Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Sabtu, 31 Desember 2016

Wij Strijden Met De Teekenstift - 1940 - 1941

Selamat datang kembali ke episode Wij Strijden Met De Teekenstift oleh "Kick" Hofer! hehehe
Untuk menutup tahun 2016 ini, sekalian saja saya pelihatkan karya Hofer yang dimuat 76 tahun yang lalu. Seorang anak kecil yang polos dan penuh ingin tahu dijadikan Hofer sebagai alegori tahun 1941. Namun di ruangan yang gelap tersebut banyak sekali ancaman dan mara bahaya yang siap menyambut si tahun 1941. Benar memang ramalan Hofer melalui gambar ini. Tahun 1941 memang akan selalu dikenang sebagai tahun semakin globalnya Perang Dunia II, dari Unternehmen Barbarossa alias invasi Jerman ke Uni Soviet pada 22 Juni dan serangan ke Pearl Harbour pada 7 Desember. Kematian akan disemai dan tubuh akan bersatu kembali dengan tanah ...


Usia: 1941

Rabu, 28 Desember 2016

Wij Strijden Met De Teekenstift - BBC & Gestapo

Seperti yang sudah diumumkan beberapa hari lalu, inilah post pertama Wij Strijden Met de Teekenstift karya Kick Hofer.
Dimuat di Bataviaasch Nieuwsblaad edisi 28 Desember 1940, Hofer menggambarkan suasana okupasi di negeri Belanda yang penuh dengan pengawasan, kecurigaan, dan saling adu. Bagi orang awam memang terkesan aneh jika mendengarkan siaran radio BBC bisa berujung penangkapan. Tapi beginilah nasib bangsa yang terjajah dimana siaran dari negara lawan sang penjajah, haram hukumnya. Ketakutan akan pengawasan yang ketat juga diceritakan oleh Hofer saat seorang pembuat roti mengadu ke pihak Jerman, seorang pembuat mebel yang lumpuh karena menghina Hitler. Tidak tanggung - tanggung, Gestapo yang pada akhirnya menangkapnya. Hofer memang pintar memilih salah satu ayat dari alkitab sebagai perlambang terhadap nasib negaranya. "Dan kelak semua akan tersinggung, dan mengkhianati sesamanya, dan membenci sesamanya".


Usia: 1941

Senin, 26 Desember 2016

Pengumuman - Wij Strijden Met De Teekenstift bij Kick Hofer


Saya umumkan bahwa saya baru - baru ini mendapatkan sebuah koleksi yang sangat istimewa.
Wij Strijden Met De Teekenstift atau "Perang Kita Dengan Pensil" adalah judul dari koleksi saya ini. Koleksi yang berupa bundel ilustrasi ini adalah kompilasi karya seorang kartunis Belanda bernama Hofer. Karya yang dimaksudkan disini adalah karikatur, alegori, dan propaganda yang dimuat di koran Bataviasch Nieuwsblad yang berdomisili di Batavia (Jakarta). Pemuatan sendiri dimulai dari medio tahun 1940 dan 1941. 

Untuk karyanya dia sendiri disini terdapat 50 buah gambar yang lengkap dengan tanggal pemuatan dan istimewanya berupa dwi bahasa. Untuk karyanya disini, dia menyinggung tokoh - tokoh perang dunia saat itu. Dari Hitler, Mussolini, Roosevelt, hingga Stalin. Kembali ke bahasa, sangat unik memang terdapat bahasa Inggris disini, seakan munculnya bundel ini juga diperuntukkan kepada orang - orang asing non Belanda. Lebih uniknya lagi, ada kemungkinan bundel ini sempat dijadikan koleksi sebuah perpustakaan. Ini terbukti dari angka yang tertulis pada kover bundel.
42/d. na/2

Angka "42" diatas kemungkinan adalah tahun 1942 dimana buku ini mulai disimpan. Sangat riskan memang jika bundel ini diketahui oleh pihak Jepang saat mereka mulai mengokupasi Indonesia. Karena beberapa karya Hofer disini termasuk menghina Jepang. Maka tidak heran buku ini disembunyikan dan akibatnya kondisi buku menjadi tidak sempurna lagi seperti yang terlihat pada kover dan beberapa gambar lainnya.
Namun dengan kondisi yang seperti, tidak mengubah keunikan dan keindahan hasil karya Hofer disini. Maka saya ambil keputusan untuk meng-upload tiap karya Hofer sesuai dengan tanggal pemuatan karyanya. Ya, ini akan makan waktu yang lama dan semoga saya bisa kuat mengikutinya. hehehe
Kover Yang Sebenarnya
Sumber

Sekedar tambahan saja, buku tersebut di atas adalah jilid kedua. Hofer sempat mengeluarkan buku dengan judul yang sama namun dengan tahun yang berbeda yaitu 1939 - 1940.
Buku Edisi Pertama
Sumber

Kembali ke koleksi yang saya dapat, berikut adalah karya Hofer yang pertama.

Seorang wanita dengan lambang Belanda yang dirantai dan membawa swastika Nazi. Artinya disini adalah alegori pendudukan Nazi Jerman di Belanda. Sayang tidak diketahui kapan Hofer membuat alegori ini, namun yang pasti alegori ini terdapat pada halaman pertama.
Tentang wanita di atas, dari gaya rambut seakan dia tokoh yang sama dengan alegori Belanda ini.
Sumber

Sungguh ironis memang, jika Hofer memakai tokoh alegori yang sama disini.
Jika anda penasaran dengan tokoh alegori Hindia Belanda saat itu, berikut contohnya.
Sumber

Kembali lagi ke Hofer, jujur saja saya masih belum menemukan siapa sebenarnya dia disini. Hanya ada informasi bahwa nama panggilannya adalah "Kick" Hofer dan dia selamat dari Perang Dunia II. Bahkan dia sempat menyumbangkan keahlian gambarnya pula pada buku Vrouwenkamp op Java pada tahun 1946. Kapan dia lahir ataupun meninggal, masih merupakan misteri. But still ... welkom meneer Hofer. Uw kunst zal worden aan de wereld getoond!


Usia: 1941 - 1942

Minggu, 25 Desember 2016

Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta - Pendahuluan

Untuk merayakan 2 tahun dibuatnya blog ini yang jatuh pada bulan Desember ini. Berikut adalah balas dendam kecil saya. Mengapa? Karena awalnya, saat saya akan menyusun skripsi, saya sempat memilih untuk meneliti pasukan keraton ini. Selain itu pula, saya juga sempat berkeinginan untuk meneliti medali atau tanda penghargaan keraton. Namun karena saya tidak menemukan sumber arsip pada saat itu, maka saya memilih Legiun Pakualam di Yogyakarta. Keputusan yang bisa dibilang worth it dan mengubah garis hidup saya juga sebagai seorang kolektor. Alhasil tema ini cocok untuk perayaan ulang tahun. :D
... bersiaplah untuk post yang sangat panjang. rekor untuk blog ini. hehehe

Sebelum masuk ke pasukan Kasunanan sebelumnya kita paling tidak mengetahui pasukan pendahulu Kasunanan yaitu Mataram. Menurut buku Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769 - 1874 karangan S. Margana, Sultan Agung saat itu memiliki beberapa pasukan. Pasukan - pasukan yang terdiri dari abdi dalem itu sendiri ada yang berstatus sebagai tentara, ada juga sebagai penjaga keamanan, bahkan ada yang tidak bersenjata. Kerumitan ini terjadi karena belum tentu nama abdi dalem yang didahului dengan nama "Prajurit" ada hubungannya dengan militer. Contohnya saja Prajurit Sinarira yang tugasnya adalah mengikuti upacara Raja. Maka karena itu, saya jabarkan seluruh nama abdi dalem yang eksis pada tahun 1556 agar tidak muncul kebingungan:
  1. Keparak Kiwa Tengen yang bagiannya adalah Prajurit Sinarira Kiwa Tengen
  2. Nayaka Lebet
  3. Prajurit Suranata
  4. Gandhek Kiwa Tengen
  5. Priyantaka Kiwa Tengen
  6. Gandhek
  7. Gedhong Kiwa Tengen
  8. Prajurit Sabinan, yang terdiri dari:
  9. Prajurit Saragni (Sarageni ?)
  10. Nirbaya
  11. Brajanata
  12. Wisamarta
  13. Sangkraknyana
  14. Kanoman
  15. Martalulut
  16. Singanagara
  17. Priyantaka
  18. Saraseja
  19. Panyutra
  20. Maudara
  21. Mandhung
  22. Miji Pinilih
  23. Tanan Astra
  24. Nrangbaya Nrangpringga

Pengklasifikasian pasukan abdi dalem tetap dilanjutkan pada masa Pakubuwana II. Selain itu pula, pengklasifikasian lebih jelas. Pasukan Mataram yang tercatat pada masa itu adalah:
  • Prajurit Suranata
  • Prajurit Tamtama

Kembali ke pasukan keraton, pasukan keraton sendiri dipanggil dengan sebutan "Abdi Dalem Prajurit". Mereka sudah pasti dibawah pimpinan tertinggi yaitu Sunan Pakubuwana / Pakubuwono. Menurut buku "Tjatatan Ringkas Karaton Surakarta" karangan Raden Ngabei Projosuyitno pada tahun 1956, dulunya para prajurit keraton bertugas di Bangsal Marcukunda. Bangunan tersebut dulunya dipergunakan untuk tempat memerintahkan hukuman administrasi, ancaman dan lain - lain bagi para pegawai keraton.
Foto kartu pos Sunan Pakubuwono XI yang sempat saya singgung di post ini.
Sunan terlihat memakai medali penghargaan dari Belanda, salah satunya adalah Orde van Nederlandsche Leeuw 2e Klasse atau Kelas Kommandeur

oOwOo
Seperti yang dulu sudah saya terangkan pada post setahun yang lalu, blog saat ini sudah berjalan selama 2 tahun. Sudah banyak perubahan disana - sini dan pengunjung yang datang sudah berlipat menjadi lebih dari 30.000 pageviews. Semoga blog ini tetap berjalan dan bermanfaat bagi pembaca semua.
Thank you for your support! 


*Pengumuman *
Karena sudah terlalu banyak baik dari tulisan ataupun gambar. Menurut perhitungan situs wordcounter, artikel original "Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta" yang saya update terakhir kali pada tanggal 1 Juni 2019 mempunyai: 
153.708 huruf
21.183 kata
1333 kalimat
1832 paragraf
Alhasil pembaca akan mendapatkan kesulitan saat membaca. Maka saya memecah tiap bab artikel ini dalam post blog. Anda bisa meng - klik judul bab dengan anak panah dibawah artikel ini. Entah anda ingin menuju ke bab "Perpangkatan" atau "Daftar Pustaka".
Selain itu anda bisa klik bagian page di atas dengan judul "Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta" untuk pembagian bab dan anda bisa memilih bab mana yang anda inginkan untuk dibaca. Oh dan "labels" blog tetap saya pertahankan aslinya. :)


<--- Daftar Pustaka                                                                                                  Perpangkatan --->

Minggu, 18 Desember 2016

Thomas Cup 1964 - We're the Champion !

Akhirnya kita sampai pada tujuan akhir kita di Thomas Cup tahun 1964 ini. Setelah partai final, mari kita lihat perayaan juara di tanah air!
Yang pertama saat kontingen sampai di Indonesia dan Piala Thomas diturunkan. Kemungkinan ini terjadi di bandara Kemayoran.

Kita asumsikan tujuan kontingen setelah dari bandara adalah ke Istana Merdeka. 
Setibanya di Istana Merdeka, kontingen disambut oleh Presiden Soekarno. Kita bisa lihat para kontingen mendengar dengan seksama pidato yang dibacakan olehnya.
Disini kita bisa melihat Ketua PBSI saat itu yaitu Sukamto Sayidiman.
Selain itu juga terlihat Tan King Gwan, Tutang Djamaluddin, Ang Tjin Siang, Ferry Sonneville, Tan Djoe Hok, Eddy Jusuf dan Liem Cheng Kiang.

Dalam waktu yang bersamaan, Soekarno menganugerahkan tanda jasa kepada para atlet badminton kita ini. 
Bintang Jasa Nararya diserahkan kepada:
  • Ferry Sonneville
  • Tan Djoe Hok
  • Eddy Jusuf
  • Tan King Gwan

Satyalancana Kebudayaan diserahkan kepada:
  • Ang Tjin Siang
  • Liem Cheng Kiang
  • Abdul Patah Unang
  • Tutang Djamaluddin
  • Wong Pek Sen

Berikutnya Piala Thomas beserta seluruh kontingen diarak. Terbukti dari para atlet yang sudah mengenakan tanda penghargaan pada kerah jas mereka. Kita bisa melihat prosesi pawai sampai di Bundaran H.I. (Hotel Indonesia). Di latar belakang terlihat Patung Selamat Datang.



Kita bisa saksikan antusiasme masyarakat Jakarta sangatlah tinggi. Prosesi tersebut sudah pasti dikawal aparat keamanan, salah satunya oleh Polantas. Kita bisa lihat beberapa wartawan ikut mengabadikan momen penting tersebut.
Bukti tambahan dari antusiasme masyarakat adalah iring - iringan sepeda motor yang mengikuti dari belakang.


Berikutnya acara dilanjutkan dengan ramah tamah. Tamu di acara tersebut memang tidak sembarangan. Salah satunya adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.

Kita bisa lihat Nasution menyalami salah satu kontingen. Kemungkinan adalah Tutang Djamaluddin. Di sebelah kiri Nasution terlihat Ang Tjin Siang tersenyum.
Selain Nasution, salah satu tamu yang ikut datang adalah Gubernur Jakarta saat itu.

Gubernur yang dimaksud adalah Sumarno Sosroatmojo yang duduk di paling kanan.
Setelah acara resmi berakhir, saatnya acara yang lebih santai. Terlihat para kontingen sampai di kemungkinan Markas PBSI di Cipayung.

Kita bisa melihat para kontingen berfoto bersma orang - orang tercinta mereka. Terlihat Sukamto Sayidiman, Padmo Soemasto, Ferry Sonneville, Tutang Djamaluddin, dan Ang Tjin Siang. Jika kita perhatikan pada dada Ang Tjin Siang sudah tersemat medali. 
Berikutnya kemungkinan di dalam gedung tersebut, Tan Djoe Hok dan Olich Solichin berfoto bersama Piala Thomas serta para tamu yang datang.  

Siapakah tamu disini? Apakah dari instansi yang sama jika melihat dari gaya pakaiannya yang sama? Apakah orang - orang tersebut adalah atlet PBSI?
Setelah acara tersebut bukan berarti kontingen sudah bisa beristirahat. Karena masih ada acara yang menunggu mereka. Yang pertama saat kontingen menerima kenang - kenangan berupa vandel.
Dari kiri ke kanan: Tan King Gwan, Liem Cheng Kiang, Wong Pek Sen, Ang Tjin Siang, Tan Djoe Hok, tidak diketahui, Ferry Sonneville, tidak diketahui, Eddy Jusuf, Abdul Patah Unang, Tutang Djamaluddin

Sayang tidak diketahui siapa yang memberikan vandel tersebut. Selain itu pula kita bisa melihat para kontingen memakai medali - medali mereka. Bintang Jasa yang dikenakan oleh Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville terlihat lebih terang dibandingkan Satyalancana Kebudayaan yang tersemat pada Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang, dan Tutang Djamaluddin. Perbedaan pemberian tanda jasa ini ini kemungkinan karena baik Tan King Gwan, Tan Djoe Hok dan Fery Sonneville sudah memenangi Piala Thomas sebelumnya. Berbeda dengan Liem Cheng Kiang, Abdul Patah Unang dan Tutang Djamaluddin yang baru kali ini memenanginya. Hipotesis ini berdasarkan dari informasi yang saya pernah singgung di post berikut ini. Jika seseorang pernah mendapatkan sebuah medali yang tidak mempunyai kelas dan jika dia berjasa kembali, maka dia akan dianugerahi dengan tanda penghargaan diatasnya. Dalam hal ini, Bintang Jasa.
Acara berikutnya masih tidak diketahui. Dimana Sukamto Sayidiman menerima sebuah bingkisan.

Acara lainnya adalah acara yang diadakan oleh BNI. Ya, bank terkenal itu Bank Negara Indonesia  (saat itu masih bernama BNI 46). Acara ini dihadiri oleh para petinggi bank tersebut seperti Presiden Direktur Dr. Soeharto, Wakil Presiden Direktur R.M.S. Kertopati beserta istri, Direktur S. Parmopranoto dan Hasan Satir S.H.
Padmo Soemasto menerima kenang - kenangan dari (kemungkinan) Nyonya Kertopati.
Pada latar belakang terdapat papan tulis yang memuat jadwal acara dan tercantum nama para pejabat BNI

Padmo Sumasto menerima pemberian dari entah Wakil Presiden Direktur Kertopati atau Direktur Parmopranoto 

Kemudian beberapa perwakilan PBSI di antaranya Olich Solichin berpose dengan kenang - kenangan yang mereka terima.

Perhatikan vandel BNI yang diterima oleh salah seorang perwakilan PBSI, logo yang dipakai pada vandel tersebut adalah logo BNI lama.
Foto berikutnya adalah foto bersama dengan perwakilan PBSI lainnya. Terlihat Ferry Sonneville dan Tan King Gwan.
Di sebelah kiri Ferry Sonnevile terlihat Presiden Direktur BNI Dr. Soeharto

Jika kita perhatikan, Tan king Gwan memakai 2 medali pada jasnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kedua medali tersebut adalah Bintang Jasa dan Satyalancana Kebudayaan. Satyalancana Kebudayaan disini kemungkinan adalah tanda penghargaan pertama yang didapat oleh Tan King Gwan. Namun uniknya, Ferry Sonneville tidak memakai medalinya.
Jadi beginilah sejarah kecil Piala Thomas pada tahun 1964 melalui hasil bidikan juru foto PBSI yang tidak dikenal ini. Semoga bisa menambah wawasan sejarah olah raga Indonesia anda semua.


Usia: 1964


<--                                                                                                                                                 
Final


NB: Mohon koreksinya perihal para pejabat BNI disini jika saya melakukan kesalahan. šŸ™

Minggu, 11 Desember 2016

Batavia oh Batavia

Akhir - akhir ini saya mendapatkan beberapa foto menarik. Foto - foto ini memperlihatkan beberapa anak muda pribumi pada masa Belanda yang berdomisili di Batavia (Jakarta).
Perjalanan foto kita awali dari salah satu monumen yang terlupakan yaitu Monumen Jenderal van Heutsz.

Monumen tersebut diresmikan pada tahun 1932 untuk mengenang jasa Jenderal dan nantinya Gubernur Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz. Sayang foto dalam kondisi tidak sempurna lagi, namun kita masih bisa memperhatikan patung gajah yang terlihat sangat unik.
Berikutnya kita ke Het museum van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kelak bernama Museum Nasional) atau lebih dikenal sebagai Gedung Gajah atau Gedung Arca.

Perhatikan tulisan "Museum" pada gedung serta beberapa meriam yang terpajang di sekitar patung gajah pemberian Raja Siam Chulalongkorn pada tahun 1871.
Tempat berikutnya adalah sebuah stadion sepak bola.

Saya masih belum bisa mengidentifikasi secara pasti stadion ini. Namun ada kemungkinan stadion ini adalah Stadion Viosveld atau Stadion Menteng.
Jika kita lihat, sang juru foto sempat melakukan perjalanan keluar kota. Dan jurusan perjalanan dia adalah ke pelabuhan Tanjung Priok. Namun sebelumnya dia mengambil foto di Stasiun Tanjung Priok.

Ada kemungkinan sang juru foto mengambil foto ini saat dia tiba.
Perhatikan kondisi stasiun yang tidak banyak berubah dengan kondisi masa kini.
Sumber

Berikutnya adalah teman - teman sang juru foto sedang berpose di ruang tunggu.

Ada kemungkinan ruang tunggu tersebut berada di pelabuhan Tanjung Priok.
Setelah dari ruang tunggu, para pemuda tersebut langsung bersantai di area sekitar pelabuhan.

Ada kemungkinan kapal di latar belakang adalah kapal Jepang atau Cina. Ini terlihat dari tulisan kanji pada bagian samping kapal.
Berikutnya foto dengan rasa humor.

"Alweer Tarzan tjari oedang".
"Tarzan sekali lagi mencari udang", itulah arti tulisan pada album foto. Kurang diketahui apakah orang pada foto tersebut adalah teman sang juru foto atau orang asing.
Setelah bersantai - santai, saatnya masuk ke area pelabuhan.

Sebelum naik ke kapal, sang juru foto mengabadikan kesibukan penumpang turun dari kapal. 
Selain foto - foto kesibukan di atas, sang juru foto sempat memotret sebuah kapal yang berangkat.
Sumber

Jika melihat dari bendera yang berkibar pada tiang kapal, kita bisa mengidentifikasi bahwa kapal tersebut dari perusahaan Rotterdamsche Lloyd. Kemungkinan kapal tersebut adalah MS Indrapoera.
Selain kapal Indrapoera, dia juga sempat memotret kapal yang dia tumpangi.

Dasar anak muda, sang juru foto juga sempat memotret hal yang tidak biasa baginya. Yaitu rombongan padvinder (pramuka) yang berkumpul dan ikut berangkat.

Dan berikut bukti bahwa para pramuka tersebut ikut pula menumpangi kapal yang sama.

Selang beberapa lama dan akhirnya sampai di tujuan, sang juru foto sekali lagi memotret kesibukan saat kapal yang dia tumpangi sampai di tujuan dan para penumpang mulai berhamburan turun.

Kita bisa melihat semua orang dari berbagai ras entah Inlander ataupun Eropa saling mengantri turun. Jika kita perhatikan pula terlihat beberapa orang polisi atau tentara yang berjaga.  Uniknya salah satu foto dicetak di Batavia.
Kemanakah sang juru foto melakukan perjalanan? Tidak lain adalah Semarang!

Hal tersebut dibuktikan dengan mercusuar Willem III dekat pelabuhan Tanjung Emas yang dia abadikan disini.
Jadi beginilah foto tempo dulu yang ada hubungannya dengan Jakarta tempo dulu alias ... Batavia.


Usia: <1942

Senin, 05 Desember 2016

Happy Birthday - Ayahku Srimoyo Tamtomo


Untuk post Happy Birthday kali ini, saya akan mengangkat cerita mendiang ayah saya yaitu Srimoyo Tamtomo saat beliau mengikuti pendidikan militer. Pendidikan disini disebut dengan Suspimpemdagri atau Kursus Kepemimpinan Departemen Dalam Negeri dan dilaksanakan di markas Secapa di Bandung. Uniknya ayah saya termasuk dalam angkatan I pendidikan tersebut. Sayang saya belum mengetahui kapan pendidikan tersebut dilaksanakan, mungkin kegiatan tersebut diadakan medio Mei hingga Desember 1989. Untuk para peserta, kebanyakan dari mereka bekerja sebagai Camat. Namun ada pula yang bekerja sebagai Wakil Camat, Kepala Seksi, Pemeriksa, Kepala Bidang, Kepala Sub-Bidang, Staf Biro, Kepala Bagian, Kepala Sub-Bagian, hingga Kepala Cabang. Saat itu ayah saya menjabat sebagai Camat di Kecamatan Banjarsari Solo.
Saat Baru Tiba

Pendidikan tersebut diikuti oleh 460 orang atau setara dengan 1 batalyon dan dibagi menjadi 4 kompi, yaitu Kompi A, B, C, dan D. Batalyon tersebut dipimpin oleh 7 orang staf termasuk komandan yaitu Drs. Cecep Nana Soeryana T. Untuk komandan pendidikan yaitu Letnan Kolonel Infanteri P. Gurusinga. Ayah saya sendiri tergabung dalam kompi B dengan nomor urut 132.
Letnan Kolonel Infanteri P. Gurusinga

Komandan Batalyon dan Staf

Biodata Ayah Saya

Ingatan saya agak samar - samar mengenai penyamaan pangkat Camat untuk pendidikan disini. Seingat saya, ayah saya pernah mengatakan bahwa dia disini disamakan dengan Sersan Mayor.
Komandan Secapa Brigadir Jenderal Sarmono

Foto Kegiatan di Lapangan Secapa

Berdasarkan buku kenang - kenangan dan foto - foto yang ayah saya miliki, beberapa kegiatan yang dilaksanakan adalah:
  • Long march
  • Persiapan penyerangan
  • Latihan berganda yang mungkin salah satunya medis
  • Latihan menembak
  • Latihan fisik

Berdasarkan sumber yang sama, untuk peralatan disini tiap peserta memakai:
  • Helm Fiber Corlon model M76 Korea Selatan (di bagian depan helm terdapat nomor peserta)
  • Helm model M1 Amerika (menurut dokumentasi terlihat hanya seorang yang memakainya)
  • Senapan M1 Garand Amerika
  • Pistol (kemungkinan Browning High Power)
  • Pelples model M61 Amerika
  • Misting (menurut Koos Allemany ... misting KNIL!)

Untuk seragam peserta sendiri, karena mereka dari Departemen Dalam Negeri, maka pada lengan seragam sebelah kanan terpasang logo Kementerian Dalam Negeri. Pada bagian atas logo terdapat bet dengan tulisan kemungkinan "Departemen Dalam Negeri".
Tugas Urusan Dinas Dalam
Ayah saya saat bertugas menjadi Bintara Piket. Di sebelah kirinya adalah Tamtama Piket dan di sebelah kanannya Perwira Piket


Sedangkan untuk lokasi latihan, selain di markas Secapa ada juga di Cipatat, Cikole, dan Gunung Bohong. Untuk yang terakhir ini, lokasi tersebut digunakan untuk latihan menembak.
Gambar - Gambar Kegiatan

Foto - Foto Kegiatan

Foto Saat Kemungkinan Kegiatan Long March

Foto Makan Bersama Dengan Misting KNIL

Kamuflase Pada Wajah
 
Selfie tahun 80-an hehehe

Halang Rintang

Benteng Takeshi ??? hehehe
 

Kemungkinan Bersantai Setelah Kegiatan

Ada beberapa cerita menarik yang saya dengar dari ayah sendiri tentang pendidikan tersebut.
Yang pertama adalah salah satu Camat yang tidak tahan dengan kondisi pendidikan. Akibatnya dia langsung meninggalkan tempat pendidikan dengan naik taksi langsung kembali ke rumahnya. Padahal rumahnya termasuk jauh, uniknya pula orang tersebut bertahan hanya sehari!
Yang kedua adalah cerita saat panggilan siaga malam. Saat itu rekan ayah saya memasang lilin pada helmnya sebagai alat penerangan. Karena saat itu, mereka tidur di tenda. Apesnya lagi saat panggilan siaga, dia lupa untuk mencopot lilin tersebut. Alhasil saat berbaris instruktur langsung kaget melihat penampilan serdadu tersebut dengan lilin di helmnya. Dengan terpingkal - pingkal, instruktur tersebut berkata "Dasar tentara kardus!!!".
Yang ketiga. Tentang panggilan siaga sendiri, ayah saya juga sempat menceritakan bahwa saat pertama kali mengalami panggilan tersebut, kehebohan dan ketidaksiapan akan langsung menerkam. Beliau bercerita bahwa saat itu mayoritas peserta memakai pakaian tidak lengkap, alhasil hukuman langsung menimpa mereka.
Yang keempat, mungkin agak memalukan. Karena saat pertama kali sampai di tempat latihan yang dingin, menyebabkan beberapa peserta kebelet (ingin) kencing. Karena tidak tahu dimana WC berada, banyak yang harus rela menahan dulu. Tapi dasar ayah saya, beliau langsung menuju ke lokasi yang agak jauh dan kencing di sana sembari berkata dalam bahasa Jawa "Yo, nguyuh sik!" (Ayo, kencing dulu!). Provokasi ayah saya tersebut langsung diikuti oleh rekan - rekannya yang lain sembari ada yang berkata "Yo nguyuh yuk!".
Yang kelima adalah tentang senapan. Ayah saya sempat bercerita bahwa beliau sempat mematahkan pisir senapan yang dia pakai. Untungnya saja, instruktur tidak memergokinya. Entah apa yang terjadi jika dia ketahuan ...
Saat Waktu Luang

Saat Keluarga Datang

Menurut informasi dari buku itu pula, tercatat ada seorang peserta yang meninggal saat pendidikan berlangsung.

Jika anda lihat, terdapat perbedaan nama peserta yang meninggal. Entah itu Andrianus Ombu atau Anderias Umbu Djarasipul. Sayang tidak diketahui kenapa dia meninggal tapi sungguh unik ayah saya menulis "Gugur! dalam tugas" pada biodata yang bersangkutan.
Setelah mengikuti pendidikan tersebut, para peserta sudah pastinya mendapat kenang - kenangan.
Yang pertama adalah buku kenang - kenangan.


Yang kedua adalah plakat.

Yang ketiga mungkin adalah replika peluru meriam. Seingat saya, dulu saya pernah melihat ayah saya mendapatkan peluru meriam tersebut lengkap dengan nama yang banyak. Namun saya tidak ingat jika itu ada hubungannya dengan Suspimdepdagri atau tidak. Tapi sayang peluru meriam tersebut sudah lama hilang.
Jadi beginilah cerita mendiang ayah saya yang cocok dalam kacamata militer blog ini. Jika beliau masih hidup, maka tanggal 5 Desember ini beliau akan berusia 65 tahun. Selamat tinggal pah, semoga engkau damai di sana ...


Usia: 1989