Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Rabu, 27 Januari 2016

VOC, Bataaf dan Solo

Berikut adalah koleksi saya yang belum lama ini saya dapatkan, namun nilainya sangatlah besar sekali. Koleksi ini menempati urutan tertinggi dalam koleksi favorit saya dibandingkan koleksi lainnya seperti helm stahlhelm Hindia Belanda terutama Braat, foto Utomo Ramelan, ataupun koleksi orang terkenal. Mengapa? Karena ini koleksi arsip tertua yang saya punya! Koleksi yang saya maksudkan disini adalah buku notes berikut:

Setelah anda menyimak sejenak, mari saya jelaskan apa maksud buku tersebut. Buku ukuran kecil ini bisa dibilang adalah buku catatan pribadi dari seorang ningrat keraton Kasunanan Surakarta. Buku yang seluruhnya bertuliskan huruf jawa ini memuat beberapa catatan penting yang terjadi dalam keraton pada masa itu. Ada beberapa bagian kejadian, namun sebelumnya jika anda bertanya-tanya kapan buku ini dibuat, maka jawabannya adalah tahun 1781 hingga 1808! Kejadian yang terjadi disini sudah pasti ada hubungannya dengan pemerintah VOC / Bataafsche Republiek (Republik Bataaf) Belanda dan pada era kekuasaan Pakubuwono III dan Pakubuwono IV.
Sunan Pakubuwono III
(memerintah 1749-1788)
Sumber
Sunan Pakubuwono IV
(memerintah 1788-1820)
Sumber

Buku notes ini terbagi dalam beberapa bagian entry, beberapa diantaranya dan menurut urutan adalah:
  1. Persembahan dari Idlir atau petinggi VOC bernama Sibereh (Edel Heer Sibberg - Johannes Siberg) yang diwakili oleh Henderik Durvel. 
  2. Lambang keluarga von Stralendorff
    Sumber
    Salinan pakta loyalitas para perwira Kasunanan kepada Gurnadur Jindral (Gubernur Jenderal VOC) Willem Alting pada tahun 1781. Dalam pakta tersebut juga terdapat perjanjian berapa penggajian elemen pasukan keraton saat ekspedisi militer. Pakta tersebut dilakukan di Solo yang dilaksanakan didepan Huferkukman (Opperkoopman) Fredrik Kristopfel van Setralendoref (Friedrich Christoph von Stralendorff). Opperkoopman dalam teorinya adalah kepala dagang yang mempunyai posisi tinggi. Dalam armada kapal VOC, opperkoopman bertanggung jawab dalam kargo dan perdagangan. Saat itu von Stralendorff juga berposisi sebagai Uferhup (Opperhoofd) atau duta besar VOC untuk keraton Kasunanan. 
  3. Persembahan dari diler bernama Johannes Robboret (kemungkinan Johannes Robert van den Burgh - Gubernur Semarang) kepada Sunan Pakubuwono III beserta keluarganya.
  4. Pemberian kepada seorang Idlir tidak bernama yang berkunjung.
  5. Catatan kedatangan Johannes Sibereh (Johannes Sibberg) beserta rombongan yang kemungkinan saat itu dalam kapasitas sebagai Gubernur Jawa bagian pesisir pantai barat pada tahun 1781. Untuk kejadian ini sangatlah spesial karena acara kedatangan ditulis dengan rinci termasuk kapan sang tamu datang dan kegiatan yang dia lakukan. Selain itu pula ditulis hierarki lengkap petinggi VOC yang mengawal Sibberg saat dia pulang. Tidak ketinggalan pula, jurnal juga berisi daftar lengkap kenang-kenangan dari Sibberg dan hadiah balasan dari sang Sunan kepada rombongan tamu. 
    Johannes Sibberg
    (Gubernur Jenderal Hindia Belanda
    1801-1805)
    Sumber
  6. Daftar lengkap pasukan keraton yang akan dikirim ke Yogya.
  7. Daftar perlengkapan perang yang diberikan oleh Wilem Harnol Halting (Gubernur Jenderal Willem Arnold Alting)
    Willem Arnold Alting
    (Gubernur Jenderal VOC
    1780-1797)
    Sumber
  8. Salinan surat Sunan kepada Panembahan Adipati Cakraningrat dari Madura (kemungkinan Adipati Cakraningrat disini adalah Cakraningrat VII).
  9. Draft surat pernyataan kesetiaan Sunan kepada Halbertus Henrikus Niese (Albertus Henricus Wiese) pada tahun 1803. Wiese sendiri kelak akan menjadi Gubernur Jenderal. 
    Albertus Henricus Wiese
    (Gubernur Jenderal
    Hindia Belanda 1805-1808)
    Sumber
  10. Draft surat pernyataan kesetiaan Sunan kepada Nikolahus Hingelharet (Nicolaus Engelhard), saat itu Gubernur Jawa bagian pesisir pantai utara, pada tahun 1803.
  11. Salinan surat Sunan kepada Sultan Hamengkubuwono II dan Pangeran Adipati Anom Mangkunegara di Yogyakarta (Putra Mahkota keraton Kasultanan Yogyakarta, kelak Sultan Hamengkubuwono III)
    Sultan Hamengkubuwono II / Sultan Sepuh
    (memerintah 1792-1810, 1811-1812,  dan 1826-1828)
    Sumber
    Sultan disini uniknya digambarkan memakai seragam yang bukan pada jamannya. Seragam yang dia pakai disini adalah seragam groot tenue (pakaian dinas upacara) KNIL model M1867 lengkap dengan dasi kupu-kupu
    Sultan Hamengkubuwono III / Sultan Raja
    (memerintah 1810-1811 dan 1812-1814)
    Sumber
    Seperti gambar ayahnya di atas, Sultan juga digambarkan dengan seragam yang sama. Uniknya pangkat pada kerah yang dia kenakan disini menggambarkan dia sebagai seorang luitenant kolonel  (Letnan Kolonel)!
    Kacaunya lagi pangkat gombyok pada bahu tidak menggambarkan pangkat yang sama!!
    Selain itu pula warna piping seragam tidak mengikuti standar KNIL

  12. Salinan daftar pemasukan keuangan keraton dari buku keuangan keraton tahun 1773.
  13. Persoalan keuangan dengan Johannes Gerardus van dhen Bereh (Johannes Gerardus van den Berg - Residen Utama Surakarta).
  14. Daftar keuangan keraton pada tahun 1806.
  15. Daftar warisan sang penulis pada tahun 1808.
  16. Salinan nasihat sang penulis kepada Cakranegara pada tahun 1806.
  17. Daftar penerimaan pajak dan keuangan keraton.
Selain entry diatas, buku ini juga berisi cara-cara menyembuhkan penyakit termasuk diantaranya terdapat beberapa jimat Jawa. Serta juga terdapat beberapa tulisan bertopik spiritual jawa.
Mengenai spesialnya buku notes ini seperti yang saya singgung diatas, berikut adalah catatan kunjungan Johannes Sibberg:
Idlir datang pada hari Sabtu, dihari yang sama Sinuhun (Yang Mulia) keluar dari Purwodadi pada pukul 6 pagi. Kemudian Idlir Purwodadi tersebut tiba pada pukul setengah 11 siang. Sinuhun menyambut langsung Idlir di luar Kori (gerbang keraton) yang sekaligus diiringi salvo senapan sebanyak 100 kali. Setengah 12 siang, Sinuhun masuk ke kadaton (bangunan utama keraton), yang kemudian diikuti Idlir meskipun hanya sebentar. Kemudian Idlir melanjutkan kunjungan ke Loji Lama dan menginap disana. Untuk makanan sendiri, Idlir untuk sarapan disuguhi nasi daging, untuk makan siang disediakan berbagai macam makanan, namun untuk sore harinya dia tidak makan. Hari Senin, Idlir melihat acara rampog macan dimana 4 harimau dikorbankan. Kemudian dia berkunjung ke Badayan. Lusanya, giliran Sinuhun berkunjung ke Loji (Benteng Vastenburg) untuk mengikuti pesta badayan (pesta tari?). Pada hari Jumat giliran Idlir berkunjung ke acara pesta di Kadipaten Mangkunegara. Keesokannya, bersama Adipati Mangkunegara (Mangkunegara I atau Raden Mas Said), dia berkunjung masuk ke dalam Kadipaten Mangkunegara, pulang pada sore harinya. Hari minggu, Sinuhun beserta putra-putranya menuju Kadawung (Sragen?) untuk melihat upacara baris parade. Upacara tersebut juga diikuti oleh pasukan Belanda.
Hari Senin, Idlir berkunjung ke keraton untuk pamit. Selain itu pula dia berpamitan kepada para perwira termasuk ke perwira VOC yang beragama Islam. Kemudian Idlir kembali ke Purwodadi dikawal dengan para pengawalnya yang dipimpin oleh kaptin kumendam
(kapitein kommandant) Frimer.
Ada beberapa catatan yang tidak bertahun. namun dapat diasumsikan kejadian masih dalam waktu yang sama dengan catatan berangka tahun sebelumnya.
Yang menjadi problem buku ini adalah beberapa tanggal penulisan terbalik-balik alias tidak sesuai dengan urutan entry. Seperti kunjungan Sibberg dan kekuatan militer ke Yogya tertanggal beberapa bulan lebih muda dibandingkan pakta loyalitas kepada Alting. Ada kemungkinan saat itu sang penulis, menulis kejadian tersebut melalui ingatan dia atau sesuai kesaksian dan laporan yang ada.
Ini juga berlaku untuk entry warisan dia dengan nasihat kepada Cakranegara, dimana entry Cakranegara lebih muda 2 tahun dibandingkan entry wasiat dia. Apakah saat itu sang penulis lupa menulis tahun? Ataukah dia menulis seperti contoh di atas? Atau dia menyalin surat dia kepada Cakranegara.

Fun fact:
Jam meja buatan Belanda,
sejaman dengan yang diberikan
kepada Pakubuwono III
Sumber
  • Pada masa itu dapat dikatakan jam adalah barang yang sangat spesial sekali. Ini dibuktikan dari diberikannya sebuah jam meja oleh van den Burgh kepada Pakubuwono III.
  • Hierarki perpangkatan prajurit Kasunanan pada saat itu sama seperti perpangkatan militer pada masa kini. Pangkat dari kapten, sersan hingga prajurit.
  • Uang saku untuk seorang Edel Heer dari Sunan sebesar 1000 real !
  • Ada empat mata uang yang tertulis pada buku ini dan yang kemungkinan beredar dan dipakai di daerah Kasunanan. Reyal, reyal kumpni, dan reyal anggris serta tahil. Untuk yang pertama kemungkinan adalah Real Spanyol atau sering disingkat Sps. Matten yang populer dalam perdagangan internasional. Yang kedua Real yang dipakai oleh kumpni =  compagnie = VOC. Untuk yang ketiga adalah Real yang dipakai oleh Inggris. Apakah kemungkinan ketiga mata uang tersebut adalah Real Spanyol sendiri? Sedangkan untuk mata uang keempat, tahil tidak lain adalah tael Cina 
  • Seperti yang sudah diterangkan di atas, datangnya seorang tamu agung disambut dengan 100 kali tembakan senapan. Jauh lebih banyak dibandingkan pada abad ke-19 dan ke-20 sekalipun.
  • Perwira VOC ada juga yang beragama Islam. Kemungkinan perwira tersebut adalah perwira pribumi.
  • Saat persiapan menghadapi Yogyakarta, Kasunanan mengerahkan 11 pasukan yang dibagi 2 macam yaitu infanteri dan kavaleri. Selain itu pula, pasukan terdapat dari daerah Banyumas yang bernama Banyumasan dengan kekuatan 118 orang infanteri dan 27 orang kavaleri. Selain itu pula terdapat pasukan bernama Monca Nagari  atau pasukan dari daerah kekuasaan terluar Kasunanan dengan kekuatan 270 orang infanteri dan 66 orang kavaleri serta merupakan kontingen terbesar pasukan Kasunanan.
  • Beberapa perlengkapan perang yang disumbangkan oleh Gubernur Jenderal Alting disepuh emas. Seperti beberapa pasang pistol dan pedang. 
    Pistol lantak sepuh emas sistem Miquelet
    buatan akhir abad ke-18
    Sumber
  • Sumpah kesetiaan Sunan selain dihaturkan baik kepada Gubernur Jenderal dan Gubernur, juga kepada Direktur. Kemungkinan posisi Direktur disini untuk Direktur Jenderal Raad van Indie.
  • Entah apa ini juga berlaku untuk ningrat lainnya, untuk warisan disini, anak perempuan tidak mendapat pusaka tombak hanya keris yang mereka dapatkan.

Setelah semua informasi ini, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah siapa penulis buku agenda ini? Sedikit petunjuk bisa kita dapatkan dari kalimat ini "Tinulis ing malem salasa kaliwon tanggal ping rarikur ing sasi rajap mongsa katiga wuku tambir ing tahun dal angkaning warna 1735. Iki layang pelingane wawarisane anak anakku kabeh..." (Ditulis pada malam Selasa Kliwon tanggal 20 dibulan rejeb, mongso ketiga, wuku tambir di tahun dal berangka tahun 1735. Ini surat pengingat warisan anak-anakku semua...) yang kemudian nantinya dilanjutkan dengan kalimat "Wasiyate kang jumeneng pangeran adipati, keris kiyai baruwang..."(Wasiatnya Yang Mulia Pangeran Adipati, keris kyai baruwang...). Melihat semua ini kemungkinan besar, sang penulis disini adalah seorang Pangeran Adipati dan ada satu kalimat yang memperkuat kemungkinan ini. "...durung nganti tak nehi warisan iku endikan aku kang angenteni hing karatonku." (... belum pula mendapatkan warisan, beritahu saya, saya tunggu di keraton saya.). Kalimat "di keraton saya" menandakan sang penulis memang petinggi keraton atau termasuk dalam keluarga dekat Sunan. Bisa jadi dia adalah paman atau adik Sunan. Tetapi dengan tanpa adanya nama tetap saja kita tidak bisa mengetahui secara pasti siapakah penulis disini.
Namun melihat gelar dia sebagai Pangeran Adipati, hanya ada 2 kemungkinan entah dia Pangeran Adipati Buminata atau Pangeran Adipati Mangkubumi I (kelak dibuang Inggris karena pemberontakan Sepoy). Ini juga diperkuat dengan beberapa senjata pusaka yang dia wariskan yang terdapat pada wasiat dia. Pusaka tersebut adalah keris Kyai Baruwang, keris Kyai Mahesa Soka, tombak Kyai Sangupati, dan tombak Kyai Hantu. Untuk keris Kyai Baruwang, keris tersebut digunakan oleh Pangeran Adipati Anom pada masa perpecahan Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan dan Kasultanan. Saat itu Pangeran Adipati Anom adalah gelar untuk Pakubuwono III. Logis jika pusaka tersebut diwariskan kepada anaknya, diantaranya Buminata atau Mangkubumi I. Tambahan informasi saja, untuk Kyai Mahesa Soka, termasuk salah satu pusaka yang paling diminati pada masa kini.
Untuk informasi terakhir, sang penulis mempunyai 28 anak yang terdiri dari 14 orang putra dan 14 orang putri.
Akhir kata, buku notes ini bukanlah koleksi biasa. Karena dari ini kita bisa menemukan berbagai informasi unik yang bukan tidak mungkin belum tentu ada pada catatan sejarah. Apalagi yang menulis adalah adik seorang raja, maka keunikan koleksi ini bertambah besar.


Usia: 1781 - 1808

Tidak ada komentar:

Posting Komentar