Label

agfa (4) amerika (61) belanda (217) buku (79) bulu tangkis (6) calm before storm (1919-1938) (83) canteen (6) cina (25) diary (22) dongeng (2) filateli (30) film (7) foto (64) gaji (3) gevaert (3) happy birthday (8) helm (22) hukum (2) indonesia (256) inggris (53) italia (15) jepang (60) jerman (69) kanji (10) kapal (36) kartun (1) kenang-kenangan invaliden (4) kepala negara (68) knil (93) komik (1) koos allemany (18) koran (5) liner (2) lukisan (3) m1 (11) majalah (15) manual (10) medali (31) misteri (20) muara-buku (12) museum goes to campus (8) musik (6) named collection (24) olah raga (9) once upon a time (3) paper work (45) paska soviet (19) pengumuman (8) perang dingin (158) perang dunia I (32) perang dunia II (162) personal tale (4) perwira (73) peta (9) polisi (18) post-napoleonic (6) prajurit (80) propaganda (57) repro (4) rusia (14) sekolah (7) senjata (18) seragam (32) sipil (107) Story Behind Letter (5) surakarta (70) tentara (137) tni (91) ulang tahun blog (17) unik (72) update (49) veteran (10) victorian-edwardian (41) video (18) voc (11) Wij Strijden Met De Teekenstift (52)

Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Tampilkan postingan dengan label bulu tangkis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bulu tangkis. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Maret 2017

Intermezzo - APRA, Sultan, dan Bulu Tangkis

Halo kali ini saya akan memperkenalkan jenis post yang baru. Intermezzo, post ini akan berisi informasi - informasi ringan yang saya rangkum dalam 1 post. Informasi yang saya tulis disini baik itu dari koleksi saya ataupun dari koleksi yang belum saya punya.

Jadi berikut adalah post Intermezzo pertama. :)
Informasi pertama berasal dari buku milik teman saya yaitu muara-buku. Buku disini adalah "Negaraku Sepuluh Tahun revolusi Indonesia dalam lukisan" cetakan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada tahun 1955 yang disusun oleh Samawi.
Di buku ini terdapat informasi yang sangat menarik. Yang pertama adalah helm yang dipakai oleh pasukan TNI saat masa Revolusi Kemerdekaan. Pada buku ini terlihat gambar seorang prajurit TNI yang memakai helm Belanda (kemungkinan buatan Amerika yaitu milsco) lengkap dengan gambar bintang sudut 5 di bagian depannya. Ada kemungkinan ini sebagai penanda bahwa sang prajurit berasal dari cabang kemiliteran Angkatan Darat. Praktek yang mirip dan bukan tidak mungkin diturunkan dari Jepang.
Sumber

Informasi yang kedua adalah gambar kartun atau lebih tepatnya karikatur. Karikatur yang digambar disini adalah Konferensi Malino. Konferensi tersebut saat itu membahas rencana pembentukan federasi yang meliputi daerah - daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan De Groote Oost pada tahun 1946. 

Seperti yang kartunis gambarkan, konferensi tersebut dikepalai oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Hubertus van Mook dan hasilnya pembentukan Negara Indonesia Timur. Uniknya sang kartunis menggambar semua peserta konferensi dengan wajah van Mook. Ada kemungkinan karena sang kartunis menganggap konferensi tersebut merugikan Indonesia dan pertemuan tersebut tidak lain adalah usaha van Mook untuk memecah Indonesia. Alhasil digambarkanlah van Mook untuk seluruh peserta disini ... kecuali untuk patung Ratu Wilhelmina.
Gambar karikatur diatas mengingatkan saya dengan gambar karikatur serupa namun mengambil tokoh yaitu Kanselir Jerman Otto von Bismarck.

Karikatur yang berasal dari majalah Kladderadatsch pada tahun 1878 tersebut menggambarkan posisi Bismarck di parlemen yang semakin diktatorial. Serupa dengan van Mook di atas, sangat unik memang melihat Bismarck dengan berbagai keunikan. Hebatnya lagi, sang pelayan juga digambarkan sebagai Bismarck pula!
Informasi dari buku yang ketiga adalah A.P.R.A. Anda mungkin pernah bertanya - tanya, apakah A.P.R.A. pernah mempunyai logo atau benderanya sendiri. Jawabannya adalah ada! Di buku tersebut tercantum gambar A.P.R.A. yang unik.
Yang pertama adalah logo:

Logo A.P.R.A. disini unik karena sesuai dengan kepanjangan namanya yaitu "Angkatan Perang Ratu Adil", dipilihlah timbangan sebagai lambang yang juga lambang keadilan. Raymond Westerling sebagai pemimpin A.P.R.A. sendiri dapat dibilang pintar selain memanfaatkan kepercayaan Jawa yaitu "Ratu Adil" dalam gerakannya, menurut saya, dia juga memilih obyek yang tepat agar masyarakat awam bisa langsung mengambil kesimpulan terhadap gerakannya. Namun kita tidak akan pernah tahu efek jangka panjang dari pemilihan simbol tersebut, karena A.P.R.A. langsung dikalahkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kembali lagi ke logo, terdapat pula tulisan "A.P.R.A." dan inisial "D.B". Belum diketahui kepanjangan dari D.B. disini namun ada kemungkinan inisial tersebut adalah "Detasemen Bandung". Bandung disini tidak lain adalah salah satu target serangan Westerling saat pemberontakan dilancarkan.
Terdapat pula inisial "M.J.M.K.", namun saya masih belum bisa mengetahui arti kepanjangannya pula. Ada kemungkinan inisial tersebut adalah singkatan dari ideologi A.P.R.A.
Ada pula bintang sudut 5 berjumlah 4 buah. Sekali lagi, saya belum bisa mengartikannya. Namun ada kemungkinan bahwa bintang tersebut menandakan sila atau lambang ideologi A.P.R.A.
Yang kedua adalah stempel yang digunakan baik dalam hal militer maupun mungkin pemerintahan.

Untuk stempel pemerintahan terlihat lambang timbangan dan tulisan A.P.R.A. dan R.B.N. Untuk R.B.N. masih belum diketahui apa kepanjangannya. Namun ada yang menarik dari stempel tersebut, yaitu adanya tulisan "Persatuan Indonesia". Apakah tulisan tersebut adalah semboyan A.P.R.A.?
Untuk stempel militer ada berbagai jenis. Untuk tulisan "KOM", kemungkinan kependekan dari Komando atau Komandan. Sedangkan "BAT" kemungkinan berasal dari kata Batalion. Untuk "XO" atau "KO" belum bisa diketahui. Untuk angka kemungkinan besar adalah nomor unit.
Yang terakhir dari A.P.R.A. dan the best one adalah bendera.

Seperti yang anda lihat, bendera A.P.R.A. serupa dengan bendera Indonesia yaitu merah - putih. Namun terdapat bintang sudut 5 yang berjumlah 5 buah. Uniknya jumlah bintang tersebut berbeda dengan jumlah bintang pada logo yang digunakan oleh A.P.R.A.. Selain bintang ada pula hiasan pda tengah bendera, kemungkinan hiasan tersebut adalah untaian padi atau mungkin untaian laurel.
Berikut adalah penggambaran ulang bendera A.P.R.A. Harap diperhatikan penggambaran ini belum tentu benar karena saya tidak mempunyai data selain contoh diatas.

Sumber
Setelah buku, informasi berikutnya adalah medali. Medali buatan lokal di masa kolonial Belanda tepatnya. Bagi anda yang sudah membaca post saya tentang Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta, anda pasti bertemu dengan medali Mendhali kang minongka kapengetaning pahargyan tingalan dalem tumbuk yuswa 64 tahun bukan? Kali ini saya akan memperlihatkan medali yang serupa bentuknya namun dari Keraton Kasultanan Yogyakarta!
Sumber

Medali di atas bernama Draagmedaille van Sultan Djokjakarta. Sayang selain belum pernah mendapatkan medali tersebut, saya juga belum pernah mendapatkan data lengkapnya pula. Namun dari informasi yang ada, medali tersebut diberikan kepada baik keluarga keraton dan pegawai keraton Yogyakarta yang setia dalam mengabdi dan bekerja. Medali yang pertama kali ditetapkan pada tahun 1933 tersebut berukuran 32,7 mm dan disepuh emas. Pada bagian muka terdapat relief Sultan Hamengkubuwono VIII dan di sebalik medali terdapat lambang Kasultanan dan angka jawa 8 yang berarti Kasultanan dibawah pemerintahan Hamengkubuwono VIII. 
Tercatat pula, selain menggunakan ribbon berwarna hijau muda, juga ada ribbon berwarna putih - merah - putih. Warna medali juga berwarna perak. Kemungkinan medali Hamengkubuwono VIII ini dibagi menjadi beberapa kelas. Seperti yang tertera pada gambar dibawah, Draagmedaille van Sultan Djokjakarta ini diatur dalam Peraturan Sultan Yogyakarta tanggal 20 Maret 1933 No. 2/H (Rijksblad No. 2).
Sumber

Lukisan Patih Danureja VIII.
Terlihat dia memakai Draagmedaille van Sultan Djokjakarta.
Uniknya medali berwarna emas bukannya perak.
Sumber

Untuk informasi terakhir hanyalah 2 foto kontingen bulu tangkis Piala Thomas Indonesia sebelum pelaksanaan Piala Thomas tahun 1961.
Beberapa anggota Tim Piala Thomas tahun 1958 atau tahun 1961.
Mereka berfoto bersama Menteri Olah Raga R. Maladi dan entah Perdana Menteri / Menteri Keuangan Ir. Djuanda atau Ketua PBSI periode 1952 - 1963 & 1967 - 1981 Dick Sudirman.
Di barisan belakang terlihat Ketua PBSI periode 1965 - 1967 Padmo Sumasto, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bie, Tan Djoe Hok, Ferry Sonneville, Eddy Jusuf, dan kemungkinan Lie Poo Djian, serta kemungkinan Olich Solihin

Foto ini serupa dengan foto di atas
Terdapat Maladi, Padmo Sumasto, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bie, Eddy Jusuf, Tan Djoe Hok, Ferry Sonneville, dan kemungkinan Lie Poo Djian


Usia: 1933 - 1961

Minggu, 18 Desember 2016

Thomas Cup 1964 - We're the Champion !

Akhirnya kita sampai pada tujuan akhir kita di Thomas Cup tahun 1964 ini. Setelah partai final, mari kita lihat perayaan juara di tanah air!
Yang pertama saat kontingen sampai di Indonesia dan Piala Thomas diturunkan. Kemungkinan ini terjadi di bandara Kemayoran.

Kita asumsikan tujuan kontingen setelah dari bandara adalah ke Istana Merdeka. 
Setibanya di Istana Merdeka, kontingen disambut oleh Presiden Soekarno. Kita bisa lihat para kontingen mendengar dengan seksama pidato yang dibacakan olehnya.
Disini kita bisa melihat Ketua PBSI saat itu yaitu Sukamto Sayidiman.
Selain itu juga terlihat Tan King Gwan, Tutang Djamaluddin, Ang Tjin Siang, Ferry Sonneville, Tan Djoe Hok, Eddy Jusuf dan Liem Cheng Kiang.

Dalam waktu yang bersamaan, Soekarno menganugerahkan tanda jasa kepada para atlet badminton kita ini. 
Bintang Jasa Nararya diserahkan kepada:
  • Ferry Sonneville
  • Tan Djoe Hok
  • Eddy Jusuf
  • Tan King Gwan

Satyalancana Kebudayaan diserahkan kepada:
  • Ang Tjin Siang
  • Liem Cheng Kiang
  • Abdul Patah Unang
  • Tutang Djamaluddin
  • Wong Pek Sen

Berikutnya Piala Thomas beserta seluruh kontingen diarak. Terbukti dari para atlet yang sudah mengenakan tanda penghargaan pada kerah jas mereka. Kita bisa melihat prosesi pawai sampai di Bundaran H.I. (Hotel Indonesia). Di latar belakang terlihat Patung Selamat Datang.



Kita bisa saksikan antusiasme masyarakat Jakarta sangatlah tinggi. Prosesi tersebut sudah pasti dikawal aparat keamanan, salah satunya oleh Polantas. Kita bisa lihat beberapa wartawan ikut mengabadikan momen penting tersebut.
Bukti tambahan dari antusiasme masyarakat adalah iring - iringan sepeda motor yang mengikuti dari belakang.


Berikutnya acara dilanjutkan dengan ramah tamah. Tamu di acara tersebut memang tidak sembarangan. Salah satunya adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.

Kita bisa lihat Nasution menyalami salah satu kontingen. Kemungkinan adalah Tutang Djamaluddin. Di sebelah kiri Nasution terlihat Ang Tjin Siang tersenyum.
Selain Nasution, salah satu tamu yang ikut datang adalah Gubernur Jakarta saat itu.

Gubernur yang dimaksud adalah Sumarno Sosroatmojo yang duduk di paling kanan.
Setelah acara resmi berakhir, saatnya acara yang lebih santai. Terlihat para kontingen sampai di kemungkinan Markas PBSI di Cipayung.

Kita bisa melihat para kontingen berfoto bersma orang - orang tercinta mereka. Terlihat Sukamto Sayidiman, Padmo Soemasto, Ferry Sonneville, Tutang Djamaluddin, dan Ang Tjin Siang. Jika kita perhatikan pada dada Ang Tjin Siang sudah tersemat medali. 
Berikutnya kemungkinan di dalam gedung tersebut, Tan Djoe Hok dan Olich Solichin berfoto bersama Piala Thomas serta para tamu yang datang.  

Siapakah tamu disini? Apakah dari instansi yang sama jika melihat dari gaya pakaiannya yang sama? Apakah orang - orang tersebut adalah atlet PBSI?
Setelah acara tersebut bukan berarti kontingen sudah bisa beristirahat. Karena masih ada acara yang menunggu mereka. Yang pertama saat kontingen menerima kenang - kenangan berupa vandel.
Dari kiri ke kanan: Tan King Gwan, Liem Cheng Kiang, Wong Pek Sen, Ang Tjin Siang, Tan Djoe Hok, tidak diketahui, Ferry Sonneville, tidak diketahui, Eddy Jusuf, Abdul Patah Unang, Tutang Djamaluddin

Sayang tidak diketahui siapa yang memberikan vandel tersebut. Selain itu pula kita bisa melihat para kontingen memakai medali - medali mereka. Bintang Jasa yang dikenakan oleh Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville terlihat lebih terang dibandingkan Satyalancana Kebudayaan yang tersemat pada Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang, dan Tutang Djamaluddin. Perbedaan pemberian tanda jasa ini ini kemungkinan karena baik Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville sudah memenangi Piala Thomas sebelumnya. Berbeda dengan Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang dan Tutang Djamaluddin yang baru kali ini memenanginya. Hipotesis ini berdasarkan dari informasi yang saya pernah singgung di post berikut ini. Jika seseorang pernah mendapatkan sebuah medali yang tidak mempunyai kelas dan jika dia berjasa kembali, maka dia akan dianugerahi dengan tanda penghargaan diatasnya. Dalam hal ini, Bintang Jasa.
Acara berikutnya masih tidak diketahui. Dimana Sukamto Sayidiman menerima sebuah bingkisan.

Acara lainnya adalah acara yang diadakan oleh BNI. Ya, bank terkenal itu Bank Negara Indonesia  (saat itu masih bernama BNI 46). Acara ini dihadiri oleh para petinggi bank tersebut seperti Presiden Direktur Dr. Soeharto, Wakil Presiden Direktur R.M.S. Kertopati beserta istri, Direktur S. Parmopranoto dan Hasan Satir S.H.
Padmo Soemasto menerima kenang - kenangan dari (kemungkinan) Nyonya Kertopati.
Pada latar belakang terdapat papan tulis yang memuat jadwal acara dan tercantum nama para pejabat BNI

Padmo Sumasto menerima pemberian dari entah Wakil Presiden Direktur Kertopati atau Direktur Parmopranoto 

Kemudian beberapa perwakilan PBSI di antaranya Olich Solichin berpose dengan kenang - kenangan yang mereka terima.

Perhatikan vandel BNI yang diterima oleh salah seorang perwakilan PBSI, logo yang dipakai pada vandel tersebut adalah logo BNI lama.
Foto berikutnya adalah foto bersama dengan perwakilan PBSI lainnya. Terlihat Ferry Sonneville dan Tan King Gwan.
Di sebelah kiri Ferry Sonnevile terlihat Presiden Direktur BNI Dr. Soeharto

Jika kita perhatikan, Tan king Gwan memakai 2 medali pada jasnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedua medali tersebut adalah Bintang Jasa dan Satyalancana Kebudayaan. Satyalancana Kebudayaan disini kemungkinan adalah tanda penghargaan pertama yang didapat oleh Tan King Gwan. Namun uniknya, Ferry Sonneville tidak memakai medalinya.
Jadi beginilah sejarah kecil Piala Thomas pada tahun 1964 melalui hasil bidikan juru foto PBSI yang tidak dikenal ini. Semoga bisa menambah wawasan sejarah olah raga Indonesia anda semua.


Usia: 1964


<--                                                                                                                                                 
Final


NB: Mohon koreksinya perihal para pejabat BNI disini jika saya melakukan kesalahan. šŸ™

Minggu, 16 Oktober 2016

Thomas Cup 1964 - Final

Setelah upacara pembukaan, saatnya kita lihat pertandingan. Sayang tidak semua pertandingan diabadikan disini. Namun satu - satunya pertandingan yang didokumentasi adalah pertandingan final antara Indonesia melawan Denmark!
Banyak orang menjagokan Denmark sebagai favorit pemenang karena anggota kontingennya merajai Kejuaraan All England. Pertandingan yang berlangsung pada tanggal 21 dan 22 Mei 1964 ini dikenang sebagai pertandingan yang tidak biasa. Ini juga tidak terlepas dari dukungan suporter Indonesia yang banyak dituduh mengganggu jalannya pertandingan. Namun ini tidak menjadikan pertandingan final lesu dimana masing - masing kontingen saling mengalahkan dan skor akhir adalah 5 - 4 untuk Indonesia.
Untuk foto yang pertama adalah foto bersama sebelum pertandingan.
Kiri ke kanan:
Tidak diketahui, Knud Aage NielsenJĆørgen Hammergaard HansenFinn KobberĆø, Erland Kops, Henning Borch, ofisial pertandingan - tidak diketahui, Tan Djoe Hok, Tan King Gwan, Ang Tjin Siang, Ferry Sonneville, Tutang Djamaluddin, A.P. Unang (Abdul Patah Unang)

Kurang diketahui kapan foto ini diambil. Apakah pada tanggal 21 atau 22 Mei. Kemungkinan foto diambil pada tanggal 22 Mei, dimana foto pertandingan yang ada saat Ang Tjin Siang bertanding atau pada pertandingan urutan ke - 5.
Untuk berikutnya foto yang sama diambil dari sudut berbeda, kemungkinan dari juru kamera yang berbeda.

Berikutnya adalah penonton dari pihak Indonesia yang tidak sembarangan. Mereka adalah Duta Besar Indonesia untuk Jepang yaitu Bambang Soegeng beserta Menteri Olahraga R. Maladi. Mereka ditemani oleh istri mereka masing - masing.

Foto berikut adalah Ang Tjin Siang yang siap memberi service (pukulan servis).

Pada latar belakang, kita bisa melihat papan skor untuk Denmark masih 0. Ada kemungkinan pertandingan akan dimulai. Saat itu, Ang Tjin Siang bertanding melawan Henning Borch yang berakhir dengan kemenangan Ang Tjin Siang 2 set langsung. 15 - 10 dan 15 - 5.
Untuk foto berikutnya adalah saat Tan Djoe Hok bertanding.

Untuk Tan Djoe Hok sendiri, pada hari itu dia bermain setelah Ang Tjin Siang alias pada pertandingan ke - 6. Berbeda dengan pertandingan pertama dimana dia menang, Tan Djoe Hok mengalami kekalahan melawan Knud Aage Nielsen dengan skor 15 - 11, 14 - 17, dan 9 - 15. Jika anda perhatikan pada latar belakang, piala Thomas Cup terpajang di meja.
Pada foto berikut adalah foto yang sama dengan foto di atas, namun foto di zoom out. Alhasil kita bisa melihat beberapa obyek foto yang tidak terlihat.

Obyek yang tidak terlihat adalah papan skor, dimana Tan Djoe Hok sudah mengalami ketinggalan dengan skor 9 - 10. Dapat diambil kesimpulan, foto diambil saat set ke - 2 atau ke - 3.
4 foto berikut adalah foto bersejarah bagi sejarah olah raga Indonesia dimana Indonesia meraih kemenangan dan mempertahankan Piala Thomas.

Pada foto anda bisa melihat A.P. Unang dikerubuti para suporter Indonesia. Sayang kita tidak bisa melihat pasangan A.P. Unang disini yaitu Tang King Gwan. Pada pertandingan tersebut ganda putra Indonesia tersebut mengalahkan duo Erland Kops dan Henning Borch dengan skor 12 - 15, 15 - 12, dan 15 - 6 pada pertandingan ke - 8. Kita bisa melihat seorang wartawan yang mencoba untuk mengabadikan momen spesial tersebut. Uniknya jika anda perhatikan foto pertama dan foto kedua, papan skor mulai mengalami transformasi dari 14 menuju 15 untuk Indonesia.
Foto berikutnya kemungkinan penyerahan trofi piala Thomas kepada tim Indonesia. Pihak Indonesia diwakili oleh Sukamto Sayidiman.

Untuk foto terakhir mungkin saat pertandingan final sudah selesai atau pertandingan non final. Melihat para ofisial Indonesia yang terlihat ayem, kemungkinan foto ini diambil saat final pertama usai.


Para penonton Jepang sudah pulang dan uniknya Padmo Sumasto terlihat duduk di depan.
Jadi beginilah sedikit momen yang hilang dari Thomas Cup 1964, berikut adalah video dari peristiwa yang sama sebagai perbandingan.

Jujur saja, saya sempat bingung saat upacara penutupan. Upacara tersebut serupa dengan upacara pembukaan. Namun yang menjadi pembeda adalah para kontingen Indonesia tidak memakai jas seperti pada pembukaan.
Setelah foto - foto final ini berikutnya adalah pesta perayaan juara!


Usia: 22 Mei 1964


<--                                                                                                                                                            -->
Ceremony                                                                                                            We're the Champion !

Minggu, 25 September 2016

Thomas Cup 1964 - Ceremony

Setelah building up, saatnya kita melihat perjalanan kontingen bulu tangkis Indonesia di Piala Thomas 1964 dalam upacara pembukaan.
Upacara pembukaan dimulai dengan grup marching band kemudian dilanjutkan oleh seluruh kontingen peserta bulu tangkis tiap negara memasuki lapangan. Dari tim Indonesia, Nippon (Jepang), Denmark, Malaya (Malaysia), hingga Thailand.
Para anggota kontingen bulu tangkis kita sedang duduk menunggu dimulainya upacara.
Kita bisa melihat Sukamto Sayidiman, Ang Tjin Siang, Tutang Djamaluddin, dan Liem Cheng Kiang

Sayang kita tidak bisa mengidentifikasi grup marching band disini.
Yang terlihat hanyalah tulisan "Drum Corps".
Apakah ini adalah Japan Drum Corps?

Kontingen Indonesia mulai memasuki lapangan.
Dari berlawanan arah terlihat kontingen Thailand dan Jepang

Kontingen Indonesia tiba di tempat

Masing - masing kontingen berbaris dan di depan mereka terdapat papan pengenal negara mereka

Seluruh kontingen sudah berada di tengah lapangan.
Kita bisa melihat stadion masih sepi penonton karena ini masih upacara pembukaan

Tim Indonesia dan tim Denmark dari Zona Eropa 

Papan acara terlihat jelas dari sisi ini.
"The 6th International Championship of the Thomas Cup".
Kita juga bisa melihat piala Thomas dipajang di tengah

Tim Thailand yang mewakili zona Asia dan Jepang mewakili zona Amerika

Indonesia sendiri mewakili juara bertahan.
Dan rasanya bangga melihat tulisan "Champion Nation" disini

Seorang tamu kehormatan, kemungkinan adalah Maharani Kojun, yang juga permaisuri Kaisar Hirohito memberi kata sambutan

Pemberian bunga kepada para pemimpin kontingen

Kontingen Indonesia mulai berjalan.
Dari kanan ke kiri: Tidak diketahui, Abdul Patah Unang, Ang Tjin Siang, Wong Pek Sen, Tutang Djamaluddin, Tan King Gwan, Liem Chen Kiang, Eddy Jusuf, Tan Djoe Hok, Ferry Sonneville, tidak diketahui, Olich Solichin, tidak diketahui

Kontingen Indonesia berjalan kemungkinan meninggalkan tempat upacara.

Para anggota kontingen Indonesia sedang bertepuk tangan untuk tim yang sedang berjalan.
Perhatikan regu musik Jepang di bagian belakang podium

Foto dari sudut berbeda.
Kita bisa melihat seorang wanita memakai kimono

Jadi seperti inilah upacara pembukaan Thomas Cup 1964. Berikutnya adalah pertandingan !


Usia: 1964


<--                                                                                                                                                            -->
Building Up                                                                                                                                          Final