Bukan, ini bukan saya bermaksud untuk meninggalkan blog ini. lol
Tetapi kata tersebut adalah secuil dari koleksi yang mengawali bulan Desember ini. Pidato selamat tinggal pada masa Jepang:
Tetapi kata tersebut adalah secuil dari koleksi yang mengawali bulan Desember ini. Pidato selamat tinggal pada masa Jepang:
Anda sudah membacanya bukan? Ya, surat ini adalah pidato dari seorang pegawai yang dipindah ke Nitto Kogyo Markas Besar Surabaya-Madiun di jawatan kehutanan. Saya kurang tahu pasti apa nitto kogyo disini, namun ada kemungkinan nitto kogyo adalah sebuah perusahaan atau perkumpulan milik Jepang. Juga seperti yang anda lihat juga, perintah pemindahan dilakukan oleh gunsei kanbu atau Markas Besar Pemerintahan Militer Jepang. Apa mungkin pegawai yang dipindah disini adalah pegawai tinggi?
Sayang kertas ini tidak bertahun namun dari sini kita bisa mengetahui bagaimana sekelumit kecil kehidupan pada masa Jepang melalui mata seorang pegawai. Dia merasa puas dengan tempat kerja lamanya meskipun hanya setahun bekerja. Dan dia meninggalkan wejangan kepada rekan-rekan lamanya untuk tetap rajin bekerja. Semangat Nippon terasa sekali disini.
*Edit 22 Januari 2016:
Usia: 1942 - 1945
Sayang kertas ini tidak bertahun namun dari sini kita bisa mengetahui bagaimana sekelumit kecil kehidupan pada masa Jepang melalui mata seorang pegawai. Dia merasa puas dengan tempat kerja lamanya meskipun hanya setahun bekerja. Dan dia meninggalkan wejangan kepada rekan-rekan lamanya untuk tetap rajin bekerja. Semangat Nippon terasa sekali disini.
*Edit 22 Januari 2016:
Ada beberapa informasi yang bisa kita simak tentang tempat kerja baru sang pegawai ini.
Sang pegawai bergabung dengan Ringyo
Tyuoo Zimusyoo (RTZ - Kepala Jawatan Kehutanan) yang berkantor pusat di Jakarta dan satu lagi di Bogor dengan sebutan Honbu.
Untuk RTZ sendiri, pada bulan Juni 1942 - Oktober 1943 berada dibawah departemen Sangyobu (departemen ekonomi). Pada November 1943 RTZ bergabung dengan departemen
Zoosenkyoku (perkapalan), karena departemen bersangkutan membutuhkan banyak
sekali kayu. Sedangkan pada Juli 1945, RTZ dimasukkan dalam departemen
Gunzyuseizanbu atau departemen produksi kebutuhan perang hingga 15 Agustus 1945.
Berikutnya adalah kalimat nitto kogyo yang disebut oleh sang pegawai. Tidak ada kalimat tersebut pada hierarki RTZ, melainkan dia masuk dalam Dai Si Eirinkyoku (daerah inspeksi IV) yang berpusat di Surabaya dan salah satu
daerahnya atau Eirinsyo (daerah hutan) adalah Madiun.
Untuk tempat kerja barunya, dia mungkin menjadi salah satu dari 3 golongan pegawai RTZ berikut ini dimana tingkatan ini mulai berlaku pada September 1943:
I: golongan pegawai tinggi yang mempunyai 5
tingkatan yaitu Yonto, Santo, Nitto, Itto, dan Koto Gyzuzukan.
II: golongan pegawai menengah, yang mempunyai
tiga tingkatan, yaitu Santo, Nitto dan Itto Gyzuzukan.
III: golongan pegawai rendah terdiri dari 3
tingkatan yaitu Santo, Nitto dan Itto Syoki.
Ketiga golongan tersebut ditentukan dari
tingkat pendidikan.
Di lapangan sendiri, nantinya sang penulis akan mendapatkan tanda pengenal pada seragamnya. Tanda pengenal ini bertujuan membedakan tiga tingkatan golongan diatas. Penning (tanda pengenal) warna putih
untuk pegawai biasa, biru untuk pegawai rendah, merah pegawai menengah dan
kuning untuk pegawai tinggi. Pedang samurai atau mungkin gunto seperti yang dipakai oleh tentara Jepang dapat dipakai
sebagai tanda tingkatan pegawai.
Sekedar tambahan saja, jika sang penulis termasuk pegawai tinggi dan mungkin dia diundang pertemuan di Jakarta atau Bogor, setiap habis pertemuan ditutup dengan pesta makan minum bersama. Dalam pesta akan disajikan ikan kali atau ikan laut mentah dengan jahe sebagai kuliner orang Jepang saat itu. Meskipun berdasarkan kesaksian, untuk pegawai Indonesia mungkin tidaklah cocok. Cara makan dianjurkan memakai 2 batang sumpit yang juga membuat pegawai Indonesia kesusahan. Pesta juga harus diikuti oleh pesta sake. Sesudah makan dan minum dilanjutkan dengan pesta menyanyi hingga mabuk semua. Jika sudah mabuk, pesta bisa dianggap selesai.
Sekedar tambahan saja, jika sang penulis termasuk pegawai tinggi dan mungkin dia diundang pertemuan di Jakarta atau Bogor, setiap habis pertemuan ditutup dengan pesta makan minum bersama. Dalam pesta akan disajikan ikan kali atau ikan laut mentah dengan jahe sebagai kuliner orang Jepang saat itu. Meskipun berdasarkan kesaksian, untuk pegawai Indonesia mungkin tidaklah cocok. Cara makan dianjurkan memakai 2 batang sumpit yang juga membuat pegawai Indonesia kesusahan. Pesta juga harus diikuti oleh pesta sake. Sesudah makan dan minum dilanjutkan dengan pesta menyanyi hingga mabuk semua. Jika sudah mabuk, pesta bisa dianggap selesai.
Informasi dari Memoires Het Boswezen in Nederlandsch Oost Indie Ringyo Tyuoo Zimusyo Dai Nippon Jawatan Kehutanan Republik Indonesia, dari: 1 Juli 1897 sampai akhir 1953, Jilid: II, Cetakan Pertama, Oleh: R. Soepardi.
Usia: 1942 - 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar