Dari Djibouti, sang penulis akhirnya tiba di Aden. Ada beberapa informasi tambahan menarik tentang kondisi kapal Zeeland dan tentang penumpang lainnya.
Rabu Legi, 656-65/25. Februari 25, 1959 D.16
Tinyku yang kusayangi banget.
Selasa kemarin tanggal 24/2 jam 9, kami sudah melihat pantai Somaliland yang berupa pegunungan yang berderetan. Hawa di luar terasa panas sekali. Di dalam kamar - kamar ada air conditioner jadinya enak. Antara jam 11 kapal sudah berada di pelabuhan Djibouti. Kapal berlabuh di pelabuhan baru, saat terakhir aku tiba belumlah ada. Dulu kapal dirapatkan di pelabuhan bagian dalam, tetapi sekarang ada di luar. Wah di luar panasnya terik sekali.Habis makan, orang - orang akan pergi ke kota tapi aku tidak ikut karena panas sekali (aku takut kulit semakin gelap). Aku ya juga pernah ke sana jadi ya bimbang. Aku melihat keluarga Dobbs, keluarga Antonio Blanco dan Louisa turun dari kapal yang kemudian berjalan keluar dari pelabuhan. Di Djibouti tidak ada imigrasi formal. Kami yang tinggal di kapal yaitu keluarga Kellermans, Nona Shepley dan aku melambaikan tangan kepada mereka yang pergi ke kota. Aku lihat mereka sedang tawar menawar tarif taksi ke kota, kemudian aku masuk kamar akan tidur sekalian membaca. Setelah melepas baju juga eh kok malah penasaran ingin lihat hasil tawar menawar tadi. Aku kemudian bersolek lagi, keluar dan melihat orang - orang tadi ternyata masih berdiri di jalan keluar. Mereka belum selesai tawar menawar. Tidak lama kok mereka kembali, ternyata mereka tidak jadi ke kota. Katanya karena taksinya minta tarif 10 dolar pulang pergi (1 dolar sama dengan 250 francs).Jam 6 sore semuanya sudah selesai dan siap berangkat. Jam 6.30, kami sudah meninggalkan Djibouti yang saat itu terlihat berkerlip dari kejauhan. Oh ya, aku ingin bercerita sedikit.Hari itu sebelum kapal berangkat, sekitar jam 6 sore, aku berdiri di dek sembari melihat jalan di pelabuhan yang terkadang muncul mobil sedan atau scooter yang dinaiki 2 sejoli. Hawa termasuk hangat. Pemandangan ini mengingatkanku saat di Semarang. Malah terkenang masa itu saat kerja di kapal. Pakaian dan makanan tidak cukup, hidup serasa terlunta - lunta. Rasanya mengalami itu kembali.Hari ini, subuh sekitar jam 4 sudah tiba di Aden. Jam 5 aku keluar, melihat pemandangan Aden di pagi hari yang tersorot rembulan terlihat cantik. Di belakang kota yang berkerlip terlihat gunung hitam, di pucuknya terdapat lampu pula. Saking tertariknya aku ingin melihat pemandangan pagi hari, aku tidak tidur lagi tetapi mandi dan bersolek. Di Aden ini keluarga Kellermans, Nona Shepley dan Louisa Abib Khan turun dan meneruskan perjalanan mereka masing - masing.
Pelabuhan Aden tahun 1952.
Sumber
Kami mendapat kabar bahwa kapal akan berangkat pada siang hari dan penumpang diberi kelonggaran untuk pergi ke kota hingga jam 1 siang. Pagi ini sehabis kapal kami ditambatkan di buoy, tiba kapal penumpang "Australia". Ternyata mereka membawa penumpang Indonesia, siswa BIN yang akan pendidikan ke Jerman Barat semuanya berjumlah 20 orang. Aku bertemu siswa tadi di pasar Aden. Aku juga bertemu dengan keluarga Soekarno yang membawa 3 anak dan 1 pembantu di kedutaan, mereka akan menuju ke Jeddah. Mereka bilang rumahnya ada di Blok A Kebayoran.
Pasar Aden tahun 1960an.
Sumber
Hawa Aden panas dan terik, kondisi kota juga tidak menyenangkan. Kurang tahu bagian lainnya karena aku tidak melihatnya.Kembali ke kapal naik perahu bersamaan dengan siswa yang juga akan kembali ke kapal "Australia". Sekitar jam 2 siang kapal sudah siap melanjutkan perjalanan, sekarang menuju Indonesia. Belum sebentar kapal sudah berangkat diikuti kapal "Australia" yang cuma sampai di luar pelabuhan. Kapal berbelok ke Timur, "Australia" berbelok ke Barat.Hingga malam ini keadaan laut enak sekali, tidak bergoyang sama sekali. Semoga ini tetap bertahan hingga tiba di Jakarta. Meski kondisi kapal tenang namun perasaan penumpang tidak tenang, terbilang tegang. Sekarang penumpang yang tersisa selain aku adalah: keluarga dari Chicago yang bernama Dobbs, keluarga seniman Antonio Blanco dan keluarga Gardiner beserta anaknya yang akan pergi ke Australia. Gardiner ini anti sosial dan dicap kurang Gentlemen. Keluarga ini tidak mau berbaur dengan penumpang lainnya seperti kami ini. Penumpang lainnya bisa bergaul dengan lainnya. Pagi tadi ada insiden kecil yang mengakibatkan adanya ketegangan antara Gardiner dan Blanco. Sang suami Gardiner tidak dihiraukan oleh para penumpang karena sikapnya yang merasa benar sendiri.Jadi ini cerita pelayaran hingga hari ini, semoga saja di hari berikutnya ketegangan tadi tidak semakin memburuk.
Dari cerita sang penulis kita bisa melihat bahwa Aden menjadi hub pelayaran dunia. Dari kapal Australia yang kemungkinan adalah MS Australia dari Lloyd Trestino hingga para penumpang SS Zeeland yang turun dan menumpang kapal lainnya. Tentang MS. Australia, kapal ini pertama kali berlayar pada tahun 1950 dengan tujuan Italia - Australia. Kapal ini terbilang spesial karena Australia adalah kapal buatan Italia pertama Lloyd Trestino pasca Perang Dunia II. Australia terakhir kali berlayar ke Australia pada tahun 1963 karena Lloyd Trestino membuat kapal yang lebih besar. Berikutnya kapal ini berubah nama menjadi Donizetti dan berlayar hingga tahun 1976 karena konsumen lebih memilih perjalanan menggunakan pesawat seperti Boeing 747 Jumbo Jet. Setahun kemudian kapal dibesi tuakan.
MS. Australia Sumber: Ebay |
Ini untuk pertama kalinya mendengar kata air conditioner dari orang Indonesia pada masa lampau. Akan sangat menarik jika kita bisa melihat pendapat mereka yang baru pertama kali mencobanya di Indonesia. Saya masih belum menemukan apa kepanjangan BIN disini. Sepertinya tidak mungkin BIN adalah kependekan dari Badan Intelijen Negara karena saat itu BIN masih bernama BKI (Badan Koordinasi Intelijen). Bisa jadi BIN disini ada hubungannya dengan pelayaran.
Selain itu pula sangat unik bisa melihat bahwa seniman terkenal kita yaitu Don Antonio Blanco bisa mengalami ketegangan dengan penumpang lainnya. Perjalanannya kembali ke Indonesia tidak setenang yang kita bayangkan.
Usia: 1959
Tidak ada komentar:
Posting Komentar