Oude Indonesie

Oude Indonesie
Nederland oost-indiƫ hier komen we!

Zoeklicht

Zoeklicht
We zullen de kolonie te verdedigen!

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?
Which side are you? Voor het koninklijke or demi Republik?

Jumat, 18 Maret 2016

OTD - Jumenengan Sultan Hamengkubuwono IX

Untuk post OTD kedua mungkin yang paling terkenal karena ini tentang upacara naik tahtanya Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Upacara ini terjadi 76 tahun yang lalu atau pada tahun 1940. Informasi berasal dari sumber yang sama dengan OTD pertama yaitu majalah keraton Kasunanan Surakarta yaitu Pawarti Surakarta nomor 42 tanggal 1 April 1940.
Gambar diatas saat Sultan Hamengkubuwono IX duduk bersama Gubernur Yogyakarta Lucien Adam

Pertama-tama siapakah Sultan Hamengkubuwono IX disini? Dia adalah salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peran terbesarnya salah satunya pada masa Agresi Militer Belanda kedua pada tahun 1948-49. Menurut buku Doorstoot Naar Djokja karya Julius Pour, saat Pemerintah Indonesia lumpuh pasca ditangkapnya Sukarno-Hatta, Sultan mengambil alih penggajian para pegawai Indonesia. Selain itu pula, Sultan berhasil menjaga agar Belanda tidak bisa mengambil alih kontrol kota Yogya dengan mengumumkan pemboikotan. Sultan juga menyediakan keraton untuk tempat persembunyian para pembawa pesan TNI serta serangan umum 1 Maret 1949 juga merupakan buah pikiran Sultan.
Sultan sendiri lahir dengan nama Darajatun dan merupakan putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dengan Kangjeng Raden Ayu Hamengkunagara. Sempat pergi ke Belanda untuk tujuan pendidikan, dia pulang ke Hindia Belanda saat ayahnya sudah mulai sakit-sakitan pada 18 Oktober 1939. Menurut majalah Tempo Edisi Khusus Hamengkubuwono IX tanggal 17-23 Agustus 2015, ayahnya meninggal tidak lama setelah menasbihkan secara langsung Darajatun sebagai putra mahkota dengan penyerahan pusaka Kasultanan yaitu keris Jaka Piturun (Joko Piturun) pada 22 Oktober 1939. Setelah meninggal ayahnya dan sesudah melalui perundingan kontrak politik dengan Pemerintah Kolonial terutama dengan Gubernur Yogyakarta yaitu Lucien Adam sejak November 1939, akhirnya pada tanggal 18 Maret 1940 diadakanlah upacara jumenengan atau upacara naik tahta Darajatun menjadi Sultan Hamengkubuwono IX.
Berikut rincian acara salah satu peristiwa penting dalam sejarah Darajatun dan yang juga menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah di Indonesia:

Pada hari Senin Pon, tanggal 18 Maret 1940 acara naik tahta sudah dimulai pada jam 9 pagi di Kantor Gubernur. Di tempat itu, sudah berkumpul para tamu yang akan mengikuti acara. Pukul setengah 10, para ningrat Paku Alam yang ditemani oleh Pangeran Surya Atmaja tiba di kantor. Kemudian abdi dalem Bupati menyatakan bahwa keraton sudah siap menerima tamu. Tidak lama kemudian, Gubernur Adam beserta bawahannya langsung berangkat yang juga ditemani oleh Komandan Militer (overste Pik). Gubernur yang menuju ke Sitinggil menemui perwakilan dari Sunan Pakubuwono XI (dari Surakarta) yaitu Pangeran Arya Kusumayuda dan Pangeran Arya Mangkubumi. Kemudian yang dilanjutkan masuk ke Srimanganti yang disambut oleh Pangeran Aryo Mangkukusuma, mereka langsung ke Bangsal Kencana dimana Raden Mas Darajatun sudah siap menyambut pula. Darajatun langsung menyambut Gubernur beserta Asisten Residen Yogyakarta yaitu Mr. Abbenhuis. Setelah itu, acara kembali ke Sitinggil.
Di Sitinggil, Gubernur duduk di Bangsal Mangunturtangkil. Dia langsung menyatakan kepada Darajatun bahwa atas nama Pemerintah Hindia Belanda, Darajatun diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar "Pangeran Adipati Anom Amangkunegara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram" di Yogyakarta. Setelah deklarasi tersebut, urutan duduk dipindah ke depan bangsal Mangunturtangkil sebelah kanan. Kemudian acara dilanjutkan dengan dibacakannya beslit (besluit - surat keputusan) oleh Gubernur dalam bahasa Belanda serta Jawa.

Medali Orde van Oranje Nassau
Kemudian Gubernur menyatakan kembali kepada Pangeran Adipati Anom bahwa Pemerintah Hindia Belanda mengangkat dia sebagai Sultan di Yogyakarta. Namun sebelumnya, Pangeran harus bersedia menandatangani surat perjanjian yang telah didiskusikan hingga sumpah. Setelah bersedia, Gubernur melanjutkan bahwa atas nama Pemerintahan Hindia Belanda, Pangeran Adipati Anom diangkat sebagai Sultan di Yogyakarta dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengkubuwono Senapati Ing Alaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatulah Ingkang Kaping IX". Setelah deklarasi tersebut, semua pangeran Kasultanan, Bupati dan Abdi Dalem langsung sungkem kepada Sultan. Sultan kemudian duduk di kursi tahta di Bangsal Mangunturtangkil. Gubernur duduk sejajar di sebelah kanannya. Setelah duduk rapi, diikuti dengan tembakan salvo dari prajurit Kasultanan sebanyak 13 kali. Kemudian Gubernur sekali lagi memberi pernyataan kepada Sultan bahwa Sultan dianugerahi pangkat Generaal Majoor (Mayor Jenderal) KNIL serta diberi medali Orde van Oranje Nassau kelas Commandeur. Setelah prosesi tersebut, Gubernur mengenang mendiang Sultan Hamengkubuwono VIII serta berharap agar Sultan yang baru diberi umur panjang serta kemakmuran.    

   
Raden Mas Darajatun bersama Gubernur menuju Sitinggil akan melaksanakan upacara kenaikan status menjadi putra mahkota.
Terlihat 2 prajurit Lijfwachten Dragonder lengkap dengan seragam garoet dan topi bamboehoed ikut mengawal. Perhatikan pula sepatu bot kavaleri mereka. Di bagian belakang rombongan terlihat 2 perwira memakai seragam jas toetoep
Darajatun bersama Gubernur memasuki Sitinggil
Darajatun saat melakukan perpindahan tempat duduk menuju tahta Putra Mahkota.
Terlihat beberapa tamu militer memakai seragam atilla
Sesaat setelah deklarasi pengangkatan sebagai Sultan.
Darajatun masih memakai pakaian untuk Putra Mahkota.
Gambar diambil dari harian de Locomotief
Darajatun berpidato menjawab hal-hal yang disampaikan Gubernur
Tanda bakti kepada Sultan yang baru
Darajatun bersama Gubernur keluar dari Sitinggil ...
... menuju ke kedaton (bangunan utama keraton) untuk penandatanganan perjanjian. Perhatikan pada kerah pakaian Sultan, sudah terdapat sebuah medali. Medali tersebut adalah Orde van Oranje Nassau.
Terlihat di background sebelah kiri, seorang luitenant kolonel yang mirip dengan Paku Alam VIII
Gambar yang sering muncul di tiap tulisan atau artikel tentang naik tahtanya Darajatun. Namun tidak setiap orang tahu bahwa kedua orang di tengah gambar adalah perwakilan dari Sunan. Mereka adalah Bandara Kangjeng Pangeran Arya Kusumayuda dan Pangeran Arya Mangkubumi. Bandingkan motif batik kedua ningrat Surakarta tersebut yang lebih gelap dibandingkan dengan rekannya dari Yogyakarta
Perjalanan pulang dari Bangsal Mangunturtangkil menuju Bangsal Kencana
Majalah tidak mendeskripsikan secara jelas gambar ini. Deskripsi ini bertuliskan "upacara" 

Setelah acara jumenengan, masih ada acara pada esok harinya. Yaitu kirab alias arak-arakan atau parade keliling kota Yogyakarta. Dari sumber yang sama, acara tersebut sebagai berikut:
Pada hari Selasa tanggal 19 Maret 1940, diadakan acara kirab merayakan naik tahtanya Sultan. Sejak pagi sudah banyak orang yang siap menonton. Di kantor Gubernur jam setengah 8, para tamu sudah bersiap dan para ningrat Paku Alam tiba di sana. Setelah utusan Sultan menyatakan acara siap dimulai, Gubernur beserta para tamu berangkat pada jam 8 dengan tujuan Sitinggil Kemandungan Srimanganti. Sesampainya di Bangsal Kencana, Sultan menyambut para tamu dan menghimbau untuk menunggu selesainya penyusunan barisan prajurit di alun-alun. Kemudian Sultan bersama Gubernur berangkat ke Pagelaran dengan menaiki kereta Garuda YeksaRute kirab berangkat dari tengah Waringin Kurung - Kantor Gubernur - Nekuk Mangerang melewati pasar hingga Loji Kecil - Nekuk Mangidul - Pojok Capuri (pojok dinding) keraton ke arah barat menuju Pojok Capuri lainnya, kemudian ke utara hingga Ngabeyan - belok ke timur hingga ke Societet "De Vereeniging" kembali ke alun-alun utara. Saat kereta melewati benteng Vredeburg, dilepaskan salvo meriam kehormatan. Panjang arak-arakan tercatat 2 kilometer yang terdiri dari para abdi dalem menurut tingkatan golongannya, di tengah-tengahnya kereta Sultan dan Gubernur. Urut-urutan arakan dimulai dari 
  • para padvinder (pramuka) 
  • kereta yang dinaiki bupati kalih
  • para abdi dalem
  • kereta lurah dusun punggawa pangreh praja berjumlah 5 buah
  • para patih dan bupati golongan jawi serta pangreh praja
  • ulama dan prajurit dari 8 pasukan
  • pasukan musik keraton
  • abdi dalem ngampil upacara
  • kuda hiasan
  • kavaleri (kemungkinan pasukan lijfwachten dragonder)
  • prajurit (kemungkinan pasukan lijfwachten dragonder)
  • kereta Garuda Yeksa yang dinaiki Sultan dan Gubernur
  • kavaleri (kemungkinan pasukan lijfwachten dragonder)
  • abdi dalem berjalan kaki
  • kereta 4 buah yang dinaiki bupati lebet
  • prajurit dari 2 pasukan
  • gamelan
  • kereta para tamu

Di tiap tepi jalan terdapat gamelan kehormatan. Setelah sampai di Pagelaran kembali, Sultan dan Gubernur beserta para tamu duduk kemudian acara selesai.

Sultan menaiki Kereta Kencana Garuda Yeksa pada acara kirab tanggal 19 Maret 1940

Kereta Garuda Yeksa saat melewati gedung Nillmij (Nederlandsch-Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij - sekarang Asuransi Jiwasraya)

Para prajurit dan abdi dalem keraton yang mengikuti kirab.
Perhatikan pada pasukan musik keraton, orang paling depan membawa alat musik turkish crescent alias schellenboom atau schellenbaum

Seperti inilah peristiwa yang dapat dibilang penting dalam sejarah Indonesia namun terlupakan. Dapat dibilang jika yang naik tahta disini adalah bukan Darajatun, Indonesia tidak akan ada lagi pada tahun 1949 ...


Usia: 1 April 1940

2 komentar:

  1. Ada foto pakaian sultan pas kirab ga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam,

      Untuk pakaian kemungkinan sama dengan yang dipakai saat upacara naik tahta.
      http://hdl.handle.net/1887.1/item:711671
      http://hdl.handle.net/1887.1/item:695391

      Hapus