Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Rabu, 30 September 2015

Utomo Ramelan Part III

Setelah berapa lama, akhirnya saya bisa memperlihatkan beberapa koleksi tentang Walikota misterius kita Utomo Ramelan. :D
Klik disini untuk part II.

Seperti kepala pemerintah daerah lainnya, nama Utomo Ramelan pasti tercantum di setiap arsip atau surat-surat yang ada hubungannya dengan Pemerintahan Kota (Pemkot) Surakarta. Untuk surat berikut, karena tidak terlalu penting untuk dia handle, maka tanda tangan dia hanya diwakili saja disini alias "tertanda".

Sedangkan untuk arsip yang kedua dan terakhir seperti "kecil-kecil cabai rawit" atau arsipnya kecil namun nilainya sangatlah besar. Kenapa saya mengatakan seperti ini? Karena untuk arsip ini terdapat tanda tangan Utomo Ramelan sendiri! 
Disini dia selain menjabat Walikota juga menjabat sebagai Kamasek Hansip XXVIII. Saya belum mengetahui apa kepanjangan Kamasek, tetapi yang pasti ada hubungannya sebagai kepala Hansip atau Pertahanan Sipil. Uniknya lagi kartu anggota Hansip ini diterbitkan beberapa bulan sebelum peristiwa G30S.


Usia: dibuat pada tahun 1962 dan 1965.

Kamis, 24 September 2015

Once Upon A Time - Foto Yamato si Moen

Selamat datang di edisi Once Upon a Time terbaru ini. :3

Setelah dari Borneo atau Kalimantan, kita menuju ke daerah ini

Dan kali ini kita akan membahas sebuah cerita dari amplop foto di bawah ini:

Apakah anda sudah bisa menerkanya? Ya, amplop foto ini adalah dari studio foto Yamato milik orang Jepang di Surakarta. Tepatnya di daerah Kretekgantoeng (Kreteg Gantung). Jika kita lihat secara seksama ada sesuatu yang ditutupi dengan balok hitam. Dibalik balok hitam tersebut terdapat tulisan M. OHKI. Kemungkinan tulisan tersebut adalah pemilik lama studio foto ini. Selain itu pula nomor telepon lama milik M. OHKI yaitu no 33 diganti dengan nomor 727. Bisa diambil kesimpulan bahwa ada pemilik baru Yamato setelah Ohki dan daripada mengganti amplop foto maka dia hanya menutupi nama Ohki dan juga mengganti nomor teleponnya. Tentang nomor telepon, ada kemungkinan juga ini diganti karena pergantian dari Pemerintahan.
Saat kita membuka amplop ini, seperti kompetitornya yaitu Gevaert, terdapat penawaran dan promosi bagi para pelanggan.

Untuk sebelah kiri terdapat penawaran untuk frame atau bingkai foto. Untuk frame oval terdapat bahan kayu mahoni, kayu sonokeling, sepuh perunggu, sepuh perak, dan bahan-bahan lainnya. Terdapat penawaran pula untuk album foto, kamera dan aksesori foto lainnya.
Sedangkan untuk bagian amplop sebelah kanan terdapat penawaran menarik untuk para fotografer amatir. Bagi mereka yang mencetak foto dengan total biaya 10 florin atau gulden akan mendapat bonus satu klise untuk dicetak. Selain itu pula terdapat servis gratis untuk perbesaran foto. Jujur saja menurut saya penawaran untuk fotografer amatir tersebut sangatlah menarik. 
Tentang fotografer amatir tersebut kita akan mengenalnya di bagian berikut ini.

"Moen". Siapakah dia? Dilihat dari bentuk tulisan yang beda dengan yang ada di bagian penghitungan biaya. Ada kemungkinan Moen disini adalah sang pemilik foto ini. Terlihat pula, si Moen yang mendapatkan nomor order 565 mencetak foto dengan ukuran 6 x 9. Alhasil dia dikenai biaya sebesar 40 sen disini.
Saat kita membuka amplop ini, terdapat 3 kertas klise dan 1 kaca klise (!). Jujur saja ini baru pertama kalinya saya mendapatkan kaca klise. Dan juga memegangnya langsung. Terakhir kali saya melihat kaca klise yaitu pada kantor arsip Pakualaman di Yogyakarta. :D

Untuk kaca klise ini, laiknya klise lainnya, jika kita menerawangnya di tempat terang maka kita bisa melihat seperti apa foto tersebut.

Dan setelah saya memotret klise tersebut dengan kamera DSLR dan mengeditnya dengan photoshop, voila! Kita bisa mengetahui seperti apa foto pada klise tersebut!
Untuk klise pertama, sebuah bangunan dengan cerobong asap yang tinggi. Apakah ini pabrik gula?

Untuk klise kedua, deretan mobil kuno dari era 1920an - 1930an. Jika kita melihat seksama, kita bisa melihat plat nomor masing-masing mobil. Plat nomor "AD" menandakan nomor mobil dari Karesidenan Surakarta. 
Apakah anda bisa membantu saya disini untuk mengidentifikasi mobil-mobil disini? 

Untuk klise ketiga, kita bisa melihat sekumpulan orang. Adanya hiasan dan terlihat orang berkumpul didalam bangunan, apakah terdapat acara semacam selamatan?

Sedangkan untuk kaca klise, inilah dia, 2 anak muda yang berpose kemungkinan di Studio Yamato sendiri. Kenapa studio foto? Karena hiasan tirai jendela yang terlihat datar, semacam lukisan belaka
Yang menjadi pertanyaan, yang manakah si Moen disini? Apakah dia orang di sebelah kanan yang juga di tengah jika dilihat dari perspektif foto? Protagonist sometimes chose to be in the centre of the story. But sometimes there's some protagonist who shy enough and prefer to play behind the curtain. Jadi bisa saja si Moen adalah orang di sebelah kiri. Tapi ya tetap saja, pertanyaan ini tidak akan pernah bisa terjawab ...

Setelah melihat semua foto-foto disini, muncul pertanyaan apakah cerita yang ada disini? Mungkin ada satu jawaban pasti. Si Moen mungkin bersama orang tuanya menghadiri sebuah acara di dekat pabrik gula. Apakah acara tersebut berupa selamatan para pegawai pabrik gula yaitu selamatan giling tebu? Acara ini diadakan setiap awal bulan April dimana masa panen raya tebu tiba. Ritual tersebut diadakan sebagai pertanda dimulainya musim giling tebu dan sebagai wujud ucapan syukur. 
Namun tetap saja ada pertanyaan yang belum bisa dipecahkan. Yaitu di pabrik gula mana si Moen foto disini. Tasikmadu? Colomadu? Gondang Winangun? Mojo? atau mungkin pabrik gula lainnya? Pertanyaan yang susah dijawab memang. Tetapi paling tidak, kita bisa mengetahui ada semacam sejarah unik yang tersimpan di klise-klise ini.


Usia: 1920an - 1930an

Kamis, 17 September 2015

Barrack Life - KNIL Hoefsmidschool

Mungkin seri thread baru atau masih saya pikir-pikir hingga saya menemukan paket foto yang serupa. lol
Kali ini saya akan memperlihatkan seperti apa kehidupan di barak pasukan militer. Untuk thread ini adalah pasukan kavaleri KNIL dari sekolah hoefsmidschool atau sekolah ladam kuda di era akhir 1930an.
<<< Menurut informasi dari mentor saya Koos Allemany, pada masa itu sekolah tersebut berada di Cimahi, Jawa Barat, yang dikepalai oleh seorang Militaire Paardenarts (Dokter hewan militer bagian kuda).
Untuk Directeur atau komandan sekolah, pada tahun 1936 dikepalai oleh J. R. G. la Bastide

Sedangkan pada tahun 1939, la Bastide diganti oleh Jhr. Dr. W. Strick van Linschoten.

*Update 28 November 2018:
Hoefsmidschool menurut situs (ini) sekarang berada di Jalan Terusan Tol Baros (HMS Mintaredja). Akan tetapi bangunan hanya tersisa sebagian. Ini dikarenakan lokasi yang digempur untuk jalan tol. Sisa bangunan dipakai oleh markas Zeni Bangunan Kodam III Siliwangi. Sekarang, bangunan di Baros tersebut digunakan oleh Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdik Armed) atau oleh Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom).
Hoefsmidschool te Tjimahi
Gerbang depan Hoefsmidschool, lengkap dengan tulisannya
Gerbang Hoefsmidschool tahun 1932
Jika dibandingkan, penahan plafon bangunan di latar belakang foto masih belum sepenuhnya dicat.
Pada gapura hoefsmidschool, masih terdapat sisa yang sepertinya pengait untuk lampu atau lentera.
Selain itu pula, untuk foto tahun 1932 ini hiasan batu di rumput masih berwarna putih.
Sumber


On Service

Inspeksi kuda? Terlihat setiap prajurit membawa 2 ekor kuda untuk diperiksa kemungkinan oleh 2 onderofficier yang memakai topi pet
Bangunan Pusdik Armed
Sumber
Perhatikan bentuk bangunan yang serupa

Bangunan Utama Pusdikpom
Bangunan tersebut bentuknya sama dengan bangunan Hoefsmidschool di latar belakang
Sumber

Perawatan kuda? Orang di belakang kuda yang memakai topi pet juga memakai sepatu lars berkuda. Apakah dia sang pengendara? Dan karena dia, kita bisa memperkirakan kapan foto-foto ini dibuat. Disini dia memakai seragam Garoet-C dan lengkap dengan tanda pangkat Korporaal atau Sergeant khusus untuk seragam tersebut. Maka foto ini dibuat mulai tahun 1938.
Selain itu pula, kita perhatikan tentara paling kanan memakai topi kwartiermuts atau sidecap 

Perawatan kuda lainnya. Yang membuat foto ini menarik adalah tentara di tengah
Pada kerah seragamnya terdapat sebuah badge atau emblem. Untuk pasukan KNIL reguler sendiri, prajurit tidak memakai badge pada kerahnya. Hanya prajurit pasukan hulpkorpsen KNIL yang memakai badge seperti ini. Jika anda memperbesar foto, anda bisa melihat badge terlihat seperti huruf "P". Hanya ada 2 kemungkinan prajurit disini entah prajurit Korps Prajoda (Korps Prayoda) Bali atau Legioen Pakoealam (Legiun Paku Alam) Yogyakarta.
Selain itu pula, prajurit di belakang membawa sapu lidi. Ini membuktikan sapu lidi yang kita gunakan tidak pernah berubah sejak dulu. hehehe
Update 27 September 2015:
Berikut adalah contoh dari emblem-emblem pasukan hulpkorpsen KNIL. Pojok kanan atas adalah Legioen Pakoealam dan dibawahnya Korps Prajoda
Sumber: Marktplaats


Off duty



Sayang foto ini sudah tidak jelas lagi. Namun kita masih bisa memperhatikan beberapa bangunan di kota Cimahi pada masa itu





Seorang Korporaal atau Sergeant memakai seragam Garoet-A atau Garoet-B. Perhatikan dan bandingkan pangkat pada kerah seragam disini dengan Garoet-C






Jika kita perhatikan, pemakaian sarung masih banyak dilakukan. Entah dipadu dengan baju atau kaos. Terlihat sarung lebih rapi dengan adanya sabuk yang melingkar.
Funfact: Pada abad ke-19, sarung dikategorikan sebagai celana dalam untuk para prajurit Inlander


Bersama Keluarga

Jika penasaran dengan tulisan ini, intinya "Dilarang Masuk" lol

Keluarga sang prajurit terlihat ikut santai dan perhatikan seorang anak yang memakai topi Bamboehoed. Mungkin topi tersebut milik ayahnya?

Sangat menarik kita melihat betapa santainya pasukan KNIL disini. Meskipun belum segila apa yang dilakukan oleh pasukan Wehrmacht Jerman di saat yang sama. Menurut saya kenapa pasukan wehrmacht yang sangat disiplin bisa menjadi gila seperti ini mungkin dikarenakan ajaran militer Jerman sendiri. Schnaps ist Schnaps und Dienst ist Dienst, atau arti harfiahnya "Bir adalah Bir dan Tugas adalah Tugas" jika diartikan disini adalah saat bertugas, tentara akan sangat serius dan saat santai, mereka akan benar-benar melupakan segalanya. Jadi ya wajar saja, tentara Wehrmacht benar-benar hampir tidak ada aturan saat tidak dalam tugas. Dan untuk foto dibawah ini, ini kasus yang belumlah parah karena ada beberapa kasus yang jauh lebih parah seperti telanjang dan lain sebagainya. Tetapi hiruk pikuk ini masih berada dalam kacamata kedisiplinan militer alias belum ada pelanggaran hukum militer. Untuk aturan di atas tadi, mungkin sudah ada sejak jaman Prussia dan kemungkinan masih bertahan hingga sekarang. Karena ada beberapa bukti foto, pasukan Bundeswehr  melakukan tindakan yang serupa.
Sumber foto

Uniknya pula dari foto-foto ini adalah tidak ada satupun tentara Eropa disini. Sangat jarang saya kira melihat pasukan KNIL namun tidak ada orang Eropa satu-pun.


Usia: 1938 - 1942