juru foto atau orang asing.
Setelah bersantai - santai, saatnya masuk ke area pelabuhan.

Sebelum naik ke kapal, sang juru foto mengabadikan kesibukan penumpang turun dari kapal. 
Selain foto - foto kesibukan di atas, sang juru foto sempat memotret sebuah kapal yang berangkat.
Sumber

Jika melihat dari bendera yang berkibar pada tiang kapal, kita bisa mengidentifikasi bahwa kapal tersebut dari perusahaan Rotterdamsche Lloyd. Kemungkinan kapal tersebut adalah MS Indrapoera.
Selain kapal Indrapoera, dia juga sempat memotret kapal yang dia tumpangi.

Dasar anak muda, sang juru foto juga sempat memotret hal yang tidak biasa baginya. Yaitu rombongan padvinder (pramuka) yang berkumpul dan ikut berangkat.

Dan berikut bukti bahwa para pramuka tersebut ikut pula menumpangi kapal yang sama.

Selang beberapa lama dan akhirnya sampai di tujuan, sang juru foto sekali lagi memotret kesibukan saat kapal yang dia tumpangi sampai di tujuan dan para penumpang mulai berhamburan turun.

Kita bisa melihat semua orang dari berbagai ras entah Inlander ataupun Eropa saling mengantri turun. Jika kita perhatikan pula terlihat beberapa orang polisi atau tentara yang berjaga.  Uniknya salah satu foto dicetak di Batavia.
Kemanakah sang juru foto melakukan perjalanan? Tidak lain adalah Semarang!

Hal tersebut dibuktikan dengan mercusuar Willem III dekat pelabuhan Tanjung Emas yang dia abadikan disini.
Jadi beginilah foto tempo dulu yang ada hubungannya dengan Jakarta tempo dulu alias ... Batavia.


Usia: <1942