Kali ini koleksi bercerita tentang Soetardjo seorang pensiunan CPM (Corps Polisi Militer) yang masa mudanya dapat dibilang menarik.
Dia lahir di Wonogiri tepatnya di Patul Kidul, Baturetno pada tanggal 2 Januari 1925 dari ayah bernama Soenarto. Pada masa kecilnya dia sempat menempuh sekolah namun terhenti saat dia masih SMP. Saat itu dia bersekolah di SMP LPPM RI 15 di kelas III B.
Saat masa pendudukan Jepang atau pada tahun 1944 dan sudah berumur 19 tahun, soetardjo mencoba masuk kedalam dunia kemiliteran. Dia memilih salah satu cabang angkatan perang bentukan Jepang yang diperuntukkan untuk orang Indonesia saat itu. Akhirnya dia berhasil masuk ke Heiho kesatuan Butai 10362 di Gembongan, Solo. Pada kesatuan tersebut, dia sempat ikut serta dalam pendidikan Ecehe atau Kesehatan di Jakarta selama 6 bulan. Di Heiho pangkat yang dia terima adalah Nito Heiho atau Heiho kelas dua.
Nasib Soetardjo seperti halnya orang Indonesia lainnya, berubah saat Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dan sebulan kemudian, Soetardjo bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) di Divisi X, Resimen XXVI, Batalion I, Seksi II dibawah pimpinan Mayor Kusmanto yang berkedudukan di Solo. Saat nama BKR berganti menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia), Soetardjo masuk kedalam kesatuan yang lebih rinci yaitu di posisi Seksi I. Tetapi pimpinan masih dipegang oleh Kusmanto. Hanya saja, pada akhirnya Kusmanto diganti posisinya oleh Mayor Soedigdo saat kesatuan tersebut berubah nama kembali menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan kesatuan juga ikut berubah nama menjadi Batalion 13. Uniknya pula, Soetardjo nantinya akan berubah pangkatnya atau lebih tepatnya naik pangkat menjadi Kopral. Lagi-lagi Soetardjo pindah kesatuan, kali ini bergabung dengan Pasukan Gerilja Onder Tactiesh PPS 5420 dibawah komando H. Soekarta.
Pada penghujung masa revolusi, Soetardjo memutuskan pindah kesatuan ke CPM. Tepatnya ke CM Plt Heru Det II / BS (Corps Militer Peleton Heru Detasemen II ?) dibawah pimpinan Letnan Herusubanto. Soetardjo tetap bertahan di kesatuan tersebut hingga perang usai. Dalam perjuangan tersebut, Soetardjo mendapatkan 3 medali yaitu Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia, Satyalancana Peristiwa Aksi Militer Kesatu, dan Satyalancana Peristiwa Aksi Militer Kedua. Namun medali-medali tersebut diberikan pada era 1950an.
Pada masa damai, seperti prajurit lainnya dia mendapatkan penghasilan yang tetap. Untuk Soetardjo sendiri dia mendapatkan Rp. 80 per-bulan. Untuk kesatuan dia sekarang berada di Batalion IV CPM dan menjabat sebagai anggota staf Ki 43 CPM (Ki = Kompi ?). Pada masa tersebut pula dia sempat mengenyam pendidikan militer Basis Infantri yang dilaksanakan di Somowono Territorial IV / DP. Selain itu pula, seperti prajurit lainnya dia mendapatkan promosi kenaikan pangkat. Dari Sersan Satu hingga Sersan Mayor. Selain itu pula, dia juga berpindah tempat kedinasan yaitu salah satunya ke Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
Karena pengabdiannya di militer, Soetardjo juga menerima 2 medali yaitu Satyalancana Kesetiaan, untuk 8 dan 16 tahun.
Saat terjadi kegoncangan paska tahun 1965 dan pembersihan didalam internal militer pada tahun-tahun berikutnya. Seperti halnya beberapa rekannya di Solo saat itu yang dicurigai terpengaruh oleh PKI, Soetardjo juga tidak luput dari kecurigaan, sampai-sampai komandannya yaitu Soertrisno harus membuat surat keterangan bahwa Soetardjo tidak tersangkut dengan gerakan tersebut.
Pada akhirnya Soetardjo memang tidak tersangkut dengan gerakan tersebut dan dia bisa menikmati 2 kenaikan pangkat terakhirnya menjadi Pembantu Letnan Dua dan Pembantu Letnan Satu. Selain itu pula dia, seperti para pejuang lainnya mendapatkan status Veteran Perang Kemerdekaan dan Soetardjo menikmati masa tuanya di Solo bersama istrinya yaitu Soewarni dan putri sulungnya yaitu Titik Moedijani serta ketujuh anak lainnya.
Usia: dibuat era 1950-70an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar