Untuk post ulang tahun kali ini, seperti biasanya saya akan memperlihatkan sesuatu yang spesial tiap tahunnya. Dari sejarah Pasukan Keraton Kasunanan Surakarta atau sejarah medali Ereteken voor Belangrijke Krijgsbedrijven, untuk ulang tahun ke-4 ini saya akan memperlihatkan koleksi saya tentang pemakaman Sunan Pakubuwana X!
Pakubuwana X sendiri adalah Raja Kasunanan yang bertahta sejak 30 Maret 1893. Lahir pada tanggal 29 November 1866 dia dipandang sebagai Raja terbesar dalam sejarah Kasunanan dengan meninggalkan banyak jejak seperti berbagai bangunan di wilayahnya. Saat dia meninggal pada 20 Februari 1939, upacara pemakamannya juga tidak kalah megah. Upacara yang saya kira menempati salah satu kejadian terpenting dalam sejarah kota Surakarta / Solo. Selain memang terjadi disitu, Pakubuwana X sendiri memang dipandang sebagai Raja Jawa terbesar terakhir. Dimana tidak ada Raja lain lagi bisa menyaingi kemegahannya.
Sebelum masuk ke foto, pertama kita akan melihat selebaran yang dicetak pada saat meninggalnya Pakubuwana X. Yang pertama adalah selebaran pemberitahuan bahwa Sunan telah mangkat.
Pakubuwana X sendiri adalah Raja Kasunanan yang bertahta sejak 30 Maret 1893. Lahir pada tanggal 29 November 1866 dia dipandang sebagai Raja terbesar dalam sejarah Kasunanan dengan meninggalkan banyak jejak seperti berbagai bangunan di wilayahnya. Saat dia meninggal pada 20 Februari 1939, upacara pemakamannya juga tidak kalah megah. Upacara yang saya kira menempati salah satu kejadian terpenting dalam sejarah kota Surakarta / Solo. Selain memang terjadi disitu, Pakubuwana X sendiri memang dipandang sebagai Raja Jawa terbesar terakhir. Dimana tidak ada Raja lain lagi bisa menyaingi kemegahannya.
Sebelum masuk ke foto, pertama kita akan melihat selebaran yang dicetak pada saat meninggalnya Pakubuwana X. Yang pertama adalah selebaran pemberitahuan bahwa Sunan telah mangkat.
Flyer atau selebaran diatas sungguhlah unik. Isi dari selebaran ini seperti halnya pengumuman duka cita lainnya.
Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun ingkang Minulya saha ingkang Wicaksana, Seda.Miturut wartos ing dinten senen tanggal 20 Pebruwari 1939 punika wanci jam 7.30 Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun ingkang Minulya saha ingkang Wicaksana, Kangjeng Susuhunan Pakubuwana X seda. Jalaran gerah sampun yuswa. Innalillahhi Wainnailaiji Rajingun.
Yang Mulia Sunan yang Bijaksana, mangkat.
Menurut kabar pada hari Senin tanggal 20 Februari 1939 pada jam 07.30. Yang Mulia Sunan yang Bijaksana, Pakubuwana X mangkat. Karena sakit sudah tua.
Selain pengumuman tidak ketinggalan gambar sang Sunan saat masih sehat. Ini mungkin agar tiap orang tahu siapa Pakubuwana X itu seperti apa.
Selebaran kedua lebih rumit daripada versi pertama.
Selebaran ini menampilkan semacam puisi dalam bahasa Jawa.
Nanggapi surud dalem Nata. Liyering Kaprabon.
Kambang kambang anglesing raos nerusi, dupi hamiyarsa, surud dalem jeng sri mulki, yayah koncatan mustika.Sirep suremtah yaning karajan jawi, kedadak kadayan koncatan pakuning bumi, sri narendra surakarta.Kararan tan angrestu mung tuming tangis kawula sapraja, samrambah wratangeni, mring sadaya nira.Hing wasana tan lyan amung muji, roh dalem sri nata, kang murut mring tepet suci, sinembuha kasampurnan.Tinampen ing pamorireng maha sukci, lulus tan sang daya, kamulyan agung ngayomi, mring sampurneng dalem nata.Sinambetan tuwuhing raos pamuji, kang hingantya antya, tumuruning wahyu jati, wahyu prajeng surakarta.Dhumawuha tumanem tetep tumuli, gunging kang nugraha, nerahana maratani, ngayemi sadaya nira.Titiningkang panitya linuding tangis kawasanan nira, hantuk kapangi murluwih, jumenenging nata mulya.
Jika diperhatikan secara seksama, kedua selebaran ini kemungkinan diambil dari sebuah majalah. Entah itu Kajawen, Panji Poestaka, ataupun Pawarti Soerakarta. Masih belum diketahui apakah selebaran ini asli. Karena saya juga mendapatkan versi pertama selebaran namun menggunakan kertas yang lebih tebal. Jika asli mungkin selebaran ini adalah bukti bahwa keraton ingin memberitahukan tiap orang bahwa junjungan mereka telah wafat. Mungkin selebaran ini ditempel di papan pengumuman.
Setelah flyer, akhirnya kita terjun ke ranah foto.
Keranda Disemayamkan
![]() |
Perhatikan medali dan orders yang diterima oleh Pakubuwana X.
Uniknya tidak semua tanda penghargaan dipasang pada keranda
|
Keranda Sudah Diangkat
Keranda diarak di dalam Kompleks Keraton
Keranda dimasukkan ke Kereta Jenazah
Kereta Jenazah Bergerak dari Alun - Alun Kidul
![]() |
Alun - alun kidul saat ini |
Kereta Berada di Luar Kompleks Keraton
Rombongan Bergerak Melewati Kota
![]() |
Perhatikan gardu SRI (Siaran Radio Indonesia) yang sudah pasti sedang meliput acara pemakaman |
Kereta Kyai Garuda Putra ![]() |
Kereta ini dikenal sebagai kereta yang dipakai oleh Pakubuwana XI |
Kereta Dalam Perjalanan
Arak - Arakan Melewati Pagar Masjid Al Wustho Mangkunegara
Arak - Arakan Pembawa Medali Terlihat dari Kejauhan
Rombongan Tiba di Stasiun Kereta Api Balapan
![]() |
Perhatikan jam pada Stasiun. Jarum jam menunjukkan pukul 11 siang. Perhatikan pula gardu SRV (Solosche Radio Vereniging) |
Keranda dibawa Masuk ke dalam Stasiun
Suasana Gerbong Jenazah
Keranda dikeluarkan dari Mobil Jenazah
Keranda diangkat Menuju Puncak Imogiri
Keranda Tiba di Puncak Kompleks Pemakaman
Keranda dimasukkan ke Liang Lahat
Selain foto - foto milik saya, ada juga foto pemakaman Pakubuwana X milik koleksi eks KITLV yang sekarang dikelola oleh Universitas Leiden:
- Keranda Pakubuwana X.
- Acara persemanyaman.
- Kereta keranda berangkat menuju Alun - Alun Kidul.
- Barisan abdi dalem pembawa pusaka menunggu.
- Kereta Kyai Garuda Kencana berangkat dari Alun - Alun Kidul.
- Abdi dalem mengawal kuda tidak berpenunggang serupa dengan pemakaman model Prussia. Simbolisme kepergian Pakubuwana? (model Prussia)
- Barisan abdi dalem pembawa pusaka.
- Pasukan Prajurit Lebet keraton. Mereka memakai seragam garoet khusus.
- Barisan pasukan Prajurit Jawi keraton, berhenti di dekat jalan keluar Alun - Alun Kidul.
- Kereta keranda melewati gapura Alun - Alun Kidul.
- Barisan melewati gapura Alun - Alun Kidul.
- Kereta keranda terlihat dari dekat.
- Abdi dalem pembawa tombak.
- Kereta Kyai Garuda Kencana dalam perjalanan melewati Handelschool.
- Abdi dalem pembawa pusaka melewati gedung Handelschool Solo.
- Rombongan Bupati / Wedono mengikuti dari belakang.
- Iring - iringan bunga dukacita akan melewati toko buku dan perpustakaan A. Damai.
- Rombongan abdi dalem melalui toko buku dan perpustakaan A. Damai.
- Abdi dalem pembawa medali akan melalui toko buku dan perpustakaan A. Damai.
- Kereta keranda dalam perjalanan.
- Kereta keranda dalam perjalanan cepretan fotografer Gouverneur Yogyakarta, J. Bijleveld.
- Kereta keranda melalui perkampungan.
- Kereta Kyai Garuda Putra menyusul di belakang.
- Para petinggi keraton.
- Rombongan abdi dalem pembawa pusaka.
- Suasana gerbong jenazah di Stasiun Balapan.
- Penunggu gerbong jenazah.
- Keranda dalam gerbong.
- Sultan Hamengkubuwana VIII dalam posisi siap dengan Gouverneur Bijleveld menyambut gerbong jenazah.
- Penghormatan Sultan Hamengkubuwana VIII dan Bijleveld.
- Keranda berada di tangga Imogiri.
- Keranda bergerak di tangga Imogiri.
- Keranda tiba di kompleks Girimulya Surakarta.
- Keranda sedang dinaikkan masuk ke lokasi pemakaman.
Situs Wereldculturen juga terdapat beberapa koleksi foto:
Di situs Gahetna memiliki dua buah foto.
Ada pula foto dan gambar dari situs.
- Kereta jenazah tiba di halaman Stasiun Balapan.
- Kereta dalam perjalanan.
- Gerbong jenazah.
- Keranda di Imogiri.
- Keranda sudah di atas Imogiri. Orang Eropa dilarang masuk.
- Suasana Imogiri pasca pemakaman. Sungguh unik terdapat prajurit Keraton Kasunanan di wilayah Kasultanan.
Di situs Gahetna memiliki dua buah foto.
- Para abdi dalem berjumlah 40 orang membawa pusaka. Kemungkinan di Alun - Alun Kidul.
- Keranda akan dinaikkan masuk ke lokasi pemakaman. Perhatikan muziek korps di pojok foto.
Ada pula foto dan gambar dari situs.
Gambar Pemakaman dari Majalah Belanda
![]() |
Ada beberapa hal yang unik disini. Selain gambar gerbong jenazah yang berhenti di Stasiun Yogya dan Sultan serta Bijleveld, ada pula penjelasan gambar arak - arakan yang akan masuk ke dalam Masjid milik Kasunanan di Imogiri sebelum dimakamkan. Terlihat pula mobil jenazah melewati "Pasar Gede" (Sargedhe / Pasar Legi Kota Gede) Yogyakarta. Sumber |
Gerbong Jenazah
![]() |
Sumber |
Sayang saya belum menemukan artikel tentang pemakaman Pakubuwana X. Namun melihat dari semua foto yang ada, diambil kesimpulan bahwa rute pemakaman di Solo adalah:
Saya masih belum bisa menemukan rute pasti arak - arakan. Apakah melalui rute pasar Singosaren atau melewati Coyudan dan dilanjutkan melalui Slamet Riyadi
Di Imogiri sendiri, lokasi makam Pakubuwana X berada di kompleks Girimulya Surakarta.
Dari semua petunjuk yang ada alhasil upacara pemakaman adalah sebagai berikut:
Saat Pakubuwana X wafat, jenazah langsung dimasukkan ke keranda. Awalnya keranda dihiasi dengan medali dan tanda penghargaan. Setelah disemayamkan, keranda yang sudah dicopot medalinya diarak ke Alun - Alun Kidul. Tiba disana, keranda dimasukkan ke kereta jenazah. Untuk medali dan tanda penghargaan dimasukkan ke tandu.
Arak - arakkan mempunyai urutan yaitu:
Arak - arakan berangkat dari Alun - Alun Kidul melewati gapura berbelok menuju arah Mangkunegara. Saat mencapai Mangkunegara mereka melewati Pura Mangkunegara dengan melalui Masjid Al Wustho. Didalam perjalanan, rombongan melewati Toko Buku dan Perpustakaan A. Damai dan Handelschool. Rombongan tiba di stasiun kereta api Balapan pada jam 11 siang.
Keranda kemudian diturunkan dari kereta jenazah dan dimasukkan ke dalam gerbong jenazah. Gerbong tidak langsung diberangkatkan dan untuk sementara disemayamkan hingga tiba waktu keberangkatan. Kemudian kereta api pembawa gerbong jenazah berangkat ke Yogyakarta.
Saat kereta api akan tiba di Stasiun Tugu, Sultan Hamengkubuwana VIII beserta Gouverneur J. Bijleveld dan komandan garnisun KNIL Yogyakarta terlebih dahulu mempersiapkan diri. Saat kereta api tiba, yang bersangkutan melakukan hormat. Tiba di Yogyakarta, keranda dimasukkan ke mobil jenazah. Kemudian mobil tersebut melakukan perjalanan dengan lamban ke Imogiri melewati Pasar Legi Kota Gede.
Tiba di Imogiri, keranda dikeluarkan dan diangkat menuju tangga. Namun keranda hanya dinaikkan di sebagian tangga sebelum dikerek naik di plafon bambu. Tiba di atas kompleks pemakaman, keranda dibawa ke ujung kiri kompleks makam di bagian Girimulya Surakarta. Tiba disitu keranda dimasukkan dan diiringi dengan musik yang dilakukan oleh korps muziek pasukan keraton.
- Keraton
- Alun - alun Kidul
- Masjid Al Wustha Mangkunegara
- Stasiun kereta api Balapan
Saya masih belum bisa menemukan rute pasti arak - arakan. Apakah melalui rute pasar Singosaren atau melewati Coyudan dan dilanjutkan melalui Slamet Riyadi
Rute A
![]() |
Rute ini melalui rute Singosaren |
Rute B
![]() |
Untuk rute ini melalui Coyudan dan Slamet Riyadi |
Beberapa petunjuk perjalanan pemakaman adalah bangunan dengan gardu radio SRI, toko buku dan perpustakaan A. Damai, dan Handelschool. Jika salah satu bangunan tersebut berhasil diidentifikasi, misteri rute akan menjadi lebih jelas.
Saat di Yogyakarta, dari bukti yang ada rute pemakaman adalah- Kereta api tiba di Stasiun Tugu
- Keranda dimasukkan kedalam mobil jenazah
- Mobil jenazah bergerak pelan - pelan melewati Pasar Legi Kota Gede
- Mobil jenazah tiba di Imogiri dan keranda diturunkan
- Keranda dinaikkan sebentar di tangga Imogiri
- Keranda dikerek naik hingga tiba diatas
- Keranda diantar hingga ke kompleks makam
Di Imogiri sendiri, lokasi makam Pakubuwana X berada di kompleks Girimulya Surakarta.
![]() |
Kompleks Girimulya Surakarta berada di pojok kiri atas makam. Sumber |
Dari semua petunjuk yang ada alhasil upacara pemakaman adalah sebagai berikut:
Saat Pakubuwana X wafat, jenazah langsung dimasukkan ke keranda. Awalnya keranda dihiasi dengan medali dan tanda penghargaan. Setelah disemayamkan, keranda yang sudah dicopot medalinya diarak ke Alun - Alun Kidul. Tiba disana, keranda dimasukkan ke kereta jenazah. Untuk medali dan tanda penghargaan dimasukkan ke tandu.
Arak - arakkan mempunyai urutan yaitu:
- Kereta jenazah yang dikawal oleh pasukan KNIL (kemungkinan Lijfwachten Dragonder) dan beberapa perwira.
- Abdi dalem pembawa bunga duka.
- Pasukan keraton.
- Kereta Garuda Kencana.
- Kereta Garuda Putra.
- Abdi dalem pembawa pusaka.
- Abdi dalem pembawa medali - tanda penghargaan.
- Barisan petinggi keraton seperti Bupati atau Wedono hingga pejabat keraton lainnya.
- Kuda tanpa penunggang.
Arak - arakan berangkat dari Alun - Alun Kidul melewati gapura berbelok menuju arah Mangkunegara. Saat mencapai Mangkunegara mereka melewati Pura Mangkunegara dengan melalui Masjid Al Wustho. Didalam perjalanan, rombongan melewati Toko Buku dan Perpustakaan A. Damai dan Handelschool. Rombongan tiba di stasiun kereta api Balapan pada jam 11 siang.
Keranda kemudian diturunkan dari kereta jenazah dan dimasukkan ke dalam gerbong jenazah. Gerbong tidak langsung diberangkatkan dan untuk sementara disemayamkan hingga tiba waktu keberangkatan. Kemudian kereta api pembawa gerbong jenazah berangkat ke Yogyakarta.
Saat kereta api akan tiba di Stasiun Tugu, Sultan Hamengkubuwana VIII beserta Gouverneur J. Bijleveld dan komandan garnisun KNIL Yogyakarta terlebih dahulu mempersiapkan diri. Saat kereta api tiba, yang bersangkutan melakukan hormat. Tiba di Yogyakarta, keranda dimasukkan ke mobil jenazah. Kemudian mobil tersebut melakukan perjalanan dengan lamban ke Imogiri melewati Pasar Legi Kota Gede.
Tiba di Imogiri, keranda dikeluarkan dan diangkat menuju tangga. Namun keranda hanya dinaikkan di sebagian tangga sebelum dikerek naik di plafon bambu. Tiba di atas kompleks pemakaman, keranda dibawa ke ujung kiri kompleks makam di bagian Girimulya Surakarta. Tiba disitu keranda dimasukkan dan diiringi dengan musik yang dilakukan oleh korps muziek pasukan keraton.
Uniknya di Universitas Leiden, ada beberapa foto yang diklaim adalah foto pemakaman Pakubuwana X. Itu kurang tepat. Sebenarnya foto yang dimaksud adalah foto pemakaman anak Pakubuwana X. Meskipun kereta jenazah yang dipakai sama namun perbedaan ditandai dengan koetsir (kusir) kereta yang memakai pakaian serba putih dan bukannya memakai seragam upacara koetsir. Uniknya saya memiliki salah satu foto pemakaman tersebut.

Untuk pembanding saja, saya tampilkan link foto - foto yang dimaksud:
- Keranda akan dimasukkan ke dalam kereta jenazah.
- Pasukan keraton pengawal pemakaman. Perhatikan kain putih pada topi mereka yang serupa digunakan oleh pasukan KNIL dilapangan.
- Pasukan tombak pengawal pemakaman.
- Kereta jenazah dalam perjalanan. Perhatikan kedua koetsir yang memakai pakaian putih.
- Mobil milik Pakubuwana X. Perhatikan bendera merah putih keraton serta abdi dalem yang nongkrong di mobil.
- Mobil Ford milik salah satu anak Pakubuwana X.
- Kereta milik Patih.
- Kereta jenazah tiba di Stasiun Balapan. Perhatikan stasiun belum terpasang jam besar dan perhatikan pula pasukan keraton yang masih memakai helmhoed.
- Keranda diarak ke kompleks pemakaman.
- Keranda akan dinaikkan ke dalam kompleks pemakaman.
Jika anda lihat meskipun serupa namun foto - foto pemakaman anak Pakubuwana X ini terdapat perbedaan signifikan. Salah satunya adalah absennya pasukan KNIL dalam pengawalan. Untuk pengawalan sendiri, dilakukan sepenuhnya oleh pasukan keraton. Uniknya seragam yang mereka pakai berbeda sekali dengan yang mereka kenakan saat pemakaman Pakubuwana X. Seakan seragam yang dikenakan disini tinggalan abad ke-19. Seperti helmhoed ataupun kain putih pada topi.
Jadi inilah pemakaman Pakubuwana X. Dilihat dari bukti foto dan gambar yang ada, pemakaman ini bisa dibilang yang terbesar di kota Solo. Pemakaman ini juga sesuai saat Pakubuwana X masih hidup yaitu penonjolan kemegahan. Upacara ini seakan dia ingin meninggalkan kemegahan untuk yang terakhir kalinya. Efek dari kemegahan itu juga terasa bagi masyarakat Surakarta. Terlihat dari animo masyarakat baik dari negeri Kasunanan maupun Mangkunegara yang sangat tinggi dalam menyaksikan pemakaman tersebut. Seakan Sunan kesepuluh tersebut berpesan bahwa tidak akan ada lagi seseorang yang bisa menyamainya baik saat hidup maupun saat wafat terutama dalam soal kemegahan ...
Usia: 20 Februari 1939
Usia: 20 Februari 1939