Kali ini kita akan membahas salah satu film terkenal Indonesia yaitu November 1828. Film ciptaan Teguh Karya ini menceritakan salah satu pertempuran saat Perang Diponegoro / Perang Jawa. Namun yang akan saya bicarakan disini bukanlah kritik tentang cerita atau kualitas akting namun tentang seragam. Selain dari film yang bisa ditonton
di youtube, saya juga akan memakai buku skenario film yang sama. Diterbitkan oleh penerbit sinar harapan pada juni 1979 di Jakarta, buku ini memuat lengkap adegan - adegan di film tersebut. Termasuk nama - nama tokoh yang tampil.
Tentang cerita film, jika anda tidak ada waktu untuk menontonnya, anda bisa mengecek di situs (
ini).
Setelah anda mengecek film tersebut, mari kita sekarang terjun ke topik post kali ini. Anda lihat sendiri, sangat unik memang melihat berbagai seragam yang ditampilkan di film tersebut. Seragam yang meskipun menarik dan gagah namun sangat berbeda jauh dengan fakta di lapangan. Saya akan membagi penjelasan seragam menjadi 3 bagian. Yaitu perwira staf, perwira lapangan, dan prajurit.
Yang pertama adalah perwira staf. Pada film terlihat memakai seragam warna merah. Untuk hierarki kepangkatan dapat dilihat dari pangkat pada kerah.
- Letnan dua: 1 bintang
- Letnan satu: 2 bintang
- Kapten: 3 bintang
- Mayor: emblem
Perpangkatan juga dapat terlihat dari epolet yang mereka kenakan.
Letnan: 1 garis
Mayor: austrian knot 2 pasang
Perwira Staf
 |
Mayor ten Have |
 |
Mayor Bauer |
 |
Letnan staf di kiri mayor Bauer |
Perwira lapangan ditandai dengan seragam warna biru tua. Perpangkatan pada dasarnya sama dengan perwira staf. Namun terdapat ketidak konsistenan pemakaian pangkat epolet. Terlihat di epolet karakter letnan van Aken. Dimana epolet yang dia pakai adalah epolet pangkat kapten.
Perwira Lapangan
 |
Letnan van Aken dua dari kiri. Terlihat epolet yang dia pakai berbeda dengan yang dipakai dengan sesama letnan pada paling kanan gambar |
 |
Kapten de Borst |
Untuk para prajurit atau hierarki non perwira, mereka juga memakai seragam yang sama dengan atasannya. Di lapangan, ada beberapa hal yang menjadi pembeda. Antara lain:
- sjako / shako
- aiguillette
- kerah
- epolet
Untuk prajurit sjako polos hitam dan berjambul hitam pula. Sedangkan untuk perwira, dihiasi dengan tali dan kancing warna emas. Jambul yang dipakai untuk perwira berwarna merah.
Seluruh hierarki perwira memakai aiguillette berwarna emas. Ada hierarki non perwira yang memakai aiguillette warna hitam namun ini terbatas kepada penghias peluit saja.
Epolet perwira berwarna merah dengan hiasan emas. Sedangkan epolet prajurit, polos hitam dengan bordiran emas.
Kerah seragam bordiran warna emas adalah identitas perwira. Sedangkan prajurit tidak memakainya.
Seperti halnya atasan mereka, para prajurit memakai pangkat pada kerah:
- Sersan: 1 bintang
- Kopral: polos
Sayang tidak diketahui seperti apa pangkat untuk Sersan Mayor ataupun prajurit, belum lagi adjudant onderofficier.
Prajurit
 |
Sersan Rompis |
 |
Kopral Dirun |
Di film, selain seragam terlihat pula vandel yang dibawa oleh pasukan Belanda. Vandel berwarna oranye dan dilengkapi monogram "W"
Vaandel
Motif "W" pada vandel di atas terlihat mirip dengan motif yang digunakan pada vandel Barisan Madura 1 abad kemudian. Sejatinya motif "W" yang dipakai pada masa Perang Diponegoro adalah "W" yang condong
ke arah kanan. Kita juga melihat bahwa vandel terlihat polos tidak ada tulisan unit ataupun hiasan yang mengelilingi monogram.
Selain vandel, ada pula bendera pada terompet alias pennant.
Bendera pada Terompet
Sangat menarik bahwa terlihat angka "7" pada bendera tersebut. Apakah "7" disini adalah unit pasukan? Resimen Infanteri ke-7? Sejatinya infanteri kolonial Belanda saat itu tergabung 18e
Afdeling Infanterie (Infanteri Bagian ke-18), 19e
Afdeling Infanterie, dan 20e
Afdeling Infanterie. Ada pula yang menyebut pasukan kolonial infanteri saat itu dengan
37e Bataljon Coloniaal Infanterie (Batalion Infanteri Kolonial ke-37). Namun masih terselimut misteri tentang penamaan tersebut bahkan di kalangan sejarawan Belanda sekalipun. Memang ada Resimen ke-7 saat Perang Diponegoro, namun resimen tersebut adalah resimen kavaleri. Ini tidak lain adalah Resimen ke-7
huzaar atau lebih dikenal dengan sebutan
Oost Indisch Huzaar atau
Regiment Oost Indische Huzaren.
 |
Seragam seharusnya berwarna biru muda.
|
Terlihat pula pelana bermotif "W" mahkota yang dipakai oleh para perwira. Namun saat itu, pelana yang dipakai perwira infanteri berwarna biru tua dengan bordir emas.
Pelana
Ada juga beberapa keunikan yang ditampilkan pada film ini. Yang pertama ialah pemakaian sepatu kepada para prajurit. Sebenarnya pada saat itu, para prajurit inlander tentara kolonial Belanda (bukan dan belum KNIL lho) masih nyeker. "Tradisi" yang tetap dilanjutkan oleh KNIL hingga awal abad ke-20.
Yang kedua adalah pemakaian medali pada beberapa tokoh militer maupun sipil. Untuk militer, saat itu masih minim sekali medali yang dianugerahkan. Mayoritas adalah
medali saat Perang Napoleon. Untuk tokoh sipil, sangat unik demang Jayengwirono memakai sebuah medali. Pemakaian medali oleh orang sipil
inlander yang berjasa baru diterapkan saat keluarnya
medaille voor burgerlijke verdienste pada tahun 1871. Memang ada
orde van de nederlandsche leeuw, tetapi bentuknya sangat berbeda dengan di film.
|
Medaille voor burgerlijke verdienste larik kiri tengah.
|
 |
Kapten dan letnan satu KNIL tahun 1912 - 1938. Pernah saya singgung di (sini) |
Kembali lagi pada seragam, jika anda penasaran dengan seperti apa seragam pasukan Belanda saat itu, anda bisa melihatnya pada lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro.
De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal Hendrik Merkus Baron de Kock, 28 maart 1830, waarmee de Java-oorlog (1825–30) werd beëindigd
Gevangenname van Prins Diponegoro
Jika anda ingin yang lebih jelas, berikut adalah penggambaran ulang seragam oleh saya. Seragam berasal dari informasi yang saya terima salah satunya dari pakar seragam KNIL, RAJ Wolters.
Untuk perwira, seragam yang mereka pakai adalah seragam biru tua dengan 9 buah kancing warna kuningan. Untuk facing memakai warna biru muda dan piping merah. Perpangkatan memakai epolet rumbai warna emas. Sjako berbentuk bell-top dan mempunyai plat monogram W dan bermahkota. Aiguillette seperti yang terlihat pada film, hanya dipakai untuk hierarki ajudan.
 |
Seharusnya kapten de Borst memakai seragam ini |
Untuk prajurit seragam serupa dengan para perwiranya. Perbedaan terlihat pada
sjako yang memakai jambul berbeda. Berbeda dengan di film, seharusnya di lapangan para prajurit memakai
kleine tenue atau PDH. Saat itu seragam yang dipakai polos dan tidak ada hiasan seakan serupa dengan seragam
landwehr Prussia pada Perang Napoleon. Topi yang dipakai bukan
sjako melainkan topi pet. Perpangkatan hierarki prajurit, bisa dilihat dari
chevron yang mereka kenakan pada lengan seragam. Untuk para prajurit sinyal (
trompetter - peniup terompet dan
tamboer - penabuh tambur), mereka memakai seragam yang berbeda dengan prajurit reguler. Selain itu pula para prajurit memakai peralatan kulit berwarna putih dan bukannya hitam seperti yang terlihat pada film.
Harap diperhatikan bahwa seragam yang saya gambar disini adalah seragam pasukan line infantry. Untuk pasukan flankeur ataupun jager, mereka memakai seragam ataupun jambul yang berbeda.
Untuk perwira staf, memang benar seragam mereka berbeda dengan seragam perwira lapangan. Namun perbedaan yang ditampilkan tidaklah terlalu kentara dibandingkan di film.
Seragam berwarna biru tua dengan 9 kancing namun facing - piping berwarna merah. Pada kerah dan manset terdapat hiasan bordir warna emas.
Jadi inilah November 1828, film yang menarik dalam plot dan cerita. Meskipun seragam yang mereka ciptakan sangat menarik, yaitu menggabungkan elemen seragam paska Perang Napoleon dengan seragam menjelang Perang Dunia I. Unik memang, namun tidak bisa dijadikan patokan sejarah. Saya kira wajar karena saat itu biaya penelitian sejarah terutama ke Belanda juga tidaklah murah. Belum lagi masa itu adalah masa pra-internet. Alhasil kekreatifan muncul meskipun harus mengorbankan salah satu tema sejarah.
Usia: -