Another hidden treasure, yup ini sangat cocok untuk barang dibawah ini. Setelah selebaran pengumuman Steunfonds Holland, giliran sebuah kertas tipis besar saya dapatkan dari buku verslag yang saya jual ini.
Setelah saya cek lebih detil, kertas yang begitu tipis dan ringkih dan jika terlipat menjadi 3 bagian ini adalah bagan susunan pemerintahan Kadipaten Mangkunegaran Surakarta pada masa Jepang! Dari kalimat yang terdapat didalam kertas ini menunjukkan bagan ini dibuat pada periode kontemporer pada masa itu selain itu pula ejaan masih menggunakan Ejaan van Ophuijsen. Dilihat dari dimana kertas ini disimpan, dapat diambil kesimpulan sama seperti Steunfonds Holland diatas orang yang menyimpan bagan ini adalah orang pihak ekonomi. Untuk kasus bagan ini berarti orang bagian Martapraja atau mungkin bagian Keuangan-Pembukuan karena buku yang menjadi media penyimpanan terdapat contoh pembukuan.
Klik gambar untuk melihat lebih jelas. Please excuse for that red thingy, itu adalah album merah perangko yang saya gunakan untuk mengganjal kertas saat scanning |
Bagan memperlihatkan dengan lengkap bagaimana Mangkunegaran akan berjalan pada masa Jepang saat itu. Kita lihat pada pucuk tertinggi Sampeyandalem atau disini adalah Pangeran Mangkunegara VII mengepalai langsung Pepatihdalem. Untuk kedua bagian tersebut, untuk bahasa Jepangnya dinamai Bu dan mereka berdua disebut Bu-tyo atau Kangjeng. Selain Pepatihdalem, dia juga mengepalai Panitradalem dan Nitihardana. Untuk Panitradalem yang dikepalai oleh seorang Bupati-Anom atau Kyoku-tyo, jika mengepalai sebuah daerah jabatannya akan dinamai Kabupaten atau Kyoku. Kembali ke Pantiradalem, bagian itu mengepalai Wisoedan dan Penerangan alias Sendenbu. Untuk kedua bagian tersebut, masing-masing dikepalai oleh seorang Wedana atau bisa Bupati-Anom pula. Bagiannya dinamakan "Bagian" atau Ka, dan yang bersangkutan dinamai Katyo.
Untuk Pepatihdalem mengepalai selain juga Panitradalem dan Penerangan, dia juga mengepalai Kartaoesaha atau perusahaan, Kartirahardja alias ekonomi, Hamongaradja alias Pemerintahan Pusat, dan Sindoepradja. Untuk Kartaoesaha membawahi Bagian Umum dan Keuangan-Pembukuan. Untuk Kartirahardja mengepalai Bagian Umum, Perniagaan-Kerajinan, Pertanian-Perikanan, Pegadaian, Peternakan, dan Pasar. Selain itu pula, dia mengepalai Wanamarta atau Kehutanan. Untuk Wanamarta ini membawahi Umum-Tata Usaha dan Bangunan.
Untuk bagian Sindoepradja mengepalai Bangunan-Jalan, Pengairan, Panitijasa atau Rooiwezen alias Pengawas Bangunan, Assaineering atau Sanitasi, dan Autopark atau Tempat Parkir Kendaraan Bermotor.
Bagian Hamongpradja atau dalam bahasa Belandanya yaitu Centraal Bestuur mengepalai paling banyak bagian. Yang pertama adalah Kismapradja ada singkatan "A.Z." disitu, ataukah mungkin Algemeene Zaken alias Urusan Umum? Untuk bagian ini, membawahi Landrente (sewa tanah) dan Pikoekoeh (surat keterangan memiliki kekuatan hukum). Kemudian terdapat bagian Martapradja atau financien atau finansial-keuangan. Bagian tersebut mengepalai Martanimpoena alias Belasting (Perpajakan), Nanonhardana atau Begrooting (anggaran), Reksahardana alias Rijkskas (Kas Negara-bendahara), Nitipradja alias Compatibiliteit (kesesuaian), Nitiwara atau Verificatie, Pensioenfonds (dana pensiun), dan Studiefonds (beasiswa).
Setelah Hamongaradja, Pemerintahan Pusat mengepalai Jatnanirmala atau Kesehatan kemudian Barajawijata yang membawahi Pengajaran-Pendidikan, Gerakan Taruna (Javaansche Padvinders Organisatie-Kepanduan Mangkunegaran), dan Pembr. Woetasastra (Pembrantasan Woetasastra-Pemberantasan Buta Huruf).
Terdapat pula bagian Mandrapoera yang membawahi Reksaboesana (busana), Reksawahana (kuda-kereta), Reksawarastra (persenjataan), Langenpradja (hiburan), Mandrasana (mebel-furnitur), Reksasoenggata (konsumsi), Reksabagsana (dapur), Kartipoera (pekerjaan istana), dan Nandesraja. 2 bagian terakhir adalah Jogiswara (Igama-Perkara Agama), dan Satrija. Berbeda dengan bagian lain, kedua bagian tersebut tidak dikepalai oleh Bupati-Anom. Untuk Satrija kemungkinan jika Legiun Mangkunegara masih ada, akan ditempatkan disini.
Selain mengepalai bagian Kabupaten yang dikepalai Bupati-Anom, Centraal Bestuur juga membawahi bagian yang lebih kecil atau seperti yang disebutkan diatas dikepalai oleh Wedana. Bagian-bagian tersebut seperti Hangnjapradja alias umum, Notoprodjo atau Pemerintahan, Djaksapradata, Hamongpandaja atau singkatan C.A.D. (tidak diketahui pasti kepanjangan singkatan tersebut), Reksapoestaka alias Perpustakaan, dan Reksawilapa atau Arsip-Ekspedisi. Untuk Reksopustaka, perpustakaan tersebut masih berdiri dan buka hingga sekarang.
Menarik sekali jika kita membandingkan bagan ini dengan masa Mangkunegara IV pada tahun 1867.
Pangeran Mangkunegara VII beserta Permaisurinya yaitu Ratu Timur |
Kesimpulan yang bisa kita ambil disini adalah, kertas ini dapat dibilang adalah bukti dari usaha Mangkunegara VII dalam mengurus negaranya di masa ketidakpastian di jaman Jepang. Pada masa sebelumnya yaitu Belanda, Kadipaten Mangkunegaran mengalami masa-masa jaya. Ekonomi yang maju dari 2 pabrik gulanya di Tasikmadu dan Colomadu, perpolitikan yang kuat, dan juga militer yang dapat dibanggakan melalui Legiun Mangkunegara (Legioen Mangkoenagoro). Bahkan Mangkunegara VII sendiri mendapatkan hadiah ulang tahun yang mungkin tidak dapat dia lupakan saat berumur 50 tahun. Saat itu pada tahun 1935, bekas instruktur Legiun yaitu H.F. Aukes menerbitkan buku biografi Legiun Mangkunegara yang dapat dibilang adalah salah satu buku biografi termashyur pada masanya untuk biografi kesatuan militer. Bahkan saat penerbitan, kejadian tersebut menjadi sorotan masyarakat pada masa itu. Hingga diterbitkan sebuah buletin yang menjelaskan penerbitan tersebut pada masa yang bersaman (jika anda tertarik membelinya cek disini). Namun fairytail ini semuanya berhenti pada 7 Desember 1941 saat Jepang secara resmi masuk ke Perang Dunia II dan dalam kurun waktu 3 bulan, Jepang sudah masuk ke gerbang kota Solo. Pada akhirnya berakhir pula masa keemasan Kadipaten Mangkunegaran. Pangeran Mangkunegara VII sendiri tetap berkuasa hingga dia meninggal pada tahun 1944, dan pewaris tahtanya tidak bisa mengembalikan kebesaran Mangkunegaran karena kondisi sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang penuh kekacauan pada masa itu. Kekacauan tersebut terkulminasi pada masa revolusi kemerdekaan dimana Solo dikenal sebagai kota tanpa aturan dan tidak aman. Pada akhirnya nasib Kadipaten Mangkunegaran terkunci saat Pemerintahan Pusat mengambil keputusan untuk menunda status Daerah Istimewa kepada baik Mangkunegaran dan Kasunanan karena timbulnya gerakan anti swapraja di daerah kedua kerajaan tersebut. Dan keputusan tersebut bertahan hingga sekarang. Dapat dikatakan selembar kertas ini adalah saksi bisu Pangeran Mangkunegara VII dalam fighting a lost battle dimana dia berusaha memutar balik waktu namun karena kondisi yang sangat tidak memungkinan hal yang dia lakukan adalah sia-sia ...
Usia: kemungkinan dibuat awal masa pendudukan Jepang 1942-43.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar