Label

Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Tampilkan postingan dengan label diary. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label diary. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Desember 2019

Aden dan BIN

Dari Djibouti, sang penulis akhirnya tiba di Aden. Ada beberapa informasi tambahan menarik tentang kondisi kapal Zeeland dan tentang penumpang lainnya.

Rabu Legi, 656-65/25. Februari 25, 1959 D.16 

Tinyku yang kusayangi banget. 
Selasa kemarin tanggal 24/2 jam 9, kami sudah melihat pantai Somaliland yang berupa pegunungan yang berderetan. Hawa di luar terasa panas sekali. Di dalam kamar - kamar ada air conditioner jadinya enak. Antara jam 11 kapal sudah berada di pelabuhan Djibouti. Kapal berlabuh di pelabuhan baru, saat terakhir aku tiba belumlah ada. Dulu kapal dirapatkan di pelabuhan bagian dalam, tetapi sekarang ada di luar. Wah di luar panasnya terik sekali.Habis makan, orang - orang akan pergi ke kota tapi aku tidak ikut karena panas sekali (aku takut kulit semakin gelap). Aku ya juga pernah ke sana jadi ya bimbang. Aku melihat keluarga Dobbs, keluarga Antonio Blanco dan Louisa turun dari kapal yang kemudian berjalan keluar dari pelabuhan. Di Djibouti tidak ada imigrasi formal. Kami yang tinggal di kapal yaitu keluarga Kellermans, Nona Shepley dan aku melambaikan tangan kepada mereka yang pergi ke kota. Aku lihat mereka sedang tawar menawar tarif taksi ke kota, kemudian aku masuk kamar akan tidur sekalian membaca. Setelah melepas baju juga eh kok malah penasaran ingin lihat hasil tawar menawar tadi. Aku kemudian bersolek lagi, keluar dan melihat orang - orang tadi ternyata masih berdiri di jalan keluar. Mereka belum selesai tawar menawar. Tidak lama kok mereka kembali, ternyata mereka tidak jadi ke kota. Katanya karena taksinya minta tarif 10 dolar pulang pergi (1 dolar sama dengan 250 francs).Jam 6 sore semuanya sudah selesai dan siap berangkat. Jam 6.30, kami sudah meninggalkan Djibouti yang saat itu terlihat berkerlip dari kejauhan. Oh ya, aku ingin bercerita sedikit.Hari itu sebelum kapal berangkat, sekitar jam 6 sore, aku berdiri di dek sembari melihat jalan di pelabuhan yang terkadang muncul mobil sedan atau scooter yang dinaiki 2 sejoli. Hawa termasuk hangat. Pemandangan ini mengingatkanku saat di Semarang. Malah terkenang masa itu saat kerja di kapal. Pakaian dan makanan tidak cukup, hidup serasa terlunta - lunta. Rasanya mengalami itu kembali.Hari ini, subuh sekitar jam 4 sudah tiba di Aden. Jam 5 aku keluar, melihat pemandangan Aden di pagi hari yang tersorot rembulan terlihat cantik. Di belakang kota yang berkerlip terlihat gunung hitam, di pucuknya terdapat lampu pula. Saking tertariknya aku ingin melihat pemandangan pagi hari, aku tidak tidur lagi tetapi mandi dan bersolek. Di Aden ini keluarga Kellermans, Nona Shepley dan Louisa Abib Khan turun dan meneruskan perjalanan mereka masing - masing.
Pelabuhan Aden tahun 1952.
Sumber

Kami mendapat kabar bahwa kapal akan berangkat pada siang hari dan penumpang diberi kelonggaran untuk pergi ke kota hingga jam 1 siang. Pagi ini sehabis kapal kami ditambatkan di buoy, tiba kapal penumpang "Australia". Ternyata mereka membawa penumpang Indonesia, siswa BIN yang akan pendidikan ke Jerman Barat semuanya berjumlah 20 orang. Aku bertemu siswa tadi di pasar Aden. Aku juga bertemu dengan keluarga Soekarno yang membawa 3 anak dan 1 pembantu di kedutaan, mereka akan menuju ke Jeddah. Mereka bilang rumahnya ada di Blok A Kebayoran.
Pasar Aden tahun 1960an.
Sumber

Hawa Aden panas dan terik, kondisi kota juga tidak menyenangkan. Kurang tahu bagian lainnya karena aku tidak melihatnya.Kembali ke kapal naik perahu bersamaan dengan siswa yang juga akan kembali ke kapal "Australia". Sekitar jam 2 siang kapal sudah siap melanjutkan perjalanan, sekarang menuju Indonesia. Belum sebentar kapal sudah berangkat diikuti kapal "Australia" yang cuma sampai di luar pelabuhan. Kapal berbelok ke Timur, "Australia" berbelok ke Barat.Hingga malam ini keadaan laut enak sekali, tidak bergoyang sama sekali. Semoga ini tetap bertahan hingga tiba di Jakarta. Meski kondisi kapal tenang namun perasaan penumpang tidak tenang, terbilang tegang. Sekarang penumpang yang tersisa selain aku adalah: keluarga dari Chicago yang bernama Dobbs, keluarga seniman Antonio Blanco dan keluarga Gardiner beserta anaknya yang akan pergi ke Australia. Gardiner ini anti sosial dan dicap kurang Gentlemen. Keluarga ini tidak mau berbaur dengan penumpang lainnya seperti kami ini. Penumpang lainnya bisa bergaul dengan lainnya. Pagi tadi ada insiden kecil yang mengakibatkan adanya ketegangan antara Gardiner dan Blanco. Sang suami Gardiner tidak dihiraukan oleh para penumpang karena sikapnya yang merasa benar sendiri.Jadi ini cerita pelayaran hingga hari ini, semoga saja di hari berikutnya ketegangan tadi tidak semakin memburuk.   

Dari cerita sang penulis kita bisa melihat bahwa Aden menjadi hub pelayaran dunia. Dari kapal Australia yang kemungkinan adalah MS Australia dari Lloyd Trestino hingga para penumpang SS Zeeland yang turun dan menumpang kapal lainnya. Tentang MS. Australia, kapal ini pertama kali berlayar pada tahun 1950 dengan tujuan Italia - Australia. Kapal ini terbilang spesial karena Australia adalah kapal buatan Italia pertama Lloyd Trestino pasca Perang Dunia II. Australia terakhir kali berlayar ke Australia pada tahun 1963 karena Lloyd Trestino membuat kapal yang lebih besar. Berikutnya kapal ini berubah nama menjadi Donizetti dan berlayar hingga tahun 1976 karena konsumen lebih memilih perjalanan menggunakan pesawat seperti Boeing 747 Jumbo Jet. Setahun kemudian kapal dibesi tuakan. 
MS. Australia
Sumber:
Ebay

Ini untuk pertama kalinya mendengar kata air conditioner dari orang Indonesia pada masa lampau. Akan sangat menarik jika kita bisa melihat pendapat mereka yang baru pertama kali mencobanya di Indonesia. Saya masih belum menemukan apa kepanjangan BIN disini. Sepertinya tidak mungkin BIN adalah kependekan dari Badan Intelijen Negara karena saat itu BIN masih bernama BKI (Badan Koordinasi Intelijen). Bisa jadi BIN disini ada hubungannya dengan pelayaran.
Selain itu pula sangat unik bisa melihat bahwa seniman terkenal kita yaitu Don Antonio Blanco bisa mengalami ketegangan dengan penumpang lainnya. Perjalanannya kembali ke Indonesia tidak setenang yang kita bayangkan.


Usia: 1959

Jumat, 01 November 2019

Menuju Djibouti

Setelah dari Port Sudan, sang penulis masih dalam perjalanannya di Laut Merah menuju Djibouti. Kita bisa melihat bagaimana penderitaan seseorang untuk menawarkan rasa kangen sebelum masa internet. Saat itu, sang penulis hanya bisa memuaskan dahaga kangen dengan secarik foto dan uneg - uneg surat. Mereka juga berharap agar surat dan kapal bisa tiba di tujuan tepat waktu.

Senin Wage, 654-67/27. Februari 23, 1959 D.15 
Laut Merah menuju Djibouti 
Lanjutan surat No. 5 
Tiny yang kukangeni banget, 
Tadi malam aku tidur sore, karena badan terasa capek. Jam setengah 10, aku sudah tidur nyenyak. Karena capek ya tidur rasanya nyenyak. Sampai pagi ini rasanya agak malas. 
Hari ini tidak ada kejadian yang luar biasa. Siang tadi, hawanya pengap sekali dan panas. Kami juga bertemu dengan kapal - kapal. Sore tadi jam 7 kurang seperempat bertemu dengan sebuah kapal yang kemudian bertukar berita dengan lampu. Bulan pada tanggal 15, bulat sekali dan terlihat besar serta terang. Kalau menurutku, pemandangan seperti ini cocok untuk dinikmati dan membuat hati nyaman. Laut bersinar karena disorot sinar bulan yang sangat terang. Tidak ada mega sedikitpun dan kapal bergerak diam. Sangat cantik. 
Aku sampai ini tetap kangen denganmu Tiny. Tiap hari tidak lupa menghitung hari yang memisahkan kita. Kalau tidak ada apa - apa dan kalau kapal bisa sesuai dengan jadwalnya, akan tersisa 21 hari sebelum aku bisa bertemu denganmu lagi.Tapi kupikir akan terlambat 1 atau 2 hari. Kalau ini terjadi, tidak apa - apa ya. Yang penting bisa selamat bertemu kembali. Fotomu masih terus kupandangi. Kukira kau cantik sekali. Kepala agak miring kekiri seperti orang tengeng, tapi malah membuat manis kok. Totom juga ternyata ikutan miring, semakin tampan.
Candi Borobudur tahun 1950-an.
Sumber
 
Di kapal ini, yang bersamaku ada keluarga Amerika dari Chicago, aku sudah pernah cerita kan. Mereka pergi ke Bali dan akan menginap 2 minggu. Aku rasa kok sia - sia sekali kalau di Indonesia 2 minggu tapi tidak melihat Borobudur. Semestinya mereka bertanya, ya juga sudah kuberi petunjuk arah ke Borobudur. Akan lebih baik kalau aku menawarkan diri mengantar mereka ke sana. Aku ya juga belum pernah ke sana pula (kamu apa sudah ?), jadi sekalian melihat. Jika bisa, kurencanakan antara tanggal 5 - 9 April aku di Yogya menjemput keluarga tadi. Tapi sampai kutulis surat ini, belum ada keputusan dari mereka. 
Tentang liburan kita, aku ingin dari tanggal 1 April sampai tanggal 16 April. Kira - kira kamu cocok apa tidak? Bagaimana nanti pembagiannya bisa kita diskusikan bersama. 
Tiny, suratku ini kusudahi dulu. Kalau saja surat ini bisa menjadi pelanjut dari yang Laut Merah. Nanti sebelum tiba di pelabuhan, aku tulis surat lagi. Sudah ya, cup. 
Masmu kangen banget. 


Usia: 1959

Selasa, 01 Oktober 2019

Berkeliling di Port Sudan

Kali ini sang penulis tiba di Port Sudan. Perjalanannya di kota ini hanyalah singkat namun dengan unik dia membandingkan beberapa bagian kota dengan Indonesia. Seperti Kebayoran yang berada di Jakarta dan Pasar Pon di Solo.

Minggu Pon, 653-68/28. Februari 22, 1959 D.14 
Laut Merah, Port Sudan - Djibouti 
Surat No. 5 
Tinyku yang sangat kukangeni, 

Sumber
Pagi ini, tadi jam 6 kapal sudah masuk ke pelabuhan Port Sudan dan sejak itu selalu bongkar muat. Tempatku tidur tadi malam enak sekali, mimpi para penumpang sedang mogok tidak mau makan. Tiap harinya diberi roti saja dan tidak pernah berubah (kenyataannya tidak seperti itu). Kapten memanggil polisi, lha kok aku yang dituduh memprovokasi mogok. Wah kok mimpinya lucu. Saking enak tidur, sampai malas aku bangun. Karena sudah jam 7 ya kupaksa bangun, mandi, bersolek kemudian keluar. Hawanya disini enak, banyak angin, sepoi sekali di badan, membuat dingin. Setelah sarapan, kami para penumpang kemudian turun ke kota.
Perlu sebagai catatan, disini akan kuberitahu jika di Port Sudan tidak ada pemeriksaan Imigrasi seperti di pelabuhan - pelabuhan Mesir dan Tripoli. Jadi turun dari kapal itu saja, dan keluar dari pelabuhan ya tidak diperiksa apa - apa. Area pelabuhan dengan kota dipisah dengan teluk, kami menumpang perahu menyeberang ke pinggir. 
Kesan pertama, sepertinya kotanya bersih. Di pelabuhan terlihat bersih, dan orang - orangnya murah senyum dan ramah. Tidak seperti di Alexandria, Port Said, dan Jeddah. 
Turun dari perahu, kami tiba di area kota yang termasuk baru dan modern. Rumah - rumahnya bagus seperti di Kebayoran, halamannya luas - luas dan banyak tanamannya. Sampai di perempatan, kami bertemu dengan dua orang anak lelaki dan seorang anak perempuan. Sepertinya mereka anak orang Inggris. Aku memberi salam good morning kemudian menanyai mereka jalan mana yang menuju ke pasar. Keluarga Dobbs yang dari Chicago bertanya lokasi English Church. Sehabis diberitahu dan kami mengucapkan terima kasih, kami berjalan kaki menuju gereja yang lokasinya lebih dekat. Sepertinya masih terbawa suasana hari Minggu, jalan terlihat sepi. Panasnya minta ampun, tetapi sejuk karena angin. Kami masuk melihat bagian dalam gereja. Bertemu dengan pendeta dan anak - anak yang sedang melakukan sunday school. Ada anak perempuan yang bermain organ. Disana kami hanya sebentar, mendengar anak - anak yang bernyanyi. 
English Church Port Sudan.
Sumber: Alamy


Sehabis itu kami pamit dan keluar. Dari sana, kami menuju ke Park. Wah enak sekali rasanya, bersih dan rapi, karena diatur dengan benar. Kalau yang seperti aku senang banget. Bagian kota yang ada pertokoannya, tidak bagus dan ataupun rapi. Kalah bagus dengan Pasar Pon. Sehabis capek berkeliling sekitar jam 12, kami pulang ke kapal dengan naik taksi. 
Wah lama tidak berjalan kaki dengan berpanas - panasan, wajahku terasa panas dan kaki capek. Habis makan, aku langsung berbaring sambil membaca. Saat mata terasa berat, aku teruskan tidur saja. Jam setengah 4, aku sudah bangun lagi. Kukira kapal sudah selesai bongkar muat dan sudah akan berangkat. Saat aku turun, kok masih sibuk bongkar muatnya. Akhirnya jam 5, bongkar muat semuanya selesai. Kapal kemudian angkat sauh dari pinggir pelabuhan. Jam setengah 6, sudah berangkat menuju Djibouti. Bulan terlihat bulat, cantik menawan. Anginnya sejuk sekali.


Usia: 1959

Minggu, 01 September 2019

Singgah di Jeddah

Setelah singgah di Port Said dan melewati Suez, kali ini sang penulis singgah di Jeddah. Catatan yang saya tampilkan disini sedikit. Ini karena sebagian besar catatan asli lebih mengenai hubungan personal yang kurang elok ditampilkan disini.

Sabtu Pahing, 652-69/29. Februari 21, 1959 D.13 
Barges di London dekade 1950an.
Sumber
Tinyku yang aku kangeni banget. 
Seusai dua hari dan dua malam menyeberangi Laut Tengah, pagi ini jam 7 sudah tiba di Jeddah. Pelabuhan Jeddah itu tidak seperti Tanjung Priok, tetapi pelabuhan yang blak - blakan. Maksudnya kapal yang berlabuh harus ditengah saat menurunkan jangkar. Dari daratan dikirim perahu besar yang disebut "barges". Disitu barang yang akan dibongkar, diterima dan ditumpuk kemudian dikirim ke daratan. Orang - orang buruh di Jeddah bekerjanya cepat, tapi ya terlihat kasar. Aku sampai khawatir banyak barang yang rusak. 
Jam 2 siang, semua barang sudah selesai dibongkar. Katanya total 300 ton. Akan tetapi kira - kira jam 4 sore, kapal bisa menarik jangkar dan berangkat kembali. Sekarang menuju ke Port Sudan, jika saja besok pagi sudah tiba disana.


Usia: 1959

Kamis, 01 Agustus 2019

Dari Port Said dan Terusan Suez hingga Laut Merah

Setelah terkekang di Alexandria, akhirnya sang penulis mendarat di Port Said dan Terusan Suez.

Lautan Merah, Februari 20, 1959 
Suez - Jeddah 

Tinyku yang aku kangeni banget, 
Sejak tanggal 13 ini aku tidak membuat catatan harian, sampai sekarang. Ada lagi yang tidak kubuat yaitu surat untukmu dari Port Said dan dari Suez. Karena banyak kejadian yang mengambil perhatianku, seperti ingin melihat jalannya kapal saat masuk atau keluar dari pelabuhan; lalu lintas kapal di Suez Canal; dan lain - lainnya. Itu semua kupotret dan kurekam film, jika nanti kita bisa lihat gambar - gambar tadi.
Pelabuhan Port Said.
Sumber

Pedagang perahu.
Sumber
Masjid Al - Abbas.
Sumber: E-bay
Dari Alexandria kami berangkat jam 5 sore. Diantara jam 3 pagi sudah tiba di depan Port Said, jam 6 kami sudah masuk. Kukira kami tidak berlabuh di pelabuhan melainkan lego jangkar di muka pelabuhan. Sepertinya kota Port Said menarik sekali, terlihat di kartu pos yang kukirim bersamaan dengan surat ini. Para pedagang menawarkan dagangannya dari perahu kecil. Bahkan ada yang menumpangi kapal barang. Dagangannya dijual di dek kapal. Aku ingat permintaanmu, kemudian kubeli permadani kecil serupa dengan yang di Blok S, yang dipasang di tembok. Aku beli 2 buah dan gambarnya berbeda. Kelak bisa dipasang di lokasi pilihanmu yang paling bagus. Siang setelah makan, kami penumpang bersama - sama turun dari kapal ke kota. Berkeliling melihat masjid, gereja dan toko - toko. Kami beristirahat di restoran, di sana aku bertemu dengan keluarga Indonesia yang bekerja di kedutaan besar di Kairo. Kata mereka, mereka baru saja mengantar Duta Besar yang baru saja
Duta Besar Indonesia
untuk Mesir
Mahmud Lamako Latjuba.
Sumber

pulang ke Indonesia menumpangi kapal penumpang Italia (Lloyd Triestino). Saat kami pulang ke kapal, aku melihat kapal penumpang tadi. Putih dan besar sekali, cantik untuk dilihat. Pelabuhan sangatlah ramai, suara para pedagang yang menawarkan barang sangatlah nyaring, penumpang dan para pengantar terlihat banyak pula. 
Sebagai catatan yang akan kuceritakan disini, saat turun ke kota Port Said, yang memiliki uang Mesir hanya aku semata. Karena cuma akulah yang menukarkan uang, lainnya tidak mau. Saat di restoran untuk minum dan makan biskuit, aku yang membayar. Saat naik perahu dari kapal dan saat kembali, aku juga yang membayar. Saat kembali di kapal, setelah melalui penghitungan, uangnya dikembalikan kepadaku dengan uang Dolar. 
Paginya jam 7 tanggal 18 Februari, kami sudah siap meneruskan perjalanan mengikuti konvoi melalui Suez Canal. Sebuah kebetulan perjalanan ini dilakukan siang hari, kami bisa melihat pemandangan Suez Canal. Konvoi panjang sekali, Zeeland di nomor 15, dan di belakangnya masih ada kapal yang mengikuti. Mungkin kalau tidak salah ada 7 kapal, total semuanya 22 kapal. Saat tiba dekat danau Great Bitter Lake, bertemu dengan konvoi yang datang dari Suez. Wah banyak sekali kapal - kapal besar berkumpul disini. Saling menunggu, kira - kira ada 100 kapal. Setelah berhenti beberapa jam, kami bisa melanjutkan perjalanan pada jam 17:00. Lalu malam hari tiba, melalui terang rembulan, aku bisa melihat pemandangan kiri dan kanan. Sekitar jam 21:30, kami sudah tiba di Suez, kemudian berhenti dan berlabuh di luar pelabuhan. Kemudian dilanjutkan dengan bongkar muat. Di sekitar kami, banyak kapal yang berlabuh, lampu kapal berkerlip menyenangkan hati.
SS Zeeland.
Sumber
 Pagi sekitar jam 7 tanggal 19 Februari, kapal sudah siap meneruskan perjalanan dari Suez menuju Jeddah. Kiri dan kanan Teluk Suez ini terlihat pegunungan jazirah Sinai dan Afrika. Sampai sore, kami melihat pemandangan yang kumaksud. 
Kami mencari lokasi yang zaman dulu kira - kira dipakai oleh Nabi Musa menyeberang saat dikejar oleh kaum kafir di Mesir. Tetapi tidak ketemu meski sebelumnya sudah diberitahu bahwa di Suez ada tanda 7 buah batu oleh juru mudi. Seharian jalannya kapal, enak sekali dan tidak bergoyang. Malamnya terang rembulan, tetapi aku tidak keluar. Duduk saja di dalam sembari mendengar radio the Voice of America. Malamnya kami sudah meninggalkan Teluk Suez dan sekarang tiba di Lautan Merah. Katanya teman, di Laut Merah itu saat pagi antara jam 3 langit terlihat merah di sisi timur. Aku pagi tadi jam setengah 4 bangun untuk mengecek, tetapi tidak melihat apa - apa. Mungkin saja karena mendung jadinya langit tertutup. Karena kangen tidur denganmu, aku tidur lagi sampai bangun jam setengah 7.
Sumber

Tanggal 20 Februari diawali sinar matahari yang sangat terik, langit terang benderang. Usai bersolek, aku kemudian turun ke dining room untuk sarapan. Kuceritakan apa saja yang harus dimakan saat pagi hari. Yang pertama harus diminum adalah juice, yaitu sari buah (jeruk diperas airnya); kemudian roti dengan selai atau keju; telur dadar atau telor goreng; minumnya kopi susu. Usai sarapan kemudian kembali ke atas lagi ke dek penumpang. Jalan - jalan di luar untuk berpanas - panas atau main ping pong.Ini tadi jam 10 pagi ke tempatnya kapten, mendengarkan tape - recorder. Jam setengah 12 kembali turun (kamar kapten di atas). 
Di bawah ini, summary posisi harian kapal. 
17 Februari - 06.00 Tiba di Port Said 
18 Februari - 07.00 Berangkat menuju Suez melalui Suez Canal 
19 Februari - 07.00 Berangkat dari Suez menuju Jeddah 
20 Februari -  24.08 Lintang Utara dan 36.36 Bujur Timur - 371 mil.
Sumber

Tiny, cukup ini saja. Besok jika tidak ada apa - apa, kuteruskan menulis lagi. Oh ya, di Port Said aku tidak menerima surat darimu. 
Sudah ya.

Inilah kisah perjalanan di Terusan Suez. Dari sini ternyata misteri kapal Zeeland terjawab. Kapal tersebut tidak lain ditumpangi oleh sang penulis sendiri. Kapal dengan bobot 8372 ton tersebut dibuat pada tahun 1946 dan dipensiunkan tahun 1971. Kapal milik maskapai Rotterdamsche Lloyd ini terlihat melanglang buana ke penjuru dunia. Dari Papua Nugini, Tanjung Priok, Hollandia (Jayapura), Aqaba, San Fransisco, St Lawrence hingga Pearl Harbor.


Usia: 1959

Senin, 01 Juli 2019

Masih di Alexandria

Setelah sudah setahun, saatnya saya melanjutkan diary kembali.  :) Selagi menunggu komputer bisa aktif lagi.
Sama seperti entry terakhir kali, catatan berupa surat dan bukannya uneg - uneg.

Laut Tengah, Alexandria - Port Said 
Februari 16, 1959 

Tinyku yang kukangeni banget, 
Tadi malam bongkar muat tidak bisa selesai, dikarenakan kelelahan dan hujan. Pagi ini baru bisa dilanjutkan. Meski begitu, udara sangat baik dibanding tadi malam. Akan tetapi aku sudah tidak ingin mengunjungi kota Alexandria lagi. Karena saat aku berkeliling malamnya, kulihat jarak kapal dari pelabuhan jauh. Selain itu pula, jalan di pelabuhan juga becek dan hujan yang tidak menentu. Di kapal, aku hanya bisa main ping pong dan membaca. Kupinjam buku milik pelayan, Tafsir Al-Quran milikku juga kubaca. 
Sore ini tadi jam 5, kami sudah meninggalkan dermaga. Keluar di pelabuhan pada pukul setengah 6, kami meneruskan perjalanan ke Port Said. Jika lancar, fajarnya kami sudah tiba disana. Jika tidak ada apa - apa pula, sorenya berangkat melewati Suez Canal di Suez. Wah jika lewatnya malam hari ya disayangkan tidak bisa berkamera. Jika terjadi, ya tidak apa - apa. 
Tiny, aku akan sedikit mengingatkan. Kelak jika menjemputku di pelabuhan Priok (Tanjung Priok), aku dibawakan buku kamus bahasa Inggris - Indonesia. Belikan kamus itu tadi: Inggris - Indonesia / Indonesia - Inggris, akan kukirimkan ke Tom White. Dia vice manager (assistent manager) Inward Freight Funch Edye; bukunya akan kutitipkan kapal Zeeland yang sepertinya kembali ke New York sehabis bongkar muat di Indonesia. Selain itu, belikan kartu yang gambarnya Serimpi atau pemandangan Indonesia. Nanti kutulis sebagai pengantar buku. Dikemas tapi jangan dilem. Jangan lupa ya? 
Dibawah ini kucantumkan lagi posisi kapal. Melanjutkan suratku tanggal 11 Februari. 
12 Februari - Tripoli 
13 Februari -  32.56 Lintang Utara dan 13.13 Bujur Timur
Sumber

14 Februari - 32.27 Lintang Utara dan 24.47 Bujur Timur
Sumber

15 Februari - Alexandria 
16 Februari - Alexandria 

Sudahan dulu ya Tiny, besok jika jadi menerima surat darimu yang kau kirim ke Port Said, kubalas lagi. Doaku untukmu agar diberi keselamatan dan kecupku untuk Totom yang tampan. Serta cintaku kepadamu siang maupun malam.


Usia: 1959

Selasa, 04 Juni 2019

Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta - Panji / Vandel dan Bendera

Masih belum diketahui secara pasti seperti apa panji pasukan keraton pada masa Belanda. Namun informasi dari majalah kejawen yang dimuat di situs berikut, panji yang digunakan pada masa kekuasaan Pakubuwono III adalah panji dengan lambang Pajang - Mataram. Menurut situs Belanda ada kemungkinan panji yang dipakai oleh pasukan keraton berwarna hijau dan kuning serta mempunyai tombak lapis emas sebagai tongkat. Selain itu pula, masih misteri pula apakah Pemerintah Belanda pernah memberi panji kepada pasukan keraton. 
Menurut koleksi foto bekas KITLV, pada awal kekuasaan Pakubuwana X terdapat berbagai macam panji pasukan. Namun sayang dengan tidak adanya penjelasan maka masih belum diketahui nama panji yang dimaksud. Uniknya tiap bendera mempunyai model hiasan dalam bentuk berbeda pada masing -masing tongkat bendera.
Sumber

Kemungkinan ini bendera pasukan Sorogeni.
Sumber

Sumber


Sumber

Sumber

Sumber



Untuk panji berwarna putih, bentuk model serupa dengan yang terlihat pada hiasan di keraton. 
Sumber

Dalam perjalanan waktu, panji mengalami perubahan. Dari salah satu buku agenda yang saya dapatkan, terdapat informasi menarik tentang panji tersebut. Disitu tercatat 2 panji yaitu Kyai Slamet dan Kyai Brekat. Panji tersebut tetap dipakai saat kekuasaan Pakubuwana XI.
Panji Kyai Slamet
Panji memakai model panji Prusia dimana di tiap sudut terdapat bintang sudut 5 tumpuk 2.
Bagian muka memakai lambang Kasunanan sedangkan bagian belakang memakai lambang dengan monogram Pakubuwono X.
Ujung tongkat berbentuk nyala api dan ditengahnya terdapat bintang sudut 6 yang uniknya mirip dengan bintang daud.
Pada tongkat terdapat gombyok 2 buah

Panji Kyai Brekat
Panji memakai model panji Prusia di tiap sudut terdapat bintang sudut 5 tumpuk 2.
Bagian muka memakai lambang Kasunanan sedangkan bagian belakang memakai lambang dengan monogram Pakubuwono X.
Ujung tongkat berbentuk dwisula dan tongkat dihiasi gombyok 2 buah

Foto Panji Kyai Slamet atau Kyai Brekat
Masa Pakubuwana X

Sangat menarik memang jika melihat bentuk Kyai Slamet dan Kyai Brekat yang mempunyai model Prusia (Jerman). Jika kita melihat adanya monogram Pakubuwana X, ada kemungkinan kedua panji tersebut dibuat pada masa kekuasaan Pakubuwana X. 
Menariknya tentang gambar panji pada buku agenda, tidak terlihat jelas hiasan bintang pada sudut panji pada foto. Entah foto yang kurang jelas atau panji pada foto bisa saja varian atau panji berbeda.
Panji Pasukan Lini Infanteri Prusia
Sumber

Uniknya selain Kyai Slamet dan Kyai Brekat, ada pula panji pasukan keraton yang lain. Seperti foto dibawah ini yang memperlihatkan panji dengan warna polos kemungkinan berwarna merah. Kemungkinan pula panji ini untuk pasukan Sorogeni.
Sumber

Sumber

Namun sayang tidak diketahui nasib Kyai Slamet dan Kyai Brekat saat ini. Di Museum Keraton Kasunanan sendiri hanya tertinggal 1 panji saja. Sayangnya panji tersebut tidak bernama dan hanya disebut sebagai Dwaja.
Dwaja di Museum Keraton Kasunanan


Jika kita perhatikan, hiasan pada ujung tongkat serupa dengan panji putih. Apakah dwaja adalah panji yang sama ??
Selain panji seperti yang sudah saya terangkan, buku agenda juga menampilkan bendera - bendera yang dipakai oleh pihak keraton pada masa itu. Uniknya, tidak hanya keraton dari Solo saja melainkan bendera keraton dari Yogyakarta dan dari pihak Belanda.
Daftar Bendera
Atas kiri: Bendera Gouverneur (Gubernur) Surakarta saat itu Karel Johann Alex Orie.
Atas kanan: Bendera Sunan Pakubuwono saat itu Pakubuwono XI.
Tengah kiri: Bendera Pangeran Mangkunegara saat itu Mangkunegara VII.
Tengah kanan: Bendera Pangeran Suryodilogo saat itu Paku Alam VIII.
Bawah kiri: Bendera Ratu Sekar Kedaton.
Bawah kanan: Bendera Patih Surakarta.

Halaman 1
Atas kiri: Bendera Wedana Putra Santana Keraton Surakarta.
Atas kanan: Bendera Pangeran Mangkubumi (anak Pakubuwana XI).
Tengah kiri: Bendera Pangeran Kusumoyudo (adik Pakubuwono XI).
Tengah kanan: Bendera Pangeran Hangabehi (anak Pakubuwono XI / adik dari Mangkubumi).
Bawah kiri: Bendera putra / putri Keraton Yogyakarta.
Bawah kanan: Bendera Pangeran Putra.
Halaman 2
Atas kiri: Bendera Sultan Hamengkubuwono saat itu Hamengkubuwono IX.
Atas kanan: Bendera Ratu Hemas, sayangnya belum diwarnai.
Tengah kiri: Bendera Patih Yogyakarta.
Tengah kanan: Bendera Pangeran Purbanegara.

Bendera pada mobil Pakubuwono XII
Terlihat bendera masih sama dengan yang dipakai pada bendera Pakubuwana XI.
Sumber

Untuk panji pasukan keraton pada masa sekarang mengikuti model yang lebih sederhana.
Dari kiri ke kanan:
Panji Pasukan Penyutro, Tamtama, Prawiro Anom, tidak diketahui, Jayeng Astro, Sorogeni, dan Jogosuro.
Sumber

Terlihat panji pasukan Tamtama dan Prawiro Anom.
Panji masa Pakubuwana XIII.
Sumber


<--- Kualitas                                                                                                                     Peralatan --->

Minggu, 01 Juli 2018

Surat di Alexandria dan si Blanco

Setelah Tripoli, sekarang giliran sang penulis singgah di Mesir. Tepatnya Alexandria!

Alexandria , Februari 15, 1959. 
Tinyku yang aku kangeni.Wah aku senang sekali, hari ini tadi sehabis kapal merapat, aku mendapat surat darimu yang isinya fotomu dan Totom. Aku senang sekali, sejak lihat sekilas sudah diduga fotonya akan bagus sekali. Tiny terlihat cantik dan Toto terlihat tampan. Seharian ini fotomu kupandangi terus. Seperti tidak mau lepas.Oh, kok kasihan sekali, jatuh dari becak. Bagaimana kok bisa selip? Jangan - jangan melaju terlalu cepat. Seharusnya sekarang sudah sembuh kan?Bagaimana tugas di Solo, apa sudah selesai dengan baik? Totom apa diajak? Kalau tidak, nanti kasihan. Apa dititipkan di Blok S.? Bagaimana kondisi Solo?Aku berterima kasih kau beritahu kalau Roelijan sudah mempunyai menantu. Dibawah ini nama dan alamat Agen S.S. Zeeland di Singapura:
Rotterdam Trading Co. (Malaya) Ltd.
Shipping Department
P.O.Box 1522
Singapore.
Pagi ini sudah tiba di Alexandria sekitar jam 6, tapi jam 9 baru bisa merapat.
Sumber: Pinterest
Tiap penumpang punya rencana pergi ke Kairo, aku ya ikut. Pagi - pagi kita sudah siap, membuat bekal sandwich juga. Sayang sekali 3 hari terakhir ini Alexandria hujan terus, jadi sejak pagi ya hujan deras, membuat hati tidak enak dan tidak senang. Aku sendiri juga kurang yakin dengan rencana itu, tapi ya dibatinku, selagi sudah sampai di Mesir sekalian ingin melihat Piramid. Ternyata, mungkin karena sudah dikehendaki Allah, sudah jam 12 kok masih di Alexandria. Ini tidak jadi sebab tarif ke Kairo untuk melihat Piramid sebesar 45 dolar, sebelumnya katanya hanya 18 dolar, jadi ya dibatalkan. Tetapi aku juga tidak kecewa, soalnya bisa membaca dan melihat fotomu.Malam ini kami masih di Alexandria, jika semua hal sudah kelar, mungkin nanti malam atau besok pagi berangkat menuju Port Said. Aku juga menunggu menerima surat seperti yang sudah kamu janjikan. Oleh Mr. Blanco seniman dari Bali, di Bali kamu dibilang cantik, Totom juga dibilang tampan, awet tahan lama. Mungkin kamu bisa bertemu dengan keluarga Blanco saat kamu menjemput aku di Priok.Tiny, untuk menghemat biaya, surat ini cukup ini saja. Lain hari dari Port Said dilanjutkan lagi. Sudah ya, cup.

Sebelum saya menyudahi catatan untuk bulan ini, ada info menarik dari catatan diatas.
Yang pertama adalah agen SS Zeeland di Singapura. Saat saya cek, tidak ada nama kapal yang eksis pada masa itu. Yang mendekati adalah SS Nieuw Zeeland yang tenggelam pada Perang Dunia II. Satu - satunya kapal yang cocok dengan kriteria ini adalah SS Nieuw Holland. Saat itu karena hubungan Indonesia dengan Belanda yang mendingin, mengakibatkan perusahaan pelayaran yang menaungi kapal tersebut menghentikan operasional. Alhasil Nieuw Holland setelah berlayar ke Australia, India, dan Malaya; singgah di Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Hong Kong untuk dibesituakan. Tanggal singgah kapal tersebut memang mendekati dengan tanggal sang penulis menulis surat. Ada kemungkinan untuk penamaan agen, Belanda bisa saja memilih Nieuw Zeeland karena kenangan jasanya.
Informasi kedua adalah apakah anda bisa menebak siapakah Mr. Blanco disini? Seniman dari Bali atau lebih tepatnya yang akan kembali ke Bali. Ya, Blanco disini tidak lain ialah Antonio Maria Blanco atau Don Antonio Blanco! Pelukis berdarah Amerika yang terkenal itu!
Saat itu Blanco beserta istri Balinya yaitu Ni Ronji baru saja kembali dari perjalanan keliling Amerika selama 2 tahun lamanya. Saat dia kembali ke Indonesia, secara kebetulan dia satu kapal dengan sang penulis diary ini.
Terkadang sebuah peristiwa penting tersaru dalam catatan harian yang terkesan remeh ...
Antonio Maria Blanco dan Ni Ronji pada tahun 1957
Sumber


Usia: 1959

Jumat, 01 Juni 2018

Singgah di Tripoli

Untuk kali ini, sang penulis akhirnya tiba di Tripoli. Di ibukota Libya tersebut, dia sempat berkeliling di kota tersebut. Menurut catatan, sang penulis seakan terpesona dengan keeksotisan kota di Afrika Utara itu.

Kamis Pon, 643-78/39. Februari 12, 1959. D.12 
Tiny-ku yang aku kangeni banget, tadi malam sudah diumumkan oleh pimpinan kapal kalau hari ini akan sampai di Tripoli (Libya) dan tadi malam jam 22:00 diadakan penutupan penerimaan surat - surat yang akan diposkan di Tripoli. Aku tadi malam juga menulis surat untuk kamu, dan ke direksi Djakarta Llyod dan ke saudara Haznam.
Sumber
Pagi - pagi ini diantara jam 06:45, aku bangun mendadak ingat kalau sebentar lagi tiba di Tripoli. Aku menengok keluar, benar lampu Tripoli terlihat cemerlap. Aku kemudian keluar ke salon, melihat dari sana. Kemudian aku ingat kalau ada orang lain yang ingin melihat lampu - lampu Tripoli. Lalu aku membangunkan keluarga seniman yang akan kembali ke Bali.
Sekitar jam 07:00 kapal sudah merapat. Kota Tripoli terlihat jelas dari kapal, menurutku kok seperti lokasi di gambar cerita 1001 malam. Banyak menara dan kubah bundar, hiasan mosaik, jendela dan gapura yang melengkung. 
Sumber
Para penumpang diberi kesempatan turun dari kapal untuk melihat kota Tripoli. Paspor distempel izin mendarat oleh Pegawai Pemerintah Tripoli. Kami turun dan berjalan bersamaan ke kota, untung tidaklah jauh. Anginnya enak sekali sama seperti saat musim semi, matahari bersinar terang tetapi angin terasa sejuk. Yang menarik perhatian yaitu kereta keledai dan kereta yang bentuknya cantik. Atapnya berbentuk melingkar jadi bukan persegi, seperti halnya kereta kuda Solo. Kita ada didekat benteng tua dan berfoto disitu. Kemudian berjalan ke pusat kota, menukar uang, membeli kartu pos bergambar dan mengambil foto. Saat selesai kemudian kami berpisah, aku bersama dengan keluarga Amerika yang keliling dunia. Keluarga ini namanya Dobbs.
Sumber
Kami bertiga melihat lokasi kota tua yang letaknya di dalam benteng tua. Ada pekerjaan tangan macam - macam seperti hiasan kuningan, perak, kulit hewan,permadani, tenun dan lain sebagainya. Jalannya sempit - sempit seperti jalan yang ada di Kauman di Solo. Disini juga ada masjid, tetapi kami tidak bisa masuk ke ruangan sembahyang karena pada jam itu dikunci. Kemudian melihat ke bagian lainnya di dalam benteng yang sekarang sedang ditata untuk dibuat menjadi museum. Di dalam ini tempatnya bersih enak dipandang mata. Ditiap tempat seperti halaman atau taman pasti ada bendera atau air mancur. Aku senang sekali di dalam sini. Kami juga pergi ke perpustakaan, diterima oleh 2 orang pria Italia yang tidak bisa bahasa Inggris. Jadinya berbicara dengan 2 bahasa, kami memakai bahasa Inggris, mereka berbicara bahasa Italia. Anehnya kok bisa saling mengerti. Mereka juga mengerti Presiden Soekarno dan kepulauan Indonesia. Sudah pasti, aku dan keluarga Dobbs mengambil foto disitu. Sekitar 13:30 kami kembali ke kapal, karena sore harinya kapal akan berangkat lagi.
Antara jam 18:00 kapal berlayar dari samping kemudian dengan bantuan 2 kapal tunda diputar keluar. Di antara jam 18:30 sudah tiba di luar pelabuhan, kemudian full ahead ke Alexandria. Hari Sabtu atau hari Minggu sudah tiba di Alexandria.
Sumber


Usia: 1959