Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Minggu, 28 Januari 2018

Seragam KNIL Garoet C Veldtenue

Setelah bertahun - tahun, akhirnya saya mendapatkan "pasangan" dari foto prajurit KNIL dibawah ini. 


Seperti yang pernah saya tulis di post pertama blog ini, Prajurit pada foto diatas memakai seragam Uitgaans Tenue atau PDU garoet C. Selama ini saya mencari foto serupa yaitu foto full body di studio foto namun seragam yang dipakai kebalikan dari PDU, yaitu PDH alias Veld Tenue. Pada akhirnya saya mendapatkan foto yang saya inginkan akhir - akhir ini.

Foto ini sebenarnya ukurannya sama dengan foto PDU, namun hiasan karton tidak disertakan pada foto disini. Namun sebelumnya, anda pasti bertanya - tanya apa perbedaan PDU dan PDH garoet? Perbedaannya salah satunya adalah pemakaian beenwindsels (puttee). Selain itu pula terkadang emblem cabang kepangkatan juga tidak terpasang pada epolet. Biasanya topi bamboehoed atau stalen helm alias helm baja biasanya ikut menyertai, namun tidak pada situasi saat ini.
Kembali pada foto, jika kita lihat sang prajurit berfoto di studio foto lengkap dengan latar belakang pemandangan. Selain itu pula karpet pada studio foto juga terlihat apik pula. Disini dia terkesan ingin memperlihatkan kegagahan dia sebagai seorang prajurit KNIL dengan menenteng holster pistol Luger M11.
Sumber

Menurut Koos Allemany, serdadu KNIL yang dilengkapi dengan pistol M11 diantaranya adalah pembantu penembak senapan mesin, prajurit rumah sakit militer, prajurit urusan teknis seperti bagian komunikasi dan lain sebagainya. Meskipun serdadu pada foto terlihat gagah, namun ada beberapa regulasi militer yang dia langgar disini. Dari pengamatan Koos Allemany pula, kita bisa melihat beberapa pelanggaran yang dimaksudkan. Yang pertama adalah topi kwartiermuts yang terlihat tidak rapi dan terkesan konyol. Yang kedua adalah beenwindsels yang sama - sama tidak rapi pemakaian. Alhasil jika seorang officier melihat soldaat semacam ini, maka akan ada hardikan yang keluar dari mulut sang perwira. Ada kemungkinan sang prajurit ingin sedikit lebih santai saat berfoto atau mungkin dia prajurit yang agak nakal atau kurang rapi?
Bagaimana dengan lokasi dan tahun pengambilan foto? Tiap foto kuno pasti akan bertanya tentang itu bukan? Untungnya di balik foto terdapat tulisan identifikasi. 

"Makasar 1938", sudah jelas bahwa foto ini diambil di kota Makassar pada tahun 1938. Tahun dimana usia seragam garoet C belum lama keluar. Ada pula tulisan angka "2". Ada kemungkinan foto ini aslinya lebih dari satu dan juga ada kemungkinan foto serupa pula.
Jadi inilah foto pasangan dari foto sang telegraf. Jika benar sang prajurit pada foto Makasar ini adalah dari bagian komunikasi, maka ini adalah sebuah kebetulan yang sangat luar biasa. 2 orang juru telegrafis dari 2 kota berbeda, 2 unit berbeda, 2 masa yang berbeda dan dengan 2 seragam yang berbeda, bertemu dalam 1 wadah koleksi dengan tema koleksi yang sama di sebuah blog. Akan tetapi saya selalu terbayang, seperti apa hardikan sang officier saat melihat prajurit ini. Mungkin seperti ...

Godverdomme?! Wat denk je, soldaat?!!!


Usia: 1938

Rabu, 17 Januari 2018

Neuestes Rhein - Panorama von Mainz bis Koeln Part 1

Sebagai pengganti dari wij strijden met de teekenstift, akan saya perlihatkan peta lama dan unik ini.
Pasti anda pernah menggunakan atau minimal tahu google earth bukan? Dimana kita bisa melihat dan mengetahui seperti apa sebuah tempat dari angkasa. Berkat aplikasi tersebut kita juga lebih mudah untuk masuk, melewati atau menuju ke tempat tujuan kita. Tapi apakah anda pernah membayangkan tentang google earth zaman Victoria? Berikut adalah benda yang dapat dibilang cocok diberi nama tersebut.
Neuestes Rhein - Panorama von Mainz bis Koeln atau Panorama Rhein Baru dari Mainz hingga Koln adalah judul dari benda ini. Peta terbitan Gerhard Blumlein & Co. dari Frankfurt ini dikemas secara apik. Tipikal benda buatan zaman Victoria, kualitas yang ditampilkan sangatlah bagus. Meskipun kover luar sudah ada yang lapuk namun kertas peta yang sudah berusia lebih dari 1 abad ini masih terlihat luks.
Peta atau atlas jenis leporello ini memakai teknik fotolitografi juga menampilkan lengkap landmark (lokasi terkenal) di sepanjang sungai Rhein lengkap dengan bangunan dan monumennya. Untuk usia, peta dibuat paska tahun 1898 jika kita merunut dari adanya Alte Rheinbrucke di kota Bonn. Peta juga tidak mungkin dibuat paska tahun 1911 karena salah satu gambar masih menampilkan Dombrucke dekat Hauptbanhof di Koln.





Peta yang mempunyai panjang atau lebih tepatnya tinggi hampir 2 meter ini memang diperuntukkan bagi para wisatawan yang berkunjung. Entah itu orang Eropa dari Hindia Belanda yang berkunjung ke Jerman. Atau orang Eropa yang memberi oleh - oleh kenangan dari Rhein ke para kerabatnya Hindia Belanda.
Jadi untuk kali ini saya akan mengajak anda untuk melihat gambar atau foto bangunan terkenal saat itu. Selain itu pula, saya juga akan memperlihatkan seperti apa bangunan tersebut saat ini. Anggap saja anda melakukan perjalanan wisata masa kolonial. hehehe
Oh dan saya akan selalu membuat post ini tiap pertengahan bulan. Jadi wilkommen zum Rhein strom in Deutscher Kaiserreich!


Usia: 1898 - 1911

Minggu, 14 Januari 2018

Karya Ilegal Pramoedya Ananta Toer

Hmmm post pertama untuk tahun 2018 ini mungkin terdengar kontroversial bukan? Tetapi memang, yang akan saya bahas kali ini adalah karya ilegal salah satu sastrawan terbesar Indonesia yaitu Pramoedya Ananta Toer.

Sumber: Pinterest

Bagi anda yang belum tahu siapa Pramoedya disini, dia adalah sastrawan yang banyak menghasilkan karya - karya fenomenal. Namun saat masa Orde Baru, dia dicap sebagai simpatisan kiri dan alhasil dia dibuang ke Pulau Buru. Selama ditahan di pulau jenis gulag tersebut, tidak menghentikan imajinasi dia dalam berkarya. Bahkan saat dia dilepaskan, Pramoedya langsung menerbitkan karya terbarunya.
Pemerintah Orde Baru yang memang selalu memasang mata ke dia, langsung bertindak cepat dengan membredel karyanya. Namun langkah pemerintah tidak menghentikan orang - orang untuk tetap ingin menikmati karya sastra tersebut. Selain jual beli melalui bawah tanah alias sembunyi - sembunyi, ada juga yang memakai cara tersendiri. Yaitu mengetik ulang karya Pramoedya yang baru saja keluar alias distensil dan dijual belikan secara ilegal tentunya. Nah disinilah kita akan berbicara pada post ini.







Seperti yang anda lihat, karya stensil ini memang benar - benar tidak ada standar kualitasnya. Dari salah ketik, cetakan yang kurang jelas, halaman yang ditulis tangan, konten asli yang tidak dapat dibaca oleh juru ketik hingga kesalahan teknis yang mengakibatkan satu halaman kosong tidak terjamah cetakan. Selain itu pula, stensil ini tidaklah lengkap. Karena hanya memuat 292 halaman, sedangkan novel aslinya lebih tebal 2 kali lipat alias sebanyak 494 halaman. 
Tentang buku aslinya sendiri, "Jejak Langkah" terbit pada tahun 1985. Seperti yang sudah saya singgung diatas, bersama dengan 3 karya Pramoedya lainnya yang bernama "Tetralogi Buru", "Jejak Langkah" hanya berumur beberapa bulan setelah terbit. Mengapa dilarang? Karena rezim Orde Baru menganggap karya - karya Pramoedya berisi ajaran Marxis-Leninis yang tabu bagi mereka.
"Jejak Langkah" tahun 1985


Bagi anda pemerhati Pramoedya, pasti bertanya - tanya bagaimana saya bisa mendapatkan koleksi unik ini bukan? Ini tidak terlepas dari siapa lagi kalau bukan mendiang ayah saya. Dulu ayah saya sempat bercerita, bahwa dia mendapatkan stensilan ini dari daerah Banjarsari atau mungkin pasar loak seperti Triwindu. Jujur saja, saya dari dulu belum pernah melihat apalagi membaca stensilan tersebut. Akhirnya pada bulan November tahun lalu, saya menemukan kembali buku yang ayah saya sebut ini.   
Mungkin aneh memang. Ayah saya seorang pegawai negeri sipil, saat itu camat dan juga pernah mengenyam pendidikan militer yang notabene harus loyal kepada pemerintah dengan berani memiliki barang terlarang dan ilegal semacam ini. Saat Orde Baru runtuh dan Orde Reformasi datang, ayah saya langsung mengoleksi buku - buku Pramoedya yang telah resmi beredar. Namun kita tidak akan pernah tahu, mengapa dia dengan berani mempunyai stensilan ilegal yang bisa membahayakan karier dan bahkan nyawanya ini.
Kembali lagi ke stensilan, munculnya buku ini mungkin tidak terlepas dari rasa penasaran masyarakat tentang karya Pramoedya. Entah yang dari dulu sudah mengenal lama Pramoedya atau entah yang penasaran saja. Yang pasti, stensilan ini adalah bukti bahwa buku atau karya sastra tidak akan pernah bisa dilarang, dibredel, apalagi dibakar ...


Usia: 1985 - 1994 (ayah saya menjabat di Solo hingga tahun 1994)

Senin, 01 Januari 2018

Posisi Kapal

Untuk perjalanan berikutnya saya tidak akan membahas lengkap. Karena ada percakapan yang saya anggap kurang cocok untuk di share. Maka untuk catatan harian tanggal 3 dan 4 Februari 1959, cukup berupa informasi posisi kapal.
3 Februari 1959, posisi di 37.42 Lintang Utara dan 51.39 Bujur Barat. Perjalanan sudah memakan jarak 408 mil 24 jam sejak catatan harian terakhir.
Sumber

Tanggal 4 Februari 1959, posisi 37.15 Lintang Utara dan 43.39 Bujur Barat. 382 mil sudah dilalui sejak catatan terakhir.


Usia: 1959