Untuk post ini bisa dibilang berbeda. Jika sebelumnya saya menampilkan medali koleksi saya beserta artikel dari sebuah majalah lama seperti post Bintang Sewindu APRI, kali ini saya tidak mempunyai koleksinya baik itu medali maupun majalahnya. Artikel yang saya tampilkan disini adalah dari majalah milik teman saya yaitu muara-buku. Majalah yang dimaksudkan disini adalah majalah Pandji Poestaka. Majalah yang diterbitkan oleh penerbit terkenal Balai Pustaka ini pertama kali terbit pada tahun 1923. Usia majalah ini sendiri termasuk lama yaitu hingga tahun 1945 mereka diterbitkan. Untuk koleksi teman saya disini adalah dari tahun 1926. Sesuai dengan judul, salah satu artikel yang paling menarik untuk di share disini adalah medali yang dikeluarkan oleh Javasche Motor Club. Sekedar informasi saja, artikel pada post ini berasal dari 3 majalah Pandji Poestaka yang berbeda yaitu nomor 12 tanggal 12 Februari 1926, nomor 16 tanggal 26 Februari 1926, dan nomor 18 tanggal 5 Maret 1926.
Javasche Motor Club / Java Motor Club (J.M.C.) atau yang mempunyai nama lengkap Koninklijke Vereeniging Java Motor Club sendiri adalah asosiasi pengendara bermotor Hindia Belanda. Menurut koran De Sumatra Post tanggal 20 Januari 1911, J.M.C. awalnya bernama Soerabajasche Autoclub / Soerabajasche Motorclub. Klub tersebut berdiri di Surabaya pada 27 Maret 1906 yang diresmikan melalui keputusan pemerintah Gouvernements Besluit tanggal 27 Maret 1906. Nantinya pada medio bulan September ditahun yang sama, klub menerbitkan majalah mereka yaitu De Indische Auto.
Artikel koran Het Nieuws van den Dag tanggal 29 Maret 1906. Disebutkan klub Soerabajasche Motorclub diresmikan pada 27 Maret 1906. Koleksi Koninklijke Bibliotheek |
Dalam perjalanannya, J.M.C. berganti nama menjadi Indische Motor Club (I.M.C.), Indonesische Motor Club dan sekarang sebagai Ikatan Motor Indonesia (I.M.I.). J.M.C. sendiri dalam sejarahnya membuat banyak pernik - pernik, entah itu peta, buku, pin, hingga yang terlupakan yaitu medali dibawah ini.
Sumber: Olx.com
Medali diatas adalah medali yang diberikan kepada para supir yang mengemudikan kendaraan dengan selamat, minimal selama 10 tahun. Bentuk medali sendiri sekilas serupa dengan medali Militaire Willems Orde dan Orde van Nederlands Leeuw. Uniknya di bagian tengah medali terdapat relief gambar mobil. Terdapat pula monogram "M". Ada kemungkinan monogram ini berarti "Motor". Selain itu pula terdapat tulisan "Voor 10 Jaren Dienst" atau artinya "Untuk Pengabdian 10 Tahun".
Seperti pada gambar, medali ini juga mempunyai pita atau ribbon. Untuk mengetahui warna ribbon, kita bisa bandingkan dengan foto dibawah ini.
Sumber |
Jika anda perhatikan, warna ribbon serupa dengan warna ribbon medali paling kanan. Medali yang dimaksudkan disini adalah Onderscheidingsteeken voor Langdurige Dienst als Officier atau medali pengabdian dinas untuk perwira militer Belanda.
Sumber: Pinterest |
Namun jika kita perhatikan, warna ribbon terlihat terbalik. Jadi kita bisa mengambil kesimpulan bahwa warna ribbon untuk medali J.M.C. adalah biru nassau, putih, dan oranye.
Pemberian medali juga disertakan dengan sebuah piagam laiknya medali pada umumnya.
Kurang diketahui ada berapa kelas medali ini eksis. Saat mencari tambahan informasi, saya menemukan medali dibawah ini dijual di sebuah situs jual - beli.
Sumber |
Anda lihat sendiri, medali tersebut adalah medali kelas 5 tahun. Namun medali tersebut dibuat saat organisasi sudah berganti nama menjadi I.M.C.. Ada kemungkinan awalnya medali hanya diperuntukkan untuk supir yang bekerja dengan selamat selama 10 tahun. Namun dalam perkembangannya, kemungkinan saat J.M.C. berubah nama menjadi I.M.C., medali ditambah kelasnya dengan kelas 5 tahun ini. Ada kemungkinan pula terdapat kelas lainnya seperti medali Onderscheidingsteeken voor Langdurige Dienst als Officier.
Setelah keterangan medali, mari kita lihat beberapa penerima medali yang unik ini. Yang pertama adalah Soerowidjojo.
Dia sudah bekerja sebagai supir selama 20 tahun untuk J. van Koetsveld, yang dulunya pengurus pabrik gula.
Untuk orang kedua, dia adalah supir resmi keraton Kasunanan Surakarta.
Madaroem namanya. Dia bekerja sebagai sopir pribadi Pakubuwono X selama 18 tahun atau sejak tahun 1908. Perhatikan sepatu kets dia yang kurang cocok dengan seragam yang dia pakai. Mungkin dia lebih memilih kenyamanan dibanding penampilan.
Untuk supir dalam keraton, menurut almanak Narpowandowo tahun 1930 mereka masuk dalam bagian Gitas Wandawa atau bagian "motor". Diketuai oleh Raden Tumenggung Widaningrat. Jabatan tetua sekaligus "sopir" dipegang oleh orang Belanda bernama W. H. Huysmans.
Penerima ketiga adalah Moedassim.
Disini dia sudah bekerja selama 20 tahun di Perusahaan Perkebunan "Pondok Gedeh" di Cigombong, Bogor.
Orang keempat adalah Sijan.
Sijan disini bekerja selama 10 tahun untuk L. Leefers. Pengurus pabrik gula "Banjaratma" di Brebes. Perhatikan pemakaian medali, dimana posisi penempatan medali dia berbeda dengan penerima medali lainnya.
Berikutnya adalah Djojoprajitno atau yang bergelar Raden Wagio.
16 tahun dia sudah bekerja di Handelsvereeniging Amsterdam.
Orang keenam adalah Mas Ngabehi Wiromaroeto.
Serupa dengan Madaroem, dia bekerja di kota Solo. Hanya saja dia bekerja di Rijksauto Dienst selama 17 tahun. Kurang diketahui apakah dia bekerja untuk Kasunanan, Mangkunegara, ataukah untuk Pemerintah Belanda.
Untuk penerima terakhir disini, dia bukanlah orang sembarangan.
Mohamad Djini disini sudah bekerja selama 15 tahun untuk N.V. Automobiel Import Maatschappij cabang F.I.A.T.. Ya, pabrik mobil Italia yang terkenal dari kota Turin itu. Djini disini mendapatkan medali di tahun yang sama saat Juventus mempersembahkan gelar pertamanya untuk pemilik baru mereka. Yaitu Edoardo Agnelli yang juga pemilik F.I.A.T..
Uniknya bagi para penerima medali, bisa diadakan upacara selamatan. Seperti yang terjadi oleh Sastro.
Uniknya bagi para penerima medali, bisa diadakan upacara selamatan. Seperti yang terjadi oleh Sastro.
Sumber |
Sumber |
Sastro yang merupakan supir C.H. Japing saat itu mengadakan selamatan saat menerima medali kelas 10 tahun. Upacara yang terjadi pada tahun 1937 itu juga dihadiri oleh rekannya yang juga sudah menerima medali tersebut. Uniknya penjelasan pada foto tersebut masih memakai nama J.M.C. bukannya I.M.C.
Kembali ke artikel, jika kita melihat kalimat yang tertera, kemungkinan para penerima medali ini hanya terbatas bagi yang majikannya menjadi anggota J.M.C..
Untuk pekerjaan supir sendiri, berdasarkan buku Indisch Verslag 1931, terdapat data penduduk Hindia Belanda yang bekerja. Di Batavia sendiri terdapat 4 orang Eropa, 178 orang Inlander, dan 3 orang Cina keturunan yang melamar bekerja sebagai supir. Yang diterima sebagai supir 43 orang Inlander. Sedangkan lowongan yang dibuka untuk 44 orang Inlander.
Untuk di Bandung terdapat 2 orang Eropa, 252 orang Inlander, dan 2 orang Cina keturunan yang melamar. 62 orang Inlander yang diterima. Lowongan yang dibuka untuk 139 orang Inlander.
Tegal: 2 orang Inlander untuk ketiga macam laporan.
Yogyakarta: 1 orang Eropa, 160 orang Inlander, dan 1 orang Cina keturunan yang mencari pekerjaan. 67 orang Inlander yang diterima sebagai supir. Lowongan yang dibuka adalah untuk 68 orang Inlander.
Surabaya: 6 orang Eropa, 75 orang Inlander, dan 1 orang Cina keturunan yang melamar. 69 orang Inlander yang diterima. 79 lowongan kerja untuk orang Inlander.
Malang: 4 orang Eropa dan 26 orang Inlander yang melamar. 2 orang Eropa dan 16 orang Inlander yang diterima. Lowongan yang dibuka untuk 3 orang Eropa dan 17 orang Inlander.
Jika kita lihat data diatas, pekerjaan supir tidak hanya ekslusif untuk orang Inlander belaka. Namun sudah menjadi salah satu lowongan pekerjaan resmi pada masa kolonial yang bahkan dikerjakan oleh keturunan ningrat dan orang Eropa sekalipun.
Menurut artikel sendiri, pekerjaan supir atau lebih tepatnya mengemudikan mobil pada masa kolonial dipandang sebagai pekerjaan yang susah. Pada masa itu, sering sekali terjadi kecelakaan baik yang biasa maupun yang mengerikan.
Dapat dibilang pemberian piagam dan medali ini adalah suatu langkah yang sangat unik dan bagus pada masanya. Selain untuk meminimalisir angka kecelakaan, para supir notabene mendapatkan sebuah kebanggaan tersendiri. Dimana mereka bisa membanggakan kinerja pekerjaan mereka yang aman. Selain itu pula, mereka juga bisa bangga karena mendapatkan penghargaan dari J.M.C.. J.M.C. sendiri pada masanya bukanlah organisasi kacangan atau kecil. Menurut artikel pula, banyak papan penanda J.M.C yang digantung di jalan - jalan besar pulau Jawa terutama di kota - kota di pulau tersebut. Alhasil banyak orang yang tahu tentang organisasi tersebut.
Selain itu bagi masyarakat awam, mereka sudah pasti akan memberi penilaian baik kepada supir penerima medali tersebut. Juga timbul rasa aman dan nyaman jika mereka tahu bahwa supir yang mengantar mereka sudah bertahun - tahun tidak mengalami kecelakaan. Berbeda pada masa sekarang dimana jalanan hampir tiada aturan atau seperti yang ibu saya pernah bilang setan berkeliaran di jalan ...
Menurut artikel sendiri, pekerjaan supir atau lebih tepatnya mengemudikan mobil pada masa kolonial dipandang sebagai pekerjaan yang susah. Pada masa itu, sering sekali terjadi kecelakaan baik yang biasa maupun yang mengerikan.
Dapat dibilang pemberian piagam dan medali ini adalah suatu langkah yang sangat unik dan bagus pada masanya. Selain untuk meminimalisir angka kecelakaan, para supir notabene mendapatkan sebuah kebanggaan tersendiri. Dimana mereka bisa membanggakan kinerja pekerjaan mereka yang aman. Selain itu pula, mereka juga bisa bangga karena mendapatkan penghargaan dari J.M.C.. J.M.C. sendiri pada masanya bukanlah organisasi kacangan atau kecil. Menurut artikel pula, banyak papan penanda J.M.C yang digantung di jalan - jalan besar pulau Jawa terutama di kota - kota di pulau tersebut. Alhasil banyak orang yang tahu tentang organisasi tersebut.
Selain itu bagi masyarakat awam, mereka sudah pasti akan memberi penilaian baik kepada supir penerima medali tersebut. Juga timbul rasa aman dan nyaman jika mereka tahu bahwa supir yang mengantar mereka sudah bertahun - tahun tidak mengalami kecelakaan. Berbeda pada masa sekarang dimana jalanan hampir tiada aturan atau seperti yang ibu saya pernah bilang setan berkeliaran di jalan ...
Usia: 1926
Tidak ada komentar:
Posting Komentar